Manusia merupakan makhluk sosio-budaya yg memperoleh prilakunya melalui belajar. Apa yg dipelajari pastinya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial & budaya. Dari berbagai aspek berguru manusia, komunikasi ialah aspek yg terpenting & paling fundamental. Dengan berkomunikasi kita beradaptasi & bekerjasama dgn lingkungan kita, serta menerima keanggotaan & rasa memiliki dlm aneka macam kelompok sosial yg mempengaruhi.
Dalam konteks sosial yg luas, sudah dapat dirangkum bahwa budaya selaku paduan contoh-pola yg merefleksikan respons-respons komunikatif terhadap ransangan dr lingkungan. Pola-teladan budaya ini pada gilirannya mencerminkan elemen-elemen yg sama dlm perilaku komunikasi individual. Le Vine (1973) menyatakan pikirannya tatkala mendefinisikan budaya selaku seperangkat hukum yg terorganisasikan mengenai cara-cara yg dikerjakan individu-individu dlm penduduk berkomunikasi satu sama lain & cara mereka perpikir ihwal diri mereka & lingkungan mereka.
Proses yg dilalui tentunya dlm hal ini diperoleh aturan (budaya) komunikasi dimulai pada masa awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi & pendidikan, pola-contoh budaya ditanamkan ke dlm sistim saraf & menjadi serpihan kepribadian & perilaku kita (Adler,1976). Proses berguru yg terinternalisasikan memungkinkan untuk berinteraksi dgn anggota-anggota budaya lainnya yg pula memiliki contoh-teladan komunikasi serupa.
Sementara, bagaimana bila seseorang terlahir & terenkulturasi dlm suatu budaya tertentu memasuki suatu budaya lain selaku seorang imigran atau pengungsi untuk selamanya? Hal ini, pastinya imigran akan akan membangun sebuah hidup baru & menjadi anggota masyarakat pribumi. Kehidupannya dengan-cara fungsional akan tergantung pada masyarakat pribumi. Tidak gampang dlm mengerti sikap-perilaku kehidupan yg sering tak dibutuhkan & tak dikenali.
Sebagai anggota gres dlm budaya berlainan, pastinya mesti menghadapi banyak aspek kehidupan yg ajaib. Asumsi ini pastinya budaya tersembunyi & respons-respons yg sudah terkondisikan menimbulkan banyak kesusahan kognitif, afektif, & sikap dlm adaptasi diri dgn budaya yg gres. Seperti yg dikemukakan Schutz (1960:108), bahwa “bagi orang asing, acuan budaya kalangan yg dimasukinya bukanlah merupakan kawasan berteduh tapi ialah suatu arena petualangan.