Peristiwa Black Armada yaitu kejadian setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia berupa pelarangan dr pelabuhan – pelabuhan Australia terhadap kapal dagang & kapal militer Belanda untuk berlayar ke Indonesia yg baru saja memproklamasikan kemerdekaan. Larangan ini berasal dr pemogokan para pekerja pelabuhan oleh serikat pekerja maritim pada tahun 1945 – 1949. Para pekerja pelabuhan di Australia yakni kalangan pertama dr warga Australia yg memperlihatkan sumbangan untuk kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Dengan begitu Australia pula menjadi negara pertama yg terang – terangan mendukung dlm sejarah kemerdekaan Indonesia lengkap.
Pada saat ini tak banyak orang dr kedua negara yg mengenang ataupun mengetahui perihal insiden Black Armada. Padahal, hubungan Australia & Indonesia dahulu jauh lebih baik ketimbang kini dimana sudah berkali – kali terjadi ketegangan dengan-cara politis antara kedua negara. Memulihkan kekerabatan antara kedua negara mungkin masih menjadi perjalanan yg sangat panjang. Namun mengenali & memahami bahwa Australia pernah menjadi negara pertama yg mendukung Indonesia untuk merdeka lewat kejadian Black Armada setidaknya akan menjadi pengingat bahwa korelasi kedua negara pernah berada dlm tahap yg lebih baik ketimbang sekarang.
Hubungan Pelaut Indonesia dgn Australia
Pada saat itu di Australia para pelaut Indonesia yg bekerja untuk Belanda terbagi dlm dua klasifikasi. Kategori pertama yaitu para perwira kapal yg merupakan kaum terpelajar, pandai berbahasa Inggris & Belanda, gampang menerima informasi & kondisi politik, pula digaji seperti orang Eropa. Kategori lain adalah para buruh kapal yg buta abjad, tak mampu berbahasa ajaib & lingkungan kerja jelek serta bergaji sangat rendah. Tatkala para pelaut berkontak dgn Australian Seamen’s Union di Sydney, mereka diberitahu perihal diskriminasi yg terjadi. Para buruh dr Indonesia diberitahu bahwa mereka sekarang bekerja di Australia & mempunyai hak selaku pekerja pula untuk memprotes ketidak adilan yg dialami.
Sekitar 2000 orang pelaut kemudian berunjuk rasa di Sydney, tetapi Belanda menyebut mereka sebagai pengkhianat & diantarke penjara. Tetapi pada akhirnya mereka dibebaskan & mampu bekerja dgn lingkungan yg lebih baik. Itu ialah permulaan hubungan baik antara pelaut Indonesia dgn Union. Koneksi berikutnya terjadi tatkala para tahanan pengasingan dr Digul yg dibawa ke Australia melapor pada Queensland Trades and Labor Council yg diteruskan pada Waterside Workers Federation (WWF) & berlanjut pada Peristiwa Black Armada tersebut. Ketahui pula perihal sejarah kemerdekaan Australia, sejarah benua Australia & tujuan organisasi ANZUS.
Dimulainya ‘Black Ban’
Ketika pada 15 Agustus 1945 Kekaisaran Jepang memberitahukan penyerahan diri pada Sekutu, perang dunia II berakhir & begitu pula pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Tatkala dua hari kemudian pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Belanda ngotot menolak & masih mengklaim Indonesia selaku miliknya sehingga kembali berusaha untuk memaksakan kembali kekuasaannya. Peristiwa ‘Black Armada’ atau ‘Armada Hitam’ tersebut memboikot tugas bongkar muat pada ratusan kapal milik Belanda yg mengambarkan adanya tunjangan tersebut.
Peristiwa Black Armada atau pelarangan hitam (black ban) berawal dr sejumlah buruh pelabuhan asal Indonesia yg bertempat tinggal di Wooloomooloo, Sydney yg mendengar kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia lewat info siaran radio gelombang pendek. Keesokan harinya seorang buruh di kapal Belanda bernama Tukliwon menyampaikan kabar itu pada rekan – rekannya sesama buruh pelabuhan di Australia. Mereka kemudian berjanji untuk memperlihatkan dukungannya sebab curiga muatan kapal berbendera Belanda akan mengangkut peralatan yg akan digunakan untuk agresi ke Indonesia kembali.
Para pelaut Indonesia kemudian menciptakan surat permohonan pada Federasi Pekerja Pelabuhan Australia (WWF) untuk bergabung dlm boikot, & sekjen WWF Jim Healy menyatakan bahwa serikat pekerja tak akan menolong selaku pihak yg mendukung penindasan terhadap pemerintah Indonesia yg sudah terpilih. Komite pertikaian dr Dewan Perdagangan & Perburuhan menyetujui larangan oleh serikat pekerja tersebut & menyatakan enam kapal di Brisbane selaku target boikot. Beberapa hari kemudian para buruh di kapal ferry Belanda diminta untuk berlayar kembali ke Jawa, tetapi demi mendukung kemerdekaan Indonesia maka mereka menolak.
Aksi ini langsung mengakibatkan adanya santunan dr serikat pekerja pelabuhan Australia, yg mengeluarkan perintah untuk embargo seluruh kapal yg membawa amunisi & bahan – materi lain yg dapat digunakan untk menyerang Indonesia. Tanggal 24 September 1945 terjadi boikot besar – besaran pada kapal – kapal Belanda di Pelabuhan Brisbane & Sydney. Tiga buah kapal di Brisbane ditahan alasannya adalah boikot tersebut begitu pula dgn SS. Karsik di Melbourne. Peristiwa Black Armada lalu menyebar ke Melbourne dann Fremantle.
Asosiasi pekerja pelabuhan kemudian dgn cepat pula menyatakan dukungannya mulai dr juru masak, teknisi mesin, tukang cat kapal, tukang kayu & yg lainnya. balasannya sekitar 400 kapal Belanda yg berlabuh di Australia tak dapat melanjutkan pelayaran ke Indonesia sebab tak ada tenaga pengangkut barang untuk menjinjing barang ke geladak, menyiapkan bahan bakar & lain sebagainya. Dengan demikian kekuatan militer Belanda lumpuh dengan-cara signifikan. Ketahui pula perihal sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia & kiprah Indonesia dlm korelasi internasional.
Puncak Pemboikotan
Pemboikotan pada peristiwa Black Armada ini makin meningkat & memuncak pada 28 September 1945 tatkala para pekerja pelabuhan di Sydney menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor kapal Belanda & kantor diplomatik Belanda. Mereka memasang spanduk besar yg mendesak biar Belanda meninggalkan Indonesia. Diikuti dgn perintah & usul pribadi pada anggota serikat pekerja pelabuhan Australia untuk tak memberikan tumpangan pada prajurit & pekerja Belanda, termasuk tak mengangkat amunisi serta muatan lain ke kapal Belanda, & semua yg berhubungan dgn Belanda yaitu barang terlarang & harus diembargo. Pada Oktober 1945, Australia menolong pemulangan lebih dr 1400 orang Indonesia tawanan perang Belanda yg berada di Australia memakai kapal kargo milik Australia berjulukan Esperance Bay dr pelabuhan Sydney.
Pada saat itu pemerintah Belanda merespon boikot dgn bersikeras bahwa peralatan & personel militer yg dimuat di kapal – kapal tersebut akan digunakan untuk memerangi milisi yg pro Jepang di Indonesia. Komandan Hubert Quispel dr Dinas Informasi Pemerintah Hindia Belanda bahkan menyatakan bahwa kapal – kapal tersebut yaitu kapal ‘belas kasih’ yg menenteng kuliner, busana & obat – obatan untuk rakyat di Indonesia. Dengan pemboikotan tersebut, serikat pekerja militan Australia justru membantu pihak Jepang & pemerintah yg disponsori oleh Jepang di Indonesia.
Pemboikotan dilarang setelah lebih dr empat tahun lamanya setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia lewat suatu konferensi dr 17 serikat pekerja yg mengesahkan mosi yg diajukan oleh Healy untuk mencabut pelarangan hitam kepada pelayaran Belanda. Keberadaan pelabuhan Australia sungguh penting bagi Belanda alasannya letaknya yg erat dgn Indonesia, jadi sangat strategis selaku lokasi persinggahan sementara sebelum menuju Indonesia. Berkat pinjaman Australia ini, agresi militer yg dilancarkan oleh Belanda untuk kembali menguasai Indonesia menjadi tak optimal. Persenjataan & perbekalan Belanda yg tak mampu disalurkan dgn semestinya sudah menciptakan bangsa Indonesia lebih gampang untuk menjaga kemerdekaan, karena bila pada ketika itu Belanda menyerang dgn kekuatan sarat & tanpa kejadian Black Armada maka mampu jadi dikala ini kita masih berada di bawah penjajahan.