Sejarah Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara (Sejarah TNI)

Pada tamat sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk panitia kecil yg bertugas membicarakan pembentukan tentara kebangsaan.
Sebagai tindak lanjut dr anjuran tersebut, presiden menugaskan Abdul Kadir, Kasman Singodimedjo, & Otto Iskandardinata untuk merencanakan pembentukan prajurit kebangsaan.
Hasil kerja panitia kecil itu dilaporkan dlm rapat Pleno PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian rapat pleno menetapkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR ditetapkan selaku potongan dr Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yg merupakan induk organisasi dgn tujuan untuk memelihara keselamatan masyarakat, serta merawat para korban perang.
Sementara itu, suasana keamanan tampaknya akan makin buruk lantaran dibayang-bayangi oleh hadirnya prajurit Sekutu & Belanda di Indonesia.
Menghadapi suasana demikian para perjaka merasa terpanggil untuk berjuang memanggul senjata. Untuk itu, berdirilah banyak sekali organisasi kelaskaran di banyak sekali daerah.
Melihat perkembangan situasi yg makin membahayakan negara, pimpinan negara menyadari bahwa sulit untuk mempertahankan negara & kemerdekaan tanpa angkatan perang.
Dalam keadaan mirip itu, pemerintah memanggil pensiunan Mayor KNIL Oerip Soemoharjo dr Jogjakarta ke Jakarta & diberi tugas membentuk serdadu kebangsaan.
Dengan Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945, terbentuklah organisasi ketentaraan yg bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Semula yg ditunjuk menjadi pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi, pimpinan perlawanan Peta di Blitar (Februari 1945), & sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkat Muhammad Surjoadikusumo, mantan Daidanco Peta.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah itu pula, Oerip Soemoharjo membentuk Markas Tinggi TKR di Jogjakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 devisi & di Sumatra 8 divisi.
Berkembangnya suasana yg makin tak menentu menjadikan TKR memerlukan figur pimpinan yg kuat & berwibawa.
Akan namun, Supriyadi yg telah ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi TKR belum pula muncul sehingga di golongan TKR merasa perlu segera mengisi kekosongan tersebut.
Dalam pertemuan TKR di Jogjakarta pada tanggal 12 Nopember 1945, Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas terpilih menjadi pimpinan tertinggi TKR. Pengangkatan Kolonel Soedirman dlm jabatan terealisasi sesudah selesainya pertempuran di Ambarawa.
Untuk menetralisir kesimpangsiuran, Markas Besar TKR pada tanggal 6 Desember 1945 mengeluarkan suatu maklumat.
Isi maklumat itu menyatakan bahwa selain tentara resmi (TKR) pula dibolehkan adanya laskar, alasannya adalah hak & keharusan menjaga negara bukanlah monopoli serdadu.
Pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah mengangkat Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR dgn pangkat jenderal. Adapun selaku Kepala Staf Umum TKR dipegang oleh Mayor Oerip Soemoharjo.
 dibentuk panitia kecil yg bertugas membahas pembentukan tentara kebangsaan Sejarah Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara (Sejarah TNI)
Gambar: Mayor Oerip Soemoharjo
Adapun perkembangan Tentara Keamanan Rakyat yakni selaku berikut.
  1. Pada tanggal 7 Januari 1946, pemerintah mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian Kementerian Keamanan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia.
  2. Tanggal 24 Januari 1945, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mendirikan tentara kebangsaan yg yakin pada kekuatan sendiri.
  3. Pada tanggal 5 Mei 1947, presiden mengeluarkan dekret guna membentuk suatu panitia yg ia pimpin sendiri dgn nama Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Panitia tersebut beranggotakan 21 orang dr aneka macam pimpinan laskar yg paling kuat. Pada tanggal 3 Juni 1947 keluar suatu penetapan yg menyatakan bahwa TRI berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mereorganisasi tentara kebangsaan yg benar-benar profesional.
Baca juga: Pembentukan Kelengkapan Negara