Kota merupakan salah satu ruang hidup manusia, dlm hal ini tak lepas dr imbas globalisasi. Jika sebuah kota hanya dianggap & berfungsi selaku pusat pemerintahan atau ruang public (polis) maka, dgn adanya efek globalisasi, kota meluas & fungsi kiprahnya sebagai pusat ekonomi & budaya yg bercorak global.
Kota global (global city), yg menjadi suatu kota berisi etalase & identitas global, yg mempunyai fungisi & menajdi serpihan dlm sentra bisnis, perkantoran, telekomunikasi tentunya mampu dimengerti bahwa kota global mampu dimengerti selaku Kota Dunia (world cities), yg didefinisikan sebagai tempat perjumpaan aneka macam produksi & pasar dunia.
Dalam hal ini, proses pembangunan & kehidupan masyarakatnya seakan-akan dihadapkan pada pemberhalaan (fetitisme) total kepada symbol global yg dianggap bisa membersihkan identitas, surplus ekonomi, life style. Pandangan tersebut timbul tatkala keberadaan kota global ini merupakan dinamika sosial yg tak mampu dibendung lagi.. Hal ini tentunya terjadi karena adanya dampak globalisasi.
Perdebatan mengenai globalisasi timbul tatkala dikalangan intelektual mengkritik atau berpendapat dgn banyak sekali pemikirannya, & dlm hal ini tentunya harus menjadi kepingan berdebatan yg belum ada titik finalnya.
Dalam hal ini, Anthony Giddens (2003) membagi dua (2) kelompok inteletual yg saling berseberangan mengenai pandangannya perihal globalisasi. Kelompok skeptis contohnya mempunyai pandangan bahwa globalisasi hanyalah suatu masa silam, sebab tak jauh berlainan dgn kehidupan negara mirip sebelumnya.
Mereka menilai bahwa tak ada nama interaksi antar negara-negara di dunia dengan-cara liberal, tak ada yg namanya perdagangan lintas bangsa. Yang ada hanya interakasi diantara beberapa negara yg terbatas pada ikatan geografis. Jika dlm hal ini ada kekerabatan kerjasama antara negara Uni Eropa dgn negara di Asia contohnya, itu hanyalah sifatnya sementara dgn tujuan tertentu & terbatas.
Pandangan suatu kota tentunya akan meluas tatkala mengenal suatu kelompok yg begiti berlawanan dgn pembahasan diatas, & dlm hal ini dimana pengaruhnya & telah memutuskan batasan-batas-batas geografis & politik negara. Perdagangan ekonomi sudah dilakukan dgn berbagai negara.
Dalam hal ini, imbas dr banyak sekali Negara masuk ke Negara sendiri, & pastinya pergumulan persepsi mengenai globalisasi berlawanan. Hal ini tentunya esensi yg tunggal dimasing-masing pihak mampu memperlihatkan aneka macam macam pandangannya mengenai makna globalisasi.
Dalam hal ini, muncul berbagai persepsi mengenai globalisasi & hal ini mempunyai makna perihal globalisasi yg diutarakan oleh aneka macam golongan intelektual. Albrow contohnya dlm hal ini, menerangkan bahwa globalisasi merupakan suatu proses dimana penduduk dunia kian terinkorporasi (terhubungkan) ke dlm masyarakat dunia yg tunggal.
Sedangkan Emanuel Richter menyampaikan bahwa globalisasi ialah jaringan yg menyatukan masyarakat sebelumnya terpencar-pencar ke dlm ketergantungan antarnegara yg saling menguntungkan. Kemudian, Mos Kanter justru memaknai globalisasi sebagai sentra perdagangan & perbelanjaan dunia di mana masyarakat di dunia bisa berbelanja barang-barang yg sama dr “Negeri Tetangga”.
Tanggapan mengenai globalisasi kembali muncul diberbagai kaum intelektual, mirip Robert Cox yg mengatakan bahwa globalisasi adalah kecendrungan bersatunya internasionalisasi produksi, proses pembagian kerja internasional, migrasi penduduk dr selatan ke utara.
Sementara Khor beranggapan bahwa memaknai globalisasi sebagai kolonialisasi baru oleh dunia pertama (negara kaya) di dunia ketiga (negara meningkat ). Dalam hal ini maka, dapat dipahami bahwa globalisasi memiliki tiga makna komponen penting, yakni didalam globalisasi mengandung faktor cultural, ekonomi serta politik (Giddens,2006 : Pontoh, 2003).