Korps Pegawai Republik Indonesia atau biasa disebut dgn Korpri merupakan organisasi yg mewadahi para pegawai BUMN, pegawai BUMD, anak perusahan BUMN & BUMD, karyawan Pemerintah Desa & Pegawai Negeri Sipil. Beberapa orang mengaitkan Korpri dgn Pegawai Negeri Sipil. Padahal jangkauan Korpri lebih luas ketimbang itu. Kedudukan & pekerjaan Korpri senantiasa berafiliasi dgn kedinasan. Tentu para pegawai ini berjasa & berkontribusi menyelesaikan banyak persoalan di Indonesia. Berikut kita akan membicarakan sejarah hari Korps Pegawai Republik Indonesia.
Sejarah Hari Korps Pegawai Republik Indonesia
Sejarah Korpri bergotong-royong sudah bisa dilacak semenjak kala penjajahan. Dulu rakyat Indonesia cuma menjadi pegawai biasa & berekonomi biasa pula tatkala masa Hindia Belanda. Semua cuma menjadi kepentingan penjajah. Hanya kalangan tertentu yg bisa menerima jabatan & gaji yg khusus pula. Kemudian Perang Dunia Kedua meletus & serdadu Kekaisaran Jepang menghalau Belanda dr Hindia Belanda. Nasib para pegawai pula tak beda jauh dr zaman Belanda.
- Pasca Kemerdekaan
Satu bulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pemerintah Indonesia mulai mengambil perilaku terkait pegawai. Pada tanggal 25 September 1945, Mr. Kasman Singodimedjo selaku ketua Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP mengeluarkan kalimat yg menerangkan tentang pegawai Indonesia. Presiden Indonesia waktu itu, Bung Karno, berkata bahwa pegawai-pegawai Indonesia di segala tingkatan & jabatan ditetapkan jadi pegawai Negara Republik Indonesia. Dengan penuh akidah para pegawai ini akan menumpahkan segala usahanya, raga & jiwa demi keselamatan negara tecinta. Sekretaris Negara ingin diberitahu bahwa yg diturutinya hanyalah perintah dr Pemerintah Republik Indonesia.
Tugas KNIP di masa 1945 hingga 1950 melakukan urusan legislatif. Pada waktu itu, lembaga yg kita kenal dgn Majelis Permusyawaratan Rakyat & Dewan Perwakilan Rakyat masih belum terbentuk. Mr. A. G. Pringgodigdo mengeluarkan edaran yg membicarakan sumpah pegawai. Sumpah ini akan diteruskan ke para pegawai & nantinya akan diucapkan bareng . Untuk menangkal keraguan & kekacauan, seharusnya dijelaskan pula bahwa hanya perintah Republik Indonesia yg dituruti oleh pegawai & para menteri atau para pembesar negara berperan sebagai mediator perintah.
- Era Republik Indonesia Serikat
Belanda mengakui kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949 & ini berpengaruh ke kebijakan pada pegawai. Para pegawai NKRI sebelumnya sudah terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu para pegawai yg bekerja di wilayah kekuasaan Indonesia. Kelompok kedua yaitu para pegawai RI yg bekerja di tempat yg diduduki Belanda tapi tak bersedia melakukan pekerjaan sama dgn Belanda. Kelompok kedua ini disebut non kolaborator. Sedangkan kelompok ketiga yaitu pegawai pemerintah yg mau bekerja sama dgn Belanda. Kelompok ketiga ini disebut dgn kolaborator. Setelah akreditasi kedaulatan di tanggal tersebut, tiga jenis pegawai ini disatukan pegawai Republik Indonesia Serikat.
Era Republik Indonesia Serikat atau yg kita kenal dgn kala parlementer condong kurang stabil. Pemerintahan diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem negara menganut tata cara multipartai. Para politisi, tokoh partai saling bergantian & jatuh bangun untuk memegang kontrol pemerintahan. Hingga memimpin beberapa macam departemen yg dlm waktu bersamaan pula memilih pegawai negeri. Sehingga warna tiap departemen pula berganti-ubah. Cenderung condong ke partai yg berkuasa saat itu. Partai yg terlalu mendominasi dlm pemerintahan terlalu mengusik fungsi pelayanan publik. Selain itu, PNS yg normalnya bertujuan untuk melayani masyarakat atau publik & negara tetapi malah menjadi alat politik partai. Di lingkungan PNS sendiri pun menjadi terkotak-kotak tergantung ke partai mana ia berpihak.
Sistem penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yg adil & sehat malah nyaris tak terealisasi. Contohnya dlm peningkatan pangkat atau jabatan. PNS mampu naik pangkat jika memiliki loyalitas yg tinggi pada partai atau pimpinan departemennya. Keberpihakan pegawai pemerintah terlalu kentara di faktor ini. Situasi tak normal ini terus ada hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem evaluasi prestasi atau karir pegawai negeri yg adil & sehat malah hampir tak terealisasi. Contohnya dlm peningkatan pangkat atau jabatan. PNS bisa naik pangkat bila mempunyai loyalitas yg tinggi pada partai atau pimpinan departemennya. Keberpihakan pegawai pemerintah terlalu kentara di aspek ini. Situasi tak wajar ini terus ada sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
- Era Demokrasi Terpimpin
Dekrit Presdien 5 Juli 1959 sukses menenteng tata cara negara kembali ke metode presidensil sesuai dgn 1945. Saynganya, efek dr kekuasan Bung Karno selaku kepala pemerintah & kepala negara cukuplah besar. Bung Karno pula mengumumkan kebijakan Nasionalis Agama & Komunisme atau biasa disingkat dgn Nasakom. Kita mengenal masa ini dgn nama Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin ini pula mempunyai dampak pada pegawai negeri. Beberapa upaya supaya pegawai negeri tetap netral dr efek beberapa partai yg berkuasa. Salah satu teladan upayanya yaitu dgn menulis UU No. 18 Tahun 1961 yg melarang pegawai negeri aktif atau menjadi anggota dr suatu organisasi yg bersifat politik (pasal 10 ayat 3). Waktu itu diperlukan ada Peraturan Pemerintah yg mengatur UU ini. Tapi sayang PP yg dinantikan malah tak muncul. Situasi memburuk tatkala terjadi percobaan kudeta oleh kaum komunis pada tanggal 30 September 1965. Cukup banyak pegawai pemerintah yg terjebak & ternyata malah mendukung komunisme.
- Era Orde Baru & Reformasi
Era Bung Karno selsai sesudah kejadian perebutan kekuasaan PKI & kini Indonesia masuk ke kala Orde Baru. Di kala inilah timbul Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971 yg keluar pada tanggal 29 November 1971. Korpri adalah wadah yg mengumpulkan & mendidik semua pegawai negeri di luar kedinasan. Kemudian tujuan pembentukan Korpri yaitu supaya pegawai negeri memelihara kestabilan sosial & politik di Indonesia ini. Pada tanggal 29 November inilah hari Korpri diperingati. Tapi beberapa waktu kemudian, Korpri menjadi alat politik lagi.
Di abad reformasi keadaan Korpri mulai diperbaiki lagi. Hingga kesannya terjadi perdebatan di antara negarawan khususnya di DPR. Akhirnya kesepakatan di dapat bahwa Korpri wajib netral dengan-cara politik. Para presiden sehabis abad reformasi mendukung kemauan Korpri semoga tetap netral, berorientasi pada pekerjaan, pelayanan, peran & menjunjung tinggi profesionalisme.
Selain sejarah hari korps pegawai republik Indonesia, lumayan banyak hari-hari lain yg layak diperingati. Contohnya seperti sejarah hari Tentara Nasional Indonesia, hari pendidikan nasional, sejarah hari anak nasional, sejarah hari Kartini, sejarah hari santri dan sejarah hari guru.