Perbedaan sebuah komunitas Desa tak terjadi sebab perbedaan jenis tumbuhan yg ditanam, melainkan pula terjadi karena perbedaan sistemnya. Sistem pertanian menurut Smith meliputi seperangkat pemikiran , unsur kebudayaan, keahlian teknik, praktik, prasangka & kebiasaan yg berintegarasi dengan-cara fungsional dlm sebuah masyarakat, berhubungan dgn relasi para petani.
Penggunaan teknologi yg masih bersahaja (misalnya penggunaan tugal, bersifat ekstratif, & lainnya. Akan membuat bentuk komunitas Desa yg berlawanan dgn penggunaan teknologi tingkat tinggi (traktor, pupuk produksi & generatif & lainnya. Budi daya pertanian yg pengorganisasiannya bersifat kolektif akan menciptakan corak komunitas Desa yg berlainan dgn jenis kebijaksanaan daya yg bersifat perorangan atau kolektif.
Budi daya pertanian yg pengorganisasiannya bersifat kolektif & membuat komunitas Desa yg berbeda dgn jenis akal daya yg bersifat individual atau kolektif. Sistem dua kelas (adanya tuan tanah yg berhadapan dgn petani penggarap), akan menciptakan komunitas Desa yg berlainan dgn Sistem satu kelas (pemilikan tanah petani rata-rata sama luasnya). Sistem pertanian ladang berpindah contohnya (shifting cultivation) atau petani huma yg menciptakan komunitas yg berlawanan dgn sistem pertanian menetap.
Menurut Eric R. Wolf (1983) ada yg berpendapat bahwa petani huma ini tak mungkin sulit diintegarasikan dengan-cara sosial & politik. Maka, ada yg cendrung menyimpulkan bahwa peladang berpindah ini tak termasuk komunitas petani atau Desa. Di Negara kita (Indonesia) para peladang & sawah dapat digolongkan ke dlm perambah hutan yg diprogramkan guna diubah cara bertaninya, yakni dgn cara menetap. Komunitas petani, menerapkan suatu sistem yg konsisten dlm cocok tanam mereka, dlm hal ini akan tampaksatuan sosial yg kohesif & terperinci.