Kerajaan Medang atau sejarah Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu adalah nama dr suatu kerajaan yang berlokasi di daerah Jawa Tengah pada tahun ke-8, kemudian sentra kerajaannya pindah ke tempat Jawa Timur pada tahun ke-10. Raja-raja dr kerajaan ini banyak meninggalkan bukti-bukti sejarah dlm bentuk prasasti yg tersebar di dua tempat yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta banyak mendirikan candi yang bercorak agama Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akibatnya runtuh pada permulaan tahun ke-11.
Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Apabila teori dr sejarwan Slamet Muljana tepat, maka daftar dr raja-raja yg berkuasa di kerajaan Medang mampu disusun dengan-cara lengkap sebagai berikut:
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yakni penguasa pertama dari Kerajaan Medang periode Jawa Tengah, yg berkuasa pada tahun 717 – 746 Masehi. Namanya disebut dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih, serta teks dari naskah Carita Parahyangan.
Prasasti Canggal pula menceritakan bahwa, sebelum Ratu Sanjaya berkuasa sudah ada raja lain yg bernama Sanna yang berkuasa di Pulau Jawa. Setelah Sanna mangkat alasannya gugur tatkala diserang lawan, kondisi Pulau Jawa menjadi berantakan. Sanjaya anak dr Sannaha (saudara perempuan dr Raja Sanna) lalu ia tampil selaku raja. Dengan gagah berani ia mengalahkan raja-raja lain di sekitarnya, sehingga Pulau Jawa kembali hening. (Baca Juga : Sejarah Kerajaan Singasari)
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana
Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana yakni raja kedua dr Kerajaan Medang dalam periode Jawa Tengah. Ia berkuasa sekitar era 770-an. Prasasti Kalasan kurun 778 menyebutkan bahwa prasasti ini merupakan piagam pelantikan wacana pembangunan sebuah candi bercorak Buddha yang berjulukan Tarabhavanam (Buana Tara) untuk memuja Dewi Tara. Pembangunan candi ini atas usul dr para guru raja Sailendra. Dalam isi prasasti itu Rakai Panangkaran dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka atau “permata Wangsa Sailendra”. Candi yg didirikan oleh Raja Rakai Panangkaran diketahui selaku Candi Kalasan.
Dalam isi prasasti Mantyasih menyebut bahwa Sanjaya ialah raja pertama dr Kerajaan Medang, bermakna Rahyangta i Medang dlm isi prasasti Wanua Tengah III yaitu Sanjaya itu sendiri. Oleh alasannya itu, dapat dibilang bahwa Raja Rakai Panangkaran ialah keponakan dr Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. (Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Singasari)
3. Dharanindra atau Indra
Dharanindra atau Indra, adalah Maharaja dari Wangsa Sailendra yang memerintah Kerajaan Sriwijaya & Kerajaan Medang atau Mataram Kuno berkuasa sekitar abad 782 Masehi. Namanya dicatat dlm sebuah prasasti ang berjulukan Prasasti Kelurak dengan disertai gelar Sri Sanggrama Dhananjaya. Dharanindra diyakini telah berhasil menalukkan kerajaan lain disekitarnya & berkuasa dari Semenanjung Malaya hingga daratan Indocina.
Nama dr Maharaja Dharanindra tercatat di dalam prasasti Kelurak tahun 782. Dalam isi dr prasasti ini ia dipuji selaku Wairiwarawiramardana, memiliki arti yakni “penumpas musuh-lawan perwira”. Julukan ini sungguh mirip dgn apa yg ada dlm isi prasasti Nalanda, yaitu Wirawairimathana, & isi dr prasasti Ligor B yakni Sarwwarimadawimathana. (Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kutai)
4. Sri Maharaja Rakai Warak
Sri Maharaja Rakai Warak ialah raja keempat Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno & Maharaja dr Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada sekitar tahun 802. Ada teori yg dikemukakan oleh sejarawan Slamet Muljana yang beropini bahwa, nama asli dr Raja Rakai Warak adalah Samaragrawira, yakni ayah dr Maharaja Balaputradewa, raja Kerajaan Sriwijaya. Nama dr Samaragrawira terdapat dlm isi prasasti Nalanda selaku ayah dr Maharaja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya. Samaragrawira ialah putra dr seseorang raja yg dijuluki selaku Wirawairimathana (penumpas lawan perwira) yakni Dharanindra.
5. Rakai Garung
Rakai Garung adalah raja kelima dari Kerajaan Mataram Kuno & anggota dari Wangsa Sanjaya dan merupakan pengganti dr Raja Rakai Warak yang pemerintahannya antara kurun 828 sampai abad 847. Nama Raja Rakai Garung dicatat dalam Prasasti Wanua Tengah III sebagai raja yg berkuasa sebelum Raja Rakai Pikatan.
Menurut sejarawan de Casparis, Raja Rakai Garung sama dgn Dang Karayan Partapan Pu Palar yg ada dlm isi dr Prasasti Gandasuli. Di prasasti ini, Dang Karayan yg menyelenggarakan upacara sima. Nama Pu Palar pula dicatat dalam Prasasti Karangtengah, bersama-sama dgn nama dari Pramodawardhani dan Samaratungga. Putri Pramodhawardhani dianggap sama dgn tokoh yg berjulukan Sri Kaluhunnan. Dengan demikian, de Casparis menilai bahwa Putri Pramodawardhani yaitu menantu dr Raja Rakai Garung yg menikah dgn Rakai Pikatan. (Baca Juga : Sejarah Kerajaan Kutai)
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku
Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku adalah Silsilah Kerajaan Mataram Kuno raja keenam dari Kerajaan Medang pada periode Jawa Tengah yang berkuasa sekitar kurun 840-an – 856. Prasasti Wantil dibuat pada tanggal 12 November 856. Prasasti ini mengatakan ihwal pendirian bangunan suci Siwagrha, yg diterjemahkan sebagai Candi Siwa. Berdasarkan dr ciri-ciri yg digambarkan dlm isi dr prasasti ini, Candi Siwa identifikasi sebagai salah satu candi utama pada komplek Candi Prambanan.
Rakai Pikatan alias Rakai Mamrati turun takhta menjadi seorang brahmana yang bergelar Sang Jatiningrat pada kurun 856. Takhta dari Kerajaan Medang kemudian diserahkan oleh putra bungsunya, yaitu Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi.
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewa
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewaadalah raja ketujuh dari Kerajaan Medang pada periode Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram Kuno yang berkuasa pada tahun 856 – 880-an. Rakai Kayuwangi yaitu putra bungsu dr Raja Rakai Pikatan yang dilahirkan oleh permaisuri Pramodawardhani. Nama asli Rakai Kayuwangi adalah Dyah Lokapala (dalam prasasti Wantil) atau Mpu Lokapala (dalam prasasti Argapura).
Tidak dikenali dengan-cara pasti kapan turun takhtanya Raja Rakai Kayuwangi. Menurut isi dalam prasasti Mantyasih, raja sesudah Raja Rakai Kayuwangi ialah Raja Rakai Watuhumalang. Sementara itu, putra mahkota pada masa Raja Rakai Kayuwangi memerintah bernama Rakai Hino Mpu Aku. (Baca Juga : Sejarah Kerajaan Tidore
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
Sri Maharaja Rakai Watuhumalangadalah seorang raja kedelapan dari Kerajaan Medang pada periode Jawa Tengah yang pemerintahannya sekitar tahun 890-an. Maharaja Rakai Watuhumalang tak meninggalkan bukti sejarah berbentukprasasti atas nama dirinya. Sementara itu dlm prasasti Panunggalan bertanggal 19 November 896 mencatat adanya seorang tokoh yg bernama Sang Watuhumalang Mpu Teguh, yg tak bergelar maharaja, melainkan cuma bergelar haji (raja bawahan).
Dyah Balitung merupakan menantu dr Rakai Watuhumalang, mempunyai arti Rakai Watuhumalang yakni putra atau menantu dari Rakai Pikatan yang dilahirkan oleh selir Rakai Watan Mpu Tamer. Dengan kata lain, Maharaja Rakai Watuhumalang yaitu kerabat tiri atau ipar dari Rakai Kayuwangi, yg merupakan raja sebelumnya. (Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Cirebon)
9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu ialah seorang raja kesembilan dari Kerajaan Medang periode Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram Kuno, yg pemerintahannya sekitar masa 899–911. Wilayah kerajaannya meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan Bali
Pada masa kepemimpinan Maharaja Dyah Balitung, istana Kerajaan Medang tidak berada di Mataram, ataupun Mamrati, melainkan dipindahkan ke Poh Pitu yg diberi nama Yawapura. Hal ini dikarenakan istana Mamratipura rusak parah akibat dr perang kerabat yg dilaksanakan Rakai Kayuwangi & Rakai Gurunwangi. Sejarawan Boechari menyatakan bahwa kekuasaan Dyah Balitung berakhir alasannya pemberontakan oleh Mpu Daksa.
10. Mpu Daksa
Mpu Daksa yaitu Silsilah Kerajaan Mataram Kuno raja kesepuluh dari Kerajaan Medang periode Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram Kuno yang berkuasa sekitar tahun 913–919, Dengan bergelar Sri Maharaja Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya Uttunggawijaya. Mpu Daksa menjadi raja mengambil alih Maharaja Dyah Balitung yang merupakan saudara iparnya. Hubungan korelasi ini menurut dr kata Daksa yg sering disebutkan namanya serentak dgn istri dr Dyah Balitung dlm catatan beberapa prasasti.
Prasasti paling renta atas nama Mpu Daksa selaku seorang maharaja yang sudah ditemukan ialah prasasti Timbangan Wungkal yg bertanggal 913 Masehi. Berisi tentang pengaduan dr Dyah Dewa, Dyah Babru, & Dyah Wijaya yg dulunya diberikan hak istimewa dr Maharaja Rakai Pikatan, namun lalu dipermasalahkan oleh Dang Acarya Bhutti yg memiliki jabatan sebagai Sang Pamgat Mangulihi. (Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Demak)
11. Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa
Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa ialah raja kesebelas dr Kerajaan Medang periode Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram Kuno, yg berkuasa sekitar masa 919–924. Rakryan Layang ialah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodong menikahinya sehingga diberi gelar Rakai Layang, bahkan naik takhta mengambil alih mertuanya, yakni Mpu Daksa.
Sejarawan Boechari menyatakan pertimbangan bahwa Dyah Wawa melaksanakan suatu perebutan kekuasaan kepada Maharaja Dyah Tulodong & Mpu Ketuwijaya. Ada asumsi yg mengatakan, bahwa perebutan kekuasaan ini dibantu oleh Mpu Sindok menjabat selaku Rakai Halu, & lalu jabatannya naik menjadi Rakai Hino. (Baca Juga : Sejarah Kerajaan Demak)
12. Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga
Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga yakni raja keduabelas & raja terakhir dari Kerajaan Medang dalam periode Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram Kuno, yg berkuasa sekitar periode 924–929. Dyah Wawa ialah sepupu dr Dyah Bhumijaya, putra Maharaja Rakai Kayuwangi. Oleh karena itu, Dyah Wawa tak berhak atas takhta Maharaja Dyah Tulodhong. Sejarawan Boechari beranggapan bahwa Dyah Wawa melaksanakan perebutan kekuasaan terhadap Maharaja Dyah Tulodhong dari Kerajaan Medang.
Peninggalan bukti sejarah atas nama Dyah Wawa yakni prasasti Sangguran bertanggal 2 Agustus 928 perihal penetapan dr desa Sangguran selaku sima swatantra atau tempat bebas pajak biar penduduk dr desa tersebut merawat bangunan suci di kawasan Kajurugusalyan.
13. Mpu Sindok
Mpu Sindok ialah Silsilah Kerajaan Mataram Kuno ketigabelas & raja pertama dari Kerajaan Medang periode Jawa Timur yg berkuasa sekitar tahun 929 – 947, Dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa. Mpu Sindok dibilang sebagai pendiri dr dinasti gres yg berjulukan Wangsa Isana.
Mpu Sindok pada masa kekuasaan dari Dyah Tulodhong diberi gelar selaku Rakai Mahamantri Halu, sedangkan pada masa kekuasaan dari Dyah Wawa, naik jabatan menjadi Rakai Mahamantri Hino. Kedua jabatan atau gelar ini merupakan jabatan tingkat tinggi yg cuma dapat diberikan pada keluarga raja. Oleh karena itu, Mpu Sindok yakni seorang darah biru kelas tinggi dalam Kerajaan Medang.
Maharaja Mpu Sindok yakni raja pertama dari Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Sedangkan yg bergelar Rakai Mapatih Hino ialah Mpu Sahasra. Pemerintahan dr Maharaja Mpu Sindok banyak meninggalkan bukti sejarah dlm bentuk prasasti-prasasti.
14. Sri Isyana Tunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya adalah raja keempatbelas & ratu perempuan dari Kerajaan Medang yang berkuasa sejak era 947. Ia berkuasa berdampingan dgn suaminya yg berjulukan Sri Lokapala. Namanya diambil menjadi nama dari Wangsa Isyana, yaitu suatu dinasti yg dibangun oleh ayahnya Mpu Sindok yang pemerintahannya di Jawa Timur.
Ratu Sri Isyana Tunggawijaya yaitu putri dr Maharaja Mpu Sindok. Tidak banyak ditemukan peninggalan sejarah ihwal masa pemerintahannya. Suaminya yg berjulukan Sri Lokapala yakni aristokrat dr Kerajaan di Bali. Peninggalan sejarah atas nama Sri Lokapala yaitu prasasti Gedangan periode 950 yang menyebutkan tentang anugerah pemberian desa Bungur Lor & desa Asana pada para pendeta Buddha di Bodhinimba. Tidak dimengerti dengan-cara niscaya kapan pemerintahan Sri Lokapala & Sri Isyana Tunggawijaya rampung.
15. Sri Makutawangsawardhana
Sri Makutawangsawardhana ialah raja kelimabelas dari Kerajaan Medang yang berkuasa sebelum tahun 990-an. Masa pemerintahan dr Makutawangsawardhana tak dimengerti dengan-cara niscaya. Namanya ada dlm prasasti Pucangan sebagai kakek dr Maharaja Airlangga. Disebut bahwa, Maharaja Makutawangsawardhana ialah putra dr pasangan Sri Lokapala dan Ratu Sri Isana Tunggawijaya putri dr Maharaja Mpu Sindok. Prasasti Pucangan pula menyampaikan bahwa Makutawangsawardhana mempunyai seorang putri bernama Mahendradatta, yg merupakan ibu dr Maharaja Airlangga.
16. Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa
Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa yakni Silsilah Kerajaan Mataram Kuno keenambelas & raja terakhir dari Kerajaan Medang yang pemerintahannya pada kurun 991–1007 atau 1016. Diceritakan bahwa Dharmawangsa menikahkan putrinya dgn pangeran Airlangga dr Kerajaan Bali. Di tengah pesta ijab kabul, datang-tiba istana Kerajaan Medang diserang oleh pasukan Raja Wurawari dr Kerajaan Lwaram dgn sumbangan dr serdadu Kerajaan Sriwijaya. Istana Maharaja Dharmawangsa yg berada di kota Wwatan hangus di bakar.
Maharaja Dharmawangsa tewas dlm serangan tersebut, sedangkan Pangeran Airlangga sukses lolos dr akhir hayat. Tiga tahun kemudian Pangeran Airlangga mendirikan istana baru di kawasan Wwatan Mas & menjadi raja selaku penerus takhta dr mertuanya.