close

Perlawanan Rakyat Maluku

Maluku merupakan sumber utama rempah-rempah Nusantara yg dicari oleh penjelajah dr seluruh dunia. Tidak mengherankan apabila banyak kekuatan politik, salah satunya Eropa berupaya untuk mendominasi perdagangan di wilayah tersebut. Portugis & Belanda yakni dua negara Eropa yg pernah menertibkan perdagangan di wilayah tersebut. Namun kebijakan dagang keduanya yg cenderung memonopoli & merugikan rakyat memicu ketidakpuasan. Rakyat Maluku terhitung tiga kali berupaya menghalau kekuatan Eropa yg mendominasi mereka.

Lihat pula materi Sosiologiku.com lainnya:

Kerajaan Aceh

Kongres Pemuda 1

Kerajaan Demak

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Portugis (1570-1575)

Portugis mendapatkan keleluasaan penuh untuk berjualan di Maluku semenjak disepakatinya Perjanjian Tordesillas (1494) & Saragosa (1529). Membuat Spanyol mesti hengkang dr Nusantara & memfokuskan koloninya di Amerika Tengah & Selatan. Kondisi ini membuat Maluku, sumber rempah-rempah utama mampu diatur sepenuhnya oleh Portugis. Portugis pertama kali mengantarkan armada pada tahun 1512 di bawah pimpinan Antonio de Abreu & Fransisco Serrao.

Portugis sukses mendapatkan izin berjualan di Ternate, kemudian mendirikan benteng di Bacan & Ternate. Portugis pula memperkuat diri dgn tentara di bawah pimpinan Antonio de Azevedo selaku gubernur jualan Portugis di Maluku. Pada waktu-waktu tersebut, perdagangan rempah-rempah di Maluku cukup terbuka dgn pedagang dr banyak sekali daerah. Namun Portugis berkehendak lain, mereka mengharapkan monopoli sehingga mampu mengatur harga & meraup untung yg besar. Keinginan ini memanaskan korelasi antara Portugis & Ternate, yg tentu saja kepentingan ekonominya terusik. Terlebih Portugis mempunyai pasukan untuk melakukan pemaksaan dlm praktek jual beli. Hubungan ini kemudian pecah menjadi konflik tatkala Gubernur Lopez de Mesquita membunuh Sultan Khairun dr Ternate pada tahun 1570. Pembunuhan ini dilaksanakan dlm kedok perjanjian tenang akhir konflik berkepanjangan sejak 1550-an. Menyebabkan pertentangan terbuka tak terhindarkan.

  7 Pahlawan Nasional dari Maluku

Sultan Baabulah, putra Sultan Khairun kemudian mengambil alih kekuasaan dgn satu tujuan yaitu merusak Portugis. Sultan menyerukan perlawanan seluruh Maluku melawan Portugis. Ia menjalin kekerabatan dgn Tidore, Jailolo, Sula, & Ambon untuk gotong royong menggempur Portugis. Perang berkobar selama lima tahun, sementara Portugis sedang dlm kesusahan mengingat Malaka dengan-cara terus-menerus mendapat ancaman dr Aceh. Sedikit demi sedikit, pasukan Sultan Baabulah berhasil menguasai wilayah Portugis & tersisa Benteng Sao Paulo. Setelah ultimatum pada Juli 1575, Portugis terpaksa meninggalkan Maluku baik koloni maupun perdagangannya. Koloni Portugis tersisa di Malaka & Timor, sementara hegemoni dagang di Maluku kemudian digantikan oleh VOC.

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC (1635-1797)

Vereenigde Oost-Indische Compagnie tiba mengambil alih kekuasaan jualan yg ditinggalkan oleh Portugis. VOC memasuki Maluku sekitar tahun 1605, tatkala terjadi pertentangan antara Maluku & Portugis yg berusaha untuk menguasai kembali wilayah tersebut pasca wafatnya Sultan Baabulah. Wafatnya Sultan meruntuhkan persatuan Maluku, & coba dimanfaatkan oleh Portugis. Belanda tiba dgn bantuan yg dgn terpaksa oleh Maluku jikalau tak mau kehilangan lagi kedaulatannya. Portugis berhasil dipukul mundur, namun harga yg harus dibayar yaitu persetujuan monopoli dagang yg disepakati pada tahun 1607. Belanda pula berhak menduduki bekas benteng Portugis, kemudian dinamau Benteng Victoria.

Kebijakan monopoli jualan Belanda dengan-cara biasa jauh lebih memberatkan dibandingkan Portugis. Kondisi riil yg terjadi justru memperlihatkan kekuasaan teritorial dibandingkan sekedar kekuasaan dagang. Setidaknya ada tiga kebijakan penting dlm kegiatan jualan Belanda di Maluku, antara lain :

  • Penyerahan wajib komoditas rempah-rempah pada VOC (monopoli), dgn harga yg sudah ditetapkan.
  • Adanya hak ekstirpasi, yaitu pemusnahan komoditas tatkala harga turun & penanaman bersamaan tatkala harga meningkat. Penerapan hak ini pula dibarengi dgn adanya wilayah-wilayah yg dihentikan untuk menanam rempah.
  • Adanya pelayaran Hongi, yakni kegiatan pemusnahan tanaman-flora rempah yg ditanam diluar izin jualan dgn Belanda.

Perlawanan rakyat Maluku terjadi dengan-cara terpisah & kecil, karena kekuatan kerajaan yg sebelumnya menyatukan kini melemah. Perlawanan yg pernah tercatat dikerjakan oleh Kapten Hitu pada 1635, Telukabesi yg dipadamkan pada 1646, & Saidi di Ambon pada 1650. Keseluruhannya sukses ditumpas, keadaan mampu terkontrol sampai tamat abad ke-17. Satu abad kemudian, pada tahun 1797 terjadi perlawanan besar yg dipimpin oleh Sultan Nuku dr Tidore. Ia sukses membebaskan sementara Tidore dr cengkeraman politik VOC, namun tatkala wafat pada tahun 1805 Tidore kembali takluk. Maluku kini kehilangan identitasnya selaku wilayah independen, lantaran dikuasai dengan-cara teritorial oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sejak tahun 1799.

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (1817)

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengambil alih seluruh bekas wilayah yg dikuasai VOC, salah satunya Maluku. Masyarakat Maluku pastinya tak mampu melawan pendudukan ini karena kekuatan Belanda yg amat besar. Sebagai perpanjangan tangan negara, Pemerintah Kolonial membentuk struktur-struktur yg perlu dlm masyarakat Maluku. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain :

  • Membentuk struktur pemerintahan setempat, salah satunya pemerintahan desa. Serta menunjuk pejabat serta pegawai pemerintah dgn aneka macam peran administratif.
  • Membentuk metode aturan & hukuman yg dapat ditimpakan pada pelanggar peraturan lewat pengadilan di Ambon.
  • Mewajibkan wilayah-wilayah tertentu menyiapkan barang yg diharapkan oleh pemerintah. Baik berupa kuliner, bahan baku, alat-alat, & lain sebagainya.
  • Mencetak & menyebarkan duit kertas tanpa upaya untuk menjaga nilai & eksistensi uang logam selaku mata duit sah sebelumnya.
  • Merekrut perjaka-pemuda maluku untuk menjadi serdadu di Jawa, hal ini berkaitan dgn rencana Gubernur Jenderal Daendels dlm membentuk milisi & mempertahankan Jawa.

Kebijakan-kebijakan tersebut memang sepatutnya yg dijalankan oleh negara pada wilayahnya, namun pastinya tak lepas dr penyelewengan. Korupsi, pemaksaan, ketidakadilan, & ketimpangan ekonomi-sosial membawa rakyat Maluku dlm kondisi yg menyusahkan. Thomas Matulessy yg kemudian menyamarkan diri dgn nama Pattimura, adalah bekas sersan mayor dlm milisi Inggris tatkala masa pendudukan. Tatkala Belanda mengambil alih, mereka kehilangan posisi & melihat makin sengsaranya rakyat. Sehingga dgn beberapa bekas milisi yang lain merencanakan perlawanan dgn cita-cita memperbaiki kondisi rakyat, perlawanan dimulai pada tahun 1817 di Pulau Saparua & menjalar ke seluruh Maluku Tengah.

Penyerbuan pertama dikerjakan pada 15 Mei 1817, tatkala penyerbuan mendadak ke Benteng Duurstede menewaskan Residen van den Berg & keluarganya. Belanda mengalami kesusahan melakukan serangan balik karena tak ada desa-desa yg bersedia berhubungan untuk menyediakan kapal-kapal kecil. Pertempuran berikutnya berpusat di Benteng Zeelandia, Pulau Haruku. Pattimura berniat untuk menguasai benteng ini sehingga Belanda tak mempunyai pusat kekuasaan & harus menyingkir. Perlawanan terus berkembang ke seluruh Maluku, meliputi Hitu, Haruku, Seram, Ambon, & wilayah yang lain. Terakhir, pasukan berusaha untuk merebut Benteng Amsterdam yg mana terus dikepung tetapi tak kunjung takluk. Kekalahan pasukan Pattimura murni lantaran persenjataan yg kalah modern, mengingat desa-desa masih terus mendukung perlawanan. Seluruh pusat pertahanan Pattimura digempur, hutan-hutan disisir oleh serdadu Belanda. Terakhir, akhir tahun 1817 Pattimura & pengikut-pengikut terakhirnya sukses ditaklukkan di Perbentengan Ouw. Pada bulan Desember 1817, Pattimura & beberapa panglimanya dijatuhi hukuman mati di Benteng Nieuw Victoria, Ambon. Mengakhiri selamanya perlawanan rakyat Maluku melawan Belanda.

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.

Alumni Sejarah FIB UI

Lihat pula materi Sejarah lainnya di Sosiologiku.com: