Sejarah Kejadian 10 November Di Surabaya Secara Singkat

Tanggal 10 November senantiasa diperingati setiap tahunnya selaku Hari Pahlawan di Sejarah Monumen Tugu Pahlawan Surabaya. Sejarah Peristiwa 10 November senantiasa menarik untuk dibahas sebab insiden tersebut memperlihatkan betapa besarnya harapan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Pertempuran Surabaya adalah pertempuran serdadu & milisi pro-kemerdekaan Indonesia & Tentara Britania Raya & India Britania. Puncak peperangan ini yakni terjadinya Peristiwa 10 November 1945.

Kronologi Sejarah Peristiwa 10 November

Penjelasan lebih rinci perihal kronologi sejarah Peristiwa 10 November yakni sebagai berikut:

  1. Kedatangan Tentara Inggris yg diboncengi oleh Tentara Belanda

Peristiwa 10 November tak terlepas dr kedatangan Tentara Inggris yg diboncengi oleh Tentara Belanda. Kedatangan Tentara Inggris yg tergabung dlm AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) menurut keputusan & atas nama Blok Sekutu. Kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti Tentara Jepang, membebaskan tawanan perang yg ditahan Jepang, & memulangkan tentara Jepang ke negerinya.

Namun, kedatangan Tentara Inggris ternyata diboncengi oleh Tentara Belanda NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng ke Indonesia untuk mengembalikan Indonesia pada manajemen pemerintahan Belanda selaku negeri jajahan Hindia Belanda. Hal ini memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia dimana-mana untuk melawan serdadu AFNEI & pemerintahan NICA. Baca pula Agresi Militer Belanda 1, Agresi Militer Belanda 2, & masa penjajahan Belanda di Indonesia.

  1. Pengibaran Bendera Belanda di Hotel Yamato

Pasca Sejarah Kemerdekaan Indonesia & dikeluarkannya maklumat pemerintah Soekarno tanggal 31 Agustus 1945 yg menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan tersebut kian meluas ke segenap pelosok kota Surabaya.

Setiap kawasan strategis & berbagai daerah yang lain dikibarkan bendera Indonesia. Misalnya, di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (Kantor Syucokan, gedung Gubernuran kini, Jalan Pahlawan) yg berlokasi di muka gedung Kempeitai (kini Tugu Pahlawan), di atas Gedung Inernatio. Gerakan pengibaran bendera ini disusul barisan pemuda dr segala penjuru di Surabaya. Mereka menjinjing bendera Indonesia datang ke Tambaksari (lapangan Stadion Gelora 10 November) dlm rangka menghadiri rapat raksasa yg diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya.

Lapangan Tambaksari dipenuhi lambaian bendera merah putih yg disertai pekik “Merdeka” yg diteriakkan massa. Rapat terus berjalan meskipun pihak Kempetai melarang rapat tersebut. Namun, pihak Kempetai tak mampu menghentikan & membubarkan massa rakyat Surabaya tersebut. Puncak dr gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi saat kejadian perobekan bendera di Yamato Hoteru atau Hotel Yamato atau Oranje Hotel (ketika ini berjulukan Hotel Majapahit) yg berlokasi di Jalan Tunjungan No. 65 Surabaya.

Insiden Hotel Yamato diawali dgn sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W. V. Ch Ploegman pada malam hari, tepatnya pukul 21.00 pada tanggal 19 September 1945, yg mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru). Hal ini dilaksanakan tanpa kesepakatan Pemerintah Republik Indonesia Daerah Surabaya. Pengibaran dijalankan di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, segi sebelah utara.

Keesokan harinya, para pemuda Surabaya menjadi murka sebab menyaksikan bendera Belanda berkibar di hotel tersebut. Pengibaran tersebut dianggap sebagai tindakan penghinaan kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, & bahkan dianggap melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yg sedang berjalan di Surabaya.

Kabar tersebut tersebar ke seluruh kota Suarabaya, sehingga dlm waktu singkat Jalan Tunjungan dibanjiri oleh massa yg geram. Residen Sudirman, seorang pejuang & diplomat yg sedang menjabat selaku Wakil Residen sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah Republik Indonesia, tiba menemui Mr. Ploegman. Sudirman dikawal oleh Sidik & Hariyono dikala berunding dgn Mr. Ploegman untuk menurunkan bendera tersebut.

Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda & menolak mengakui kedaulatan Indonesia. Ia kemudian mengeluarkan pistol & terjadi pertengkaran dlm ruang negosiasi. Ia tewas dicekik oleh Sidik, yg pula tewas oleh Tentara Belanda yg berjaga-jaga. Sudirman & Haryono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.

Para cowok alhasil mendobrak pintu hotel sampai terjadi pertengkaran di lobi hotel. Mereka berebut untuk bisa naik ke lantai atas. Hariyono kembali ke dlm hotel & terlibat dlm pemanjatan tiang bareng Kusno Wibowo. Mereka sukses menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, & mengereknya kembali ke puncak tiang. Peristiwa perobekan bendera Belanda tersebut disambut oleh massa di bawah hotel dgn pekik “Merdeka” berulang kali.

Setelah peristiwa tersebut maka meletuslah peperangan pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-serangan kecil kemudian menjelma serangan yg banyak menelan korban jiwa di kedua belah pihak. Pihak Inggris, lewat Jenderal D. C. Hawthorn, kesannya meminta dukungan Presiden Soekarno untuk meredakan ketegangan yg terjadi. Baca pula sejarah Monumen Tugu Pahlawan, bangunan bersejarah di Surabaya & masjid bersejarah di Indonesia.

  1. Tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby

Gencatan senjata terjadi antara pihak Indonesia & pihak Tentara Inggris ditandai dgn penandatanganan pada tanggal 29 Oktober 1945. Situasi menegangkan diantara kedua belah pihak berangsur-angsur mereda. Meskipun tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya antara kedua belah pihak. Bentrokan-bentrokan tersebut kian memuncak dgn terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan prajurit Inggris untuk Jawa Timur). Insiden ini terjadi pada tanggal 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30.

Mobil yg ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dgn serombongan milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Terjadi kesalahpahaman yg menimbulkan tembak menembak antara kedua belah pihak. Hal ini menyebabkan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia. Mobil yg ditumpangi Mallaby pun terbakar alasannya terkena ledakan granat yg menimbulkan mayit Mallaby sukar diketahui.

Hal ini menyebabkan pihak Inggris marah pada pihak Indonesia. Mereka kemudian menggantikan Mallaby dgn Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Selain itu, dikeluarkan pula ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan & menghentikan perlawanan pada Tentara AFNEI & Administrasi NICA.

  1. Peristiwa 10 November

Ultimatum yg dikeluarkan oleh pengganti Jenderal Mallaby dianggap selaku penghinaan bagi para pejuang & rakyat. Pasalnya ultimatum tersebut memerintahkan bahwa semua pimpinan & orang Indonesia yg bersenjata mesti melapor & menaruh senjatanya di daerah yg diputuskan & menyerahkan diri dgn mengangkat tangan ke atas. Waktu batas ultimatum adalah pukul 06.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.

Sepuluh November pagi, Tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Mereka mendapatkan perlawanan dr pasukan & milisi Indonesia. Para pejuang kemerdekaan,mirip Bung Tomo, menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu untuk berjuang melawan. Para tokoh-tokoh agama, seperti KH. Hasyim Asy’ari & KH. Wahab Hasbullah, mengerahkan santri-santri & penduduk sipil sebagai milisi perlawanan. Baca pula sejarah Hari Santri & pahlawan nasional dr NTB.

Perlawanan berjalan alot selama sekitar tiga ahad. Pada awalnya perlawanan rakyat berlangsung dengan-cara impulsif & tak terkoordinasi, tetapi makin hari makin teratur. Sekitar 6.000 – 16.000 pejuang dr pihak Indonesia kehilangan nyawanya & 200.000 rakyat sipil mengungsi. Sebanyak 600 – 2.000 pasukan Inggris & India tewas dlm pertempuran tersebut.

Banyaknya pejuang yg gugur & rakyat sipil yg menjadi korban menimbulkan hari ini kemudian diingat selaku Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia. Baca pula pahlawan nasional dr Jawa Timur & museum di Surabaya. Inilah kronologi sejarah Peristiwa 10 November yg syarat dgn nuansa heroik. Semoga bermanfaat.

  Hubungan perubahan budaya dan sosial