Sejarah Perang Bubat Antara Majapahit Dan Pajajaran

Perang Bubat merupakan perang singkat yg terjadi pada tahun 1357 M di masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dr Kerajaan Majapahit. Perang Bubat terjadi sebab adanya pertikaian antara Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit dgn Prabu Maharaja Linggabuana dr Kerajaan Sunda.

Dalam perang yg bertempat di Pasanggrahan Bubat tersebut, seluruh rombongan Kerajaan Sunda tewas & merupakan kesalahan paling besar dr Gajah Mada selama menjabat sebagai Mahapatih. Peristiwa Bubat dlm catatan resmi Majapahit kurang diuraikan, kurang lebih mungkin sebab Majapahit ingin mengubur kenangan pahit dr peristiwa tersebut.

Tidak ada tulisan tentang Perang Bubat dlm naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca yg ditulis pada tahun 1365 M atau satu tahun setelah Gajah Mada wafat. Akan tetapi desa Bubat diceritakan sebagai desa yg memiliki lapangan luas & pernah dikunjungi oleh Hayam Wuruk untuk menyaksikan pertunjukan seni & hiburan.

Nama Bubat sendiri bisa jadi mempunyai arti berasal dr kata “Butbat” yg mempunyai arti “Jalan yg Lega & Lapang”. Hingga kini lokasi desa Bubat sendiri tak mampu ditentukan oleh para ilmuwan, & masih terdapat berbagai model mengenai letak desa Bubat yg benar.

Latar Belakang Perang Bubat

Sejarah Perang Bubat berawal dr dua kerajaan besar di Pulau Jawa pada masa itu yg menjadi potongan dr asal ajakan nusantara sebelum masehi, yaitu Kerajaan Sunda & Kerajaan Majapahit. Kerajaan Sunda yg pula dikenal dgn nama Kerajaan Sunda Galuh atau Kerajaan Pasundan berdiri pada tahun 932 & mengalami keruntuhan pada 1579 M.

Dalam sejarah Kerajaan Pajajaran merupakan gabungan dr dua kerajaan yaitu Kerajaan Sunda yg berpusat di kota Bogor kini & Kerajaan Galuh yg pusatnya kini berada di Kabupaten Ciamis. Kedua kerajaan sepakat bergabung untuk membentuk kerajaan gres dgn wilayah kekuasaan yg sekarang melipuuti Jawa Barat, Banten, Jakarta, & sebagian Jawa Tengah.

Ibu kota kerajaan Sunda berada di Bogor. Kerajaan Majapahit berdiri pada 10 November 1293 M & mengalami keruntuhan pada 1478 M atau 1522 M. Sejarah kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara yg berasal dr Keraajaan Singosari. Majapahit berdiri setelah Singosari dihancurkan oleh Raja Jayakatwang dr Kediri.

  Sejarah Petra (Yordania)

Kecantikan Dyah Pitaloka Citraresmi selaku putri kerajaan Sunda pada waktu itu sungguh tersohor hingga mencapai Majapahit & menjadi permulaan dr sejarah perang Bubat. Lukisan wajah Dyah Pitaloka yg digambar oleh seniman Majapahit bernama Sungging Prabangkara dilihat oleh Hayam Wuruk, yg kemudian mengirim surat berisi lamaran pada Dyah Pitaloka.

Apabila lamaran tersebut diterima, maka pesta ijab kabul akan diselenggarakan di Majapahit. Pada mulanya kerajaan Sunda merasa keberatan terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati, karena hal tersebut tak biasa bila pengantin perempuan menyerahkan diri ke pihak pengantin laki – laki. Selain itu pula dikhawatirkan bahwa lamaran pernikahan ini yaitu suatu jebakan dr Majapahit untuk menguasai daerah Sunda.

Pada risikonya Raja Linggabuana mengalah karena mempertimbangkan dampak positif dr komplotan dgn Majapahit yg sedang naik daun. Terlebih lagi ada kabar bahwa Hayam Wuruk bahwasanya masih berdarah Sunda dr ayahnya yaitu Rakeyan Jayadarma. Kabar tersebut adalah versi lain dr ayah Hayam Wuruk yg berdarah Jawa, yaitu Bhre Tumapel.

Dengan serombongan kecil pasukan pengawal berjulukan Pasukan Balamati, beberapa orang menteri, pramusaji wanita, Maharaja Linggabuana & permaisuri serta Dyah Pitaloka berangkat ke Majapahit. Mereka melalui jalan darat ke Pelabuhan Cirebon & melanjutkan dgn kapal maritim kerajaan. Setelah kapal berlabuh, mereka kemudian menuju ke Desa Bubat, beristirahat & membangun perkemahan.

Ketika itulah masalah yg mengakibatkan sejarah perang Bubat muncul sebab Gajah Mada meminta Kerajaan Sunda untuk takluk pada Kerajaan Majapahit. Ia pula menyatakan bahwa ijab kabul antara Hayam Wuruk & Dyah Pitaloka akan menjadi tanda penyerahan kedaulatan tersebut.

Tindakan Gajah Mada ini sama sekali diluar kesepakatan & wawasan Hayam Wuruk.Sebelumnya Gajah Mada sudah meminta Hayam Wuruk tak menganggap Dyah Pitaloka selaku pengantin, tetapi sebagai tanda penaklukan negeri Sunda, namun Hayam Wuruk belum memberi jawaban alasannya adalah ragu.

Gajah Mada bahkan nekat menjinjing sejumlah besar pasukan ke Desa Bubat, yaitu Pasukan Bhayangkara yg terdiri dr para serdadu opsi. Pasukan Bhayangkara mempunyai peran utama untuk mengawal Raja & saudara istana yg lain, & mereka bisa melakukan operasi militer dgn kesulitan tinggi, berbeda dr serdadu biasa.

  Agresi Militer Belanda II: Kronologi – Latar Belakang dan Dampak

Pihak kerajaan Sunda yg merasa tertipu sangat marah & tidak ingin menerima syarat Gajah Mada sehingga ia menyuruh pasukannya untuk menyerang pasukan Sunda yg cuma sedikit. Karena kekuatan tak sebanding, pasukan Sunda kemudian kalah & semua lelaki dlm rombongan tergolong Raja Linggabuana terbunuh. Segera seluruh perempuan dlm rombongan melaksanakan bunuh diri untuk menjaga kehormatan mereka.

Tindakan semacam itu disebut dgn ungkapan Bela Pati, perjuangan bunuh diri yg dijalankan untuk membela kehormatan negara & menghindarkan diri dr penghinaan & kemungkinan dipermalukan alasannya pelecehan seksual, perbudakan atau penganiayaan.

Akibat Perang Bubat

Hayam Wuruk, meskipun murka besar atas insiden sejarah perang Bubat tetapi tak bisa berbuat banyak. Ia sulit menjatuhkan eksekusi pada Gajah Mada yg sudah berbuat banyak bagi Majapahit semenjak zaman Raden Wijaya, kakeknya. Gajah Mada telah menjadi salah seorang tokoh besar dr kerajaan di Indonesia pada dikala itu dgn jasa – jasanya pada Majapahit.

Sebagai pengaruh perang Bubat, relasi Hayam Wuruk & Gajah Mada merenggang. Begitu pula dgn popularitas Gajah Mada yg menurun sebab para pejabat & bangsawan Majapahit menyalahkan tindakannya tersebut. Walaupun masih menjabat sebagai Mahapatih hingga kematiannya tahun 1364 M, pamor Gajah Mada dengan-cara politik terus merosot & terkucilkan di kalangan istana.

Hayam Wuruk kemudian menganugerahkan tanah luas di Madakaripura atau Probolinggo pada Gajah Mada selaku sindiran halus agar ia secepatnya pergi dr Majapahit. Jarak antara Probolinggo & pusat Majapahit di Trowulan, Mojokerto sangat jauh sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa kado tersebut memang dimaksudkan untuk menjauhkan Gajah Mada dr istana.

Hubungan antara kedua negara pula rusak selaku balasan insiden Bubat. Pangeran Niskalawastu selaku atu – satunya keturunan Raja Linggabuana yg masih hidup, adik Dyah Pitaloka & anak lelakinya yg tak ikut dlm rombongan alasannya adalah masih terlalu kecil naik tahta selaku Prabu Niskalawastu Kancana. Salah satu kebijakan yg dilakukannya yakni untuk memutuskan korelasi diplomatik dgn Majapahit.

  Daerah di Indonesia yang mula-mula memeluk agama Islam

Kemudian diberlakukan peraturan sesudah sejarah perang Bubat di seluruh wilayah Kerajaan Sunda yakni berbentuklarangan untuk menikahi orang Majapahit. Peraturan ini kemudian meningkat sebagai larangan bagi seluruh orang Sunda untuk tak menikah dgn orang Jawa, yg terus disertai oleh masyarakat Sunda walaupun Kerajaan Majapahit & Kerajaan Sunda telah berakhir selama ratusan tahun.

Selama beratus – ratus tahun akan sungguh sulit menemukan pernikahan antara kedua suku karena mitos tersebut. Bahkan meningkat info kalau wanita Sunda atau laki-laki Sunda yg menikah dgn orang Sunda maka rumah tangganya tak akan bahagia. Setiap kasus yg menyerupai & berujung perceraian senantiasa dihubungkan dgn dongeng tersebut, apalagi lagi orang Jawa dicitrakan bertabiat jelek & senang membohongi mirip Gajah Mada dulu.

Nama jalan pula mengalami efek dr sejarah perang Bubat ini, dampak perang bubat menciptakan sejak zaman dahulu tak ada nama jalan Majapahit, jalan Hayam Wuruk & jalan Gajah Mada di kawasan Jawa Barat kecuali Jalan Majapahit Raya yg ada di Bogor.

Akhirnya pada hari Jumat tanggal 11 Mei 2018 lalu diresmikan nama jalan Majapahit & jalan Hayam Wuruk di Bandung selaku upaya untuk rekonsiliasi budaya yg telah retak sebab perang bubat & kesalahan besar Gajah Mada dahulu.

Satu – satunya sumber utama dr Majapahit tentang perang Bubat adalah “Kidung Sunda”, sesuai dgn janji Hayam Wuruk melalui utusan dr Bali yg menemui Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yg mengambil alih Raja Linggabuana sementara.

Melalui utusannya Hayam Wuruk memberikan permohonan maaf & berjanji untuk memuat seluruh kejadian dlm Kidung Sunda selaku peninggalan kerajaan Majapahit agar generasi yg akan tiba dapat mengambil nasihat dr peristiwa tersebut. Sebaliknya dlm naskah – naskah antik Sunda, Tragedi itu banyak disebutkan antara lan pada Carita Parahyangan & Wangsakerta, bahkan pada naskah antik di Bali bernama Geguritan Sunda.