Pada masa Kolonial Belanda, Kalimantan Barat di pimpin oleh sistem kerajaan yg dikenal dgn kesultanan, memang lebih paham dgn aneka macam sistem kerajaan menurut perintahnya. Dengan menghasilkan peroleha sungai, & darat yg meliputi hasil perikanan, pertanian, & lainnya sudah membentuk suatu sistem kerajaan pada masa itu, hingga ketika ini dgn aneka macam peran abdi dalem suatu kerajaan.
Ketika itu, banyak sekali aktivitas orang Melayu saat ini, dipahami dgn acara yg berjalan di tepian sepanjang sungai Kapuas dapat ditemui banyak sekali keunikan rumah lanting yg biasa dipakai penduduk Melayu selaku tempat mereka tinggal & beraktivitas di tepian sungai.
Hal ini, dapat ditemui tatkala aneka macam kegiatan yg mereka kerjakan kerap kali dilaksanakan, biasanya di Kab. Mempawah upacara robo-robo merupakan penggalan dr perayaan yg dijalankan mereka untuk melaut, atau Nelayan.
Rumah lanting dibangun diatas sungai, sebagai tempat tinggal suku Melayu yg bermata pencaharian pokok selaku Nelayan. Pada bagi dibawah berdiri kayu bulat & disalah satu segi tali diikat untuk menahan rumah biar tak terbawa arus sungai atau hanyut.
Fondasi rumah lanting yaitu rakit yg terapung diatas sungai, jenis rumah ini lazimnya terdapat di Kab. Sambas, Sanggau, Sekadau, Sintang & Kapuas Hulu. Kehidupan masyyarakat Nelayan dapat dijumpai diberbagai wilayah disekitar sungai, karena dgn aktivitas Nelayan masyarakat, penduduk Melatu di Kalimantan Barat, mempunyai ragam masakan yg bisa dihindangkan sebagai kuliner khas di masing-masing wilayah.
Disitu, terdapat banyak sekali ragam macam ikan, termasuk ikan belidak, ikan toman, & banyak lagi hasil yg bisa ditemui dgn hasil dr sepanjang sungai di Kalimantan Barat ini. Tepatnya, penduduk Melayu memahami peluangsungai selaku serpihan dr hasil mereka di berbagai daerah sekitar sungai.
Orang Melayu dgn banyak sekali karakteristik mereka hidup dgn alam di sungai, tentunya menawarkan mereka penghidupan kepada masyarakat sekita mereka dgn apa yg dihasilkan sebagai budaya dr kehidupan mereka dikala ini.