Jurnalis Indonesia, yg terdiri dr koran Tempo, Detik, Media Indonesia, Kompas, Tribun, Ruai TV, TVRI di (Negara Indonesia), media koran memang jelas dgn banyak sekali persaingan diterapkan setiap pertentangan yg pernah terjadi pada tahun 2000an mungkinkah berlanjut 2021, dimana pertentangan yg belum terekspos oleh Orang melayu RT 003, Itu pada aspek budaya penduduk setempat, pada padi terang terjadi.
Tetapi, apakah mereka mengekspos kebiadaban mereka itu, ditengah publik & penduduk dgn hasil pertentangan yg mereka ciptakan di Pontianak, Kalimantan Barat, Untuk menerima keyakinan publik di mata masyarakat, terang mereka datang pada tahun 2016, desain fisik & spritualitas mengarah pada pembangunan insan, kebiadaban mereka di Kalimantan Barat.
Berbagai dilema ditujukan pada aturan pastinya, yg menjadi penting pada metode politik di Indonesia, Kalimantan Barat tatkala itu. Ada tak jurnalis yg jujur kepada hal ini, sebut saja Perdana menteri Malaysia Mahathir, (tidak ada manfaatnya) 2020 di Malaysia, enggan ingin berjumpa dgn para jurnalistik itu.
Berbagai pihak berwajib seperti polisi, baru menyadari dilema itu di tengah masyarakat, & dunia Internasional atas pelaku yg menciptakan pertentangan sosial, & pula orang bau tanah mereka di hadapan ruang privasi & publik.
Dayak 1967 – 1999 – 2008 jelasnya mereka, ialah orang PDI Perjuangan, dgn demikian mereka berada pada keadaan pemberian terhadap tembok gereja, yg dihasilkan dr pembangunan pajak ekonomi masyarakat di kota.
Pontianak – untuk menutupi kebiadaban orang itu, sebut saja pak RT 003, media mana yg meliput perlakukan mereka, termasuk orang Batak Siregar, Sihombing (Batak – Melayu – Tionghoa Hakka – Jawa) itu di Pontianak. Dengan mencari nama baik mungkin setiap media.
Menciptakan suatu konflik yg mampu mempercayakan contohnya “saya” untuk mencatat berbagai kebiadaban jurnalis pada pertentangan kepentingan politik, termasuk para suku dgn atas agama Kristiani – Islam, di Kalimantan Barat.
Catatan politik lokal di Pontianak, menjadi identitas bagi mereka terhadap dinamika budaya politik (kader partai PDI Perjuangan, utamanya untuk petugas dapil kota) – Dayak, kepada suku-suku disini, yg mereka sampaikan & berlindung dibalik aturan akan kebenaran. Padahal yg dapat dimengerti bagaimana sistem politik mereka melakukan pekerjaan , dgn perkampungan mereka buat itu.