Sejarah Perang Sampit Di Kalimantan Tengah

Perang Sampit atau Konflik Sampit yaitu kejadian pecahnya kerusuhan antar etnis Indonesia yg berawal pada bulan Februari 2001 & berlanjut sepanjang tahun.

Konflik dimulai di ibukota Sampit, Kalimantan Tengah & meluas ke seluruh propinsi termasuk ibukota Palangkaraya bahkan ke seluruh Kalimantan Tengah antara suku Dayak asli & warga migran dr pulau Madura.

Setelah terjadi pertentangan antara etnis Dayak & Madura pada 1999 di Kalimantan Barat, kembali terjadi pertentangan serupa di Sampit, ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Konflik pecah pada 18 Februari 2001 tatkala dua orang warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak, menyebabkan lebih dr 500 korban jiwa, & lebih dr 100 ribu orang Madura kehilangan tempat tinggal mereka.

Bahkan banyak warga Madura yg kepalanya dipenggal oleh suku Dayak. Hingga kini, nama Sampit masih membuat orang banyak eksklusif teringat pada bencana yg menyedihkan tersebut.

Pada bulan Februari 2001 menjadi masa – masa paling mencekam dlm sejarah kota Sampit dgn berbagai kesemrawutan & kengerian, mayat bergelimpangan, rumah – rumah yg dibakar, listrik yg mati total & teriakan – teriakan perang yg seram. Hingga ketika ini, konflik Sampit menjadi pertentangan antar etnis yg paling parah sepanjang sejarahnya di Indonesia.

Peristiwa Perang Sampit

Sejarah perang Sampit tahun 2001 merupakan penggalan dr beberapa insiden yg sudah terjadi sebelumnya antara warga Dayak & Madura.

Konflik besar terakhir terjadi dlm kurun waktu Desember 1996 hingga Januari 2007 yg menewaskan 600 orang. Awal mula bibit konflik pada Peristiwa Sampit terjadi semenjak diadakannya proses transmigrasi oleh pemerintah kolonial Belanda.

Warga Madura tiba di Kalimantan pertama kali pada tahun 1930 dlm program transmigrasi pemerintah Belanda yg dilanjutkan oleh pemerintah RI. Hingga tahun 2000, para transmigran mencapai 21 persen populasi di Kalimantan Tengah.

Warga Madura kian hari makin bernafsu dlm kompetisi dgn suku Dayak sehingga suku Dayak tak puas akan hal tersebut. Sejak kedatangannya di Kalimantan, warga Madura telah sukses menguasai banyak bidang perekonomian & industri komersial mirip perkayuan, penambangan & perkebunan.

  20 Peninggalan Zaman Praaksara Di Indonesia Lengkap

Banyak model yg beredar mengenai pemicu sejarah perang Sampit tahun 2001. Salah satunya konon disebabkan oleh pembakaran sebuah rumah warga Dayak yg disebabkan oleh warga Madura & mengakibatkan sejumlah anggota suku Dayak membalas memperabukan rumah – rumah warga Madura.

Versi lain yg dikemukakan oleh Prof. Usop dr Asosiasi Masyarakat Dayak bahwa suku Dayak mempertahankan diri sesudah beberapa anggotanya diserang. Lalu ada versi bahwa seorang warga Dayak dibunuh setelah disiksa sekelompok warga Madura akhir sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2001.

Sekelompok warga Dayak kemudian menyerang rumah warga Madura yg berjulukan Matayo untuk balas dendam atas kejadian di Kerengpangi keesokan harinya & menewaskan empat penghuni rumah. Serangan itu pula memicu impian balas dendam dr sekelompok warga Madura yang lain.

Mereka mengunjungi rumah seorang warga Dayak berjulukan Timil yg konon menyembunyikan salah seorang pelaku penyerangan. Timil sukses diamankan oleh polisi, namun warga Madura mengkremasi rumahnya & pula rumah kerabatnya, menjadikan penghuninya tewas.

Peristiwa inilah yg banyak dijadikan contoh perihal penyebab konflik lebih besar antara etnis Dayak & Madura dlm sejarah perang Sampit. Warga Madura berhasil bertahan selama dua hari sejak penyerangan ke tempat tinggal Matayo, mereka bahkan berani menyisir pemukiman – pemukiman warga Dayak karena merasa sedang diatas angin.

Pada 20 Februari 2001 situasi berbalik arah dgn kehadiran sejumlah besar orang Dayak dr luar kota ke Sampit. Menurut penelitian yg dijalankan oleh Richi Andika Marry dlm skripsinya, warga Dayak menggunakan berbagai jenis senjata tradisional mirip mandau, lunju atau tombak, sumpit, senjata api yg disebut dum – dum mirip hero nasional dr Madura, tetapi ada pula yg menggunakan celurit & sejumlah bom rakitan.

Selama terjadinya sejarah perang Sampit, diperkirakan sekira 500 hingga nyaris 1500 orang tewas versi Garry van Klinken, & ribuan hingga ratusan ribu orang Madura yg selamat terpaksa mengungsi keluar dr Sampit. Kerusuhan bahkan meluas hingga Kualakayan yg jaraknya sekitar 100 km di sebelah utara Sampit & ke Palangkaraya.

Pembersihan etnis yg dilakukan oleh warga Dayak terus berlanjut selama beberapa minggu ke seluruh Kalimantan Tengah hingga ke wilayah sudut jalan raya Trans Kalimantan bahkan hingga ke Kuala Kapuas di sebelah Tenggara, bahkan hingga ke Pangkalan Bun di sebelah Barat.

Besarnya jumlah korban tewas yg terjadi dlm sejarah perang Sampit terjadi lantaran suku Dayak dlm puncak kemurkaannya mempraktekkan ritual perburuan kepala (Ngayau atau Kayau). Ritual ini bergotong-royong sudah tidak boleh lewat kesepakatanTumbang Anoy pada tahun 1884.

Konon tatkala pemenggalan kepala itu terjadi sebelumnya didahului dgn ritual adat yg membuat pelakunya berada di alam bawah sadar. Mereka diberikan ilmu yg menjadikannya dapat membedakan mana etnis Madura & yg bukan untuk menentukan sasarannya.

Akhir Konflik Sampit

Besarnya skala pembantaian & konflik menyulitkan militer & polisi untuk menertibkan situasi di Kalimantan Tengah sehingga dikirim pasukan bantuan dr Wagub Kalteng berbentuk276 personel Tentara Nasional Indonesia dr Yonif 631/ATG ke Sampit. Tidak hanya pembunuhan, pembakaran rumah & harta benda lainnya seperti kendaraan pula terjadi.

Versi Ditintel Polda Kalteng, ada sekitar 1192 rumah yg dibakar, 16 mobil & 43 motor & 114 becak dirusak. Polisi akhirnya menangkap seorang pejabat setempat yg disangka menjadi otak dibalik pertentangan besar ini. Ia disangka membayar enam orang provokator untuk memulai kerusuhan di Sampit. Begitu pula setelah pembantaian besar pertama yg menimbulkan sejumlah perusuh ditahan oleh polisi.

  Sejarah Hari Air Sedunia (22 Maret) – Un Water

Penyebab utama dlm sejarah perang Sampit ialah perbedaan huruf antara suku Dayak & Madura. Salah satu penyebabnya ialah bahwa suku Dayak sebagai penduduk yg menirukan budpekerti jagoan nasional dr Kalimantan kerap tersisihkan oleh sepak terjang orang Madura sebagai pendatang, yg kerap kali dikatakan tak mengikuti keadaan dgn bumi tempatnya berpijak.

Suku Dayak berulangkali mesti berpindah tempat karena desakan para penebang kayu yg masuk kian dlm ke hutan, belum lagi adanya larangan untuk menambang di tanah orisinil mereka, pula berbagai sektor perekonomian & kehidupan yg dikuasai orang Madura, & lemahnya penegakan aturan kepada orang Madura yg melaksanakan kejahatan kepada orang Dayak sehingga terkesan berat sebelah.

Tidak adanya pihak ketiga yg berusaha menjembatani dgn baik pada pertentangan kedua etnis ini pula turut memperburuk suasana. Bukti bahwa perekonomian dikuasai etnis Madura yg menjadi salah satu penyebab perang Sampit bisa dilihat bahwa setelah mereka mengungsi, warga Sampit lainnya kesulitan mencari sembako karena toko – toko eceran tutup.

Untuk mencegah kondisi seperti ini terulang kembali, diharapkan adanya semacam proteksi berdasar aturan terhadap komunitas etnis dr pemerintah tempat setempat sesuai rekomendasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Saat ini Sampit diketahui sebagai kota yg hening, makmur & masyarakatyg rukun.

Tidak sampai setahun sesudah sejarah perang Sampit terbongkar, penduduk mulai berbenah. Warga Madura kembali berdatangan & sejak itu Sampit mengalami perkembangan serta kemajuan pesat di bidang ekonomi & industri.

Kerusuhan besar yg terjadi pada tahun 2001 pastinya sudah mengajarkan bahwa perselisihan antar warga apapun etnisnya cuma akan mendatangkan akhir berupa kekalahan kedua pihak & tak ada pemenang bahu-membahu dr tragedi tersebut.

Selain perang sampit, Sejarah g30s pki pula merupakan peristiwa di indonesia yg menyimpan banyak dongeng karena insiden nya yg sungguh memilukan hati, maka dr itu persatuan & kesatuan bangsa sangatlah penting.