Sejarah Pengembalian Irian Barat

Perjuangan untuk merebut kembali wilayah Irian Barat dr cengkraman pemerintah Belanda dilakukan dgn berbagai macam jalur. Jalur diplomasi salah satunya di tempuh demi pembebasan wilayah Irian Barat pun mulai dilakukan mirip yg dilaksanakan pemerintah kabinet Natsir pula kabinet-kabinet berikutnya sellu berupaya membebaskan wilayah Irian Barat. Akan tetapi semua upaya diplomasi senantiasa selsai dgn suatu kegagalan. Hal tersebut disebabkan pemerintah Belanda senantiasa bersikukuh bahwa Irian Barat merupakan daerahnya. Belanda bahkan dengan-cara terang-terangan menyebutkan Irian Baratsebagai salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Belanda pada bulan Agustus 1952.

Pejuangan Pembebasan Irian Barat yang di upayakan oleh pemerintah Indonesia jadinya berbuah simpati dr penduduk dunia. Terutama pihak Amerika serikat dgn mengusulkan diadakanya sebuah konferensi yg membahas tentang hal-hal dlm upaya pengembalian wilayah Irian Barat kembali ke kedaulatan Republik Indonesia. Elsworth Bunker di tunjuk selaku wakil pihak Amerika Serikat untuk menjadi penengah di dlm konferensi tersebut. Berikut anjuran yg diberikan oleh Elsworth Bunker dlm pertemuan tersebut yg kemudian populer dgn istilah rencana Bunker.

  1. Wilayah pemerintahan Irian Barat yg dikuasai oleh pihak Belanda harus dikembalikan pada pemerintah Indonesia.
  2. Diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera).
  3. Pengembalian wilayah Irian Barat mesti terselesaikan dlm tempo dua tahun.
  4. Dilakukan masa Peralihan, yaitu masa pengambil alihan kekuasaan atas wilayah Irian Barat

Usulan yg diutarakan Elsworth bunker tersebut mendapatkan sambutan yg kasatmata oleh pemerintah Belanda & pula Indonesia. Meski pemerintah Belanda sebelumnya belum menunjukkan respon kepada usulan yg diungkapkan oleh Bunker tersebut, akibatnya karena desakan oleh pihak Amerika Serikat pemerintah Belanda pun menyetujui hal tersebut . Karena Amerika serikat berdalih tak menginginkan kalau Belanda hancur karena ada praduga Indonesia akan dibantu oleh pihak Uni Soviet.

Artikel terkait:

Perjanjian di kota New York

Dilatari oleh usaha pemerintah Indonesia untuk mengembalikan wilayah Irian barat ke pangkuan ibu pertiwi dr kekuasaan Belanda. Saat Konferensi Meja Bundar (KMB) yg berjalan di kota Den Haag, Belanda, didalam keputusannya salah satunya mengenai permasalahan Irian Barat yng akan di tuntaskan dlm waktu satu tahun, namun berselang waktu berjalan hingga tahun 1961 Belanda tak kunjung merealisasikannya. Dan cnderung ingin mengingkari perjanjian dlm konferansi tersebut.

Akhirnya 15 Agustus 1962 kontrak di adakan di kota New york & diadakan di markas besar PBB. Dari pemerintah Belanda mewakilkan Dr. Van Roijen selaku wakilnya & Adam Malik mewakili pemerintah Indonesisa serta Elsworth Bunker selaku perantara. Kesepkatan yg dijalankan oleh kedua belah pihak pun berjalan dgn tanpa gangguan, hal tersebut ditandai dgn ditandatanganinya kesepakatan diantara pemerintah Indonesia & pemerintah Belanda. Perjanjian tersebut kemudian lebih sering disebut dgn persetujuan New York.

Berikut pokok-pokok kontrak dlm persetujuan New York, diantaranya.

  1. Setelah perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak, paling lambat 1 Oktober 1962  pemerintah Belanda mesti menyerahkan wilayah Irian Barat pada PBB melalui United Nations Temporary Execative Auyhority atauUNTEA.
  2. Wilayah Irian Barat sejak 1 Oktober 1962 sampai dikembalikan pada pemerintah Indonesia pada 1 Mei 1963  berada dibawah tanggung jawab PBB dlm hal ini  UNTEA selaku pelaksananya.
  3. Pasukan militer milik pemerintah Belanda meninggalkan wilayah Irian Barat bertahap & tak di ijinkan melakukan acara yg bermuatan militer lagi dibawah pengawasan otoritas PBB dlm hal ini UNTEA.
  4. Sejak 31 Desember 1962 disebelah bendera PBB akan dikibarkan pula bendera merah putih milik pemerintah Indonesia.
  5. Secara resmi wilayah Irian Barat akan diserahkan oleh PBB pada 1 Mei 1963 pada pemerintah Indonesia
  6. Sebelum akhir tahun 1969 ,diadakannya Ascertainment of the wishes of the people atau Penentuan Pendapat Rakyat kemudian lebih dikenal dgn PEPERA di Irian Barat.
  7. Pasukan militer Indonesia yg berada di wilayah Irian Barat tetap berada di Irian Barat akan tetapi begabung dgn pasukan milik PBB.

UNTEA merupakan pemerintahan sementara yg dibuat oleh dewan PBB pada masa peralihan sebelum Irian Barat resmi diserahkan pada pemerintah Indonesia. Dan mulai saat itu bendera PBB pun dikibarkan menggantikan bendera Belanda. PBB mengantarkan CEO Jalal Abdoh dr Iran sebagai kepala UNTEA, & menunjuk E.J. Bonay seorang putra orisinil Irian Barat untuk menjabat selaku gubernur. Dan demi memberi jaminan keselamatan di wilayah Irian Barat, PBB menciptakan United Nations Security Forces (UNSF). Dan NSF tersebut kemudian dikepalai oleh seorang berkebangsaan Pakistan berjulukan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan.

Artikel terkait:

Penentuan Pendapat Rakyat atau PEPERA

Penyerahan wilayah Irian Barat yg pada pemerintahan Indonesia dilakukan di kota Holandia (Kota Baru) pada 1 mei 1963. Untuk menindaklanjuti perjanjian di dlm Persetujuan New York yg dengan-cara resmi sudah ditandatangani kedua belah pihak baik pemerintah Belanda maupun pemerintah Indonesia. Maka segeralah dilaksanakan PEPERA sebelum menjelang final tahun 1969, & hal tersebut dilaksanakan lewat tiga proses tahapan, sebagaimana berikut penjelasannya.

  1. Tahapan pertama dimulai dgn menyelenggarakan musyawarah apalagi dahulu mengenai tata laksana PEPERA yg diadakan pada 24 Maret 1969 dgn menghimpun dewan- dewan kabupaten yg ada di seluruh Wilayah Irian Barat.
  2. Tahapan kedua diadakannya pemungutan bunyi guna memilih anggota Dewan Musyawarah PEPERA yg berakhir juni 1969. Dalam pemilihan tersebut sudah berhasil memperoleh 1.206 anggota terpilih, diantaranya 43 anggota perempuan serta 983 anggota pria. Para anggota tersebut berasal dr delapan kabupaten di wilayah Irian Barat.
  3. Tahapan terakhir atau yg Ketiga merupakan aktivitas utama ialah PEPERA itu sendiri. Pelaksanaan acara tersebut dijalankan di seluruh kabupaten wilayah Irian Barat, yg bermula di Merauke pada 14 juli 19609 hingga selsai 4 agustus 1969 di Jayapura.

Setiap aktivitas tersebut turut disaksikan pula oleh delegsi dr PBB yakni DR. Fernando Ortiz Sanz, pemerintah Belanda pula utusan dr Australia. Dari aktivitas PEPERA yg sudah diselenggarakan di seluruh wilayah Irian Barat dgn di saksikan oleh delegasi-utusan kedua belah pihak serta pihak netral adalah PBB, didapatkan suatu hasil yg menampilkan bila rakyat yg tinggal di wilayah Irian Barat tetap menginginkan berada & bersatu dibawah kedaulatan pemerintah Republik Indonesia. Dengn hasil tersebut pemerintah Belanda kemudian merelakan serta mendapatkan hasil tersebut.

Ortis Sanz seorang duta besar perwakilan dr PBB menenteng hasil dr diselenggarakannya kegiatan PEPERA tersebut yg kemudian dilaporkan serta di serahkan dlm sidang umum dewan keselamatan PBB. Pada 19 November 1969 digelar Sidang Umum Dewan Keamanan PBB yg ke- 24. Di dlm sidang tersebut berisi persetujuan mengenai resolusi Belanda, Muangthai, Malaysia, Belgia, Luxemburg pula Indonesia, serta menetapkan untuk mendapatkan hasil keputusan yg telah diambil dlm PEPERA yg seharusnya telah sesuai dengaan jiwa & isi dlm Persetujuan New York.

  Kolonialisme dan Imperialisme