Profesor emeritus Fakultas Psikologi UI yg meninggal dlm usia 97 tahun, Selasa 9 November 2004 dini hari pukul 00.30, ini tak saja perintis & pendiri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tetapi pula perintis studi psikologi di Indonesia. Patutlah ia digelari Bapak Psikologi Indonesia.
Psikiater kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, 7 September 1907, ini pula ikut mendirikan beberapa universitas.Pria yg senang berpakaian putih-putih ini dikenal jujur, jernih, tegas & konsisten. Prinsip hidupnya tak pernah berganti hingga selesai hayatnya. Penerima Bintang Mahaputra Utama III (1973) ini, menurut puteranya Dr Oerip Setiono, meninggal sehabis tiga tahun terakhir terbaring di rumah kediamannya, Jl Cimandiri 26, Jakarta Pusat. Jenazahnya dimakamkan di TPU Menteng Pulo setelah sebelumnya disemayamkan di aula FKUI Salemba, Jakarta.
Dia meninggalkan tujuh anak, 13 cucu & delapan buyut. Isterinya, Suprapti Sutejo, sudah terlebih dahulu meninggal pada November 1983. Penerima penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan Nasional dr IKIP Jakarta (UNJ) pada tahun 1978, ini selain sebagai perintis & pendiri Fakultas Psikologi UI pula ikut mendirikan Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Airlangga & Universitas Hasanuddin.
Motivasi mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan (1937-1938), ini merintis & mendirikanfakultas psikologi, karena selaku psikiater memperoleh banyak persoalan yg tak mampu dipecahkan oleh psikiater. Dalam bidang profesi kedokteran, ia mendapatkan penghargaan Wahidin Sodiro Hoesodo dr Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1989. Sebagai spesialis psikologi,tahun 1961, ia memimpin sekitar lima puluh mahasiswa Fakultas Psikologi UI, mengunjungi penduduk yg terkena gusuran pembuatan Istana Olahraga Senayan & dipindahkan ke daerah Tebet & Penjaringan.
Mereka berdialog dgn penduduk tergusur itu. Kunjungan ini, menjadi awal pogram mahasiswa turun ke lapangan (penduduk ).Bidang studi psikologi pun makin menarik minatbanyak orang. Masa-masa psikologi mengalami kesulitan (ketika psikologi hanyalah suatu jurusan dlm lingkungan FKUI), seperti sudah terlupakan. Saat itu, kata Slamet dlm pidato tatkala mendapatkan penghargaan bintang jasa Mahaputra Utama III (1973), ia merasa ibarat seorang yg sedang berdiri seorang diri di tepi pasir yg gersang tanpa anutan untuk melintasinya sambil mengajak kerabat-saudara berbagi disiplin ilmu yg baru ini.
Conny Semiawan, mantan rektor IKIP Jakarta yg pula murid & sempat menjadi ajun Slamet Iman dlm menguji mahasiswa, mengenang Slamet sebagai orang yg sungguh tertib, teliti & pula memiliki wawasan yg sungguh luas, selalu berfikir filosofis meskipun bukan mahir filsafat. Dalam menguji mahasiswa, Slamet selalu memastikan jangan menanyakan apa yg ananda ketahui, namun usahakan untuk bertanya apa yg dipahami mahasiswa. Dengan demikian obrolan akan terjadi & mahasiswa mampu mengaktualisasikan dirinya.Menurut Conny Semiawan, Slamet ialah tokoh pendidikan yg berani.
Dia yakni orang pertama menganjurkan perlunya satu tolok ukur bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Usul yg ia lontarkan sepanjang tahun 1979-1981 ini membuat gempar dunia pendidikan. ia pula orang yg mengkritik keras minimnya gaji guru yg ia sebut dapat menghancurkan dunia pendidikan. ia membandingkan gaji guru jaman Belanda yg dua kali lipat dibandingkan dengan gaji dokter. Sehingga guru tak perlu mencari pemanis & dunia pendidikan tak dicampurbaurkan dgn bisnis.Dia pula mempunyai andil besar dlm merintis acara penerimaan mahasiswa lewat UMPTN.
Ketika itu (1979-1980), Slamet menjadi Ketua Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN, Departemen Pendidikan & Kebudayaan). Saat itu terjadi virallulusan SMA yg ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sebagai teladan, UI yg kapasitasnya sekitar 800 mahasiswa namun jumlah pendaftar 4000 orang. Maka lewat komite yg diketuainya dibentuklah satu sistempenerimaan calon mahasiswa yg semenjak 1979 sudah berlangsung dgn nama yg sekian kali berganti mulai dr Skalu, Proyek Perintis, Sipenmaru (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru) & UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pria yg dikenal terus jelas & sempat menjadi Penjabat Rektor UI, ini walaupun sudah menyelesaikan jabatan selaku Ketua Komisi Pembaruan Sistem Pendidikan, 1980, ia masih sempat mengurusi penerimaan kandidat mahasiswa pada tahun 1981.
Sudah sungguh banyak tokoh pendidikan bekas murid Guru Besar Fakultas Kedokteran & Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (1950-1953) serta mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan & Kebudayaan ini. Di antaranya, Conny Semiawan, Fuad Hassan, Sujudi, Wardiman Djojonegoro, Mahar Mardjono & Saparinah Sadli. Para mantan mahasiswanya ini sangat menghormati & mengagumi gurunya ini. Mereka mengenangnya sebagai guru yg sungguh erat & suka menularkan pengalaman.
Salah satu ucapannya dlm acara peringatan 100 tahun Albert Einstein di ruang Rektorat UI, 1979: ”Ciri orang pintar, hal yg ruwet bisa disederhanakan, sebaliknya orang terbelakang akan meruwetkan soal sederhana.” Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1973), ini pula penulis ternama. ia sering menulis kolom di aneka macam media & pula menulis buku.
Di antara bukunya yg populer adalah Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Sinar Hudaya, Jakarta (1977); The Social Background For Psychotheraphy in Indonesia; Psychiatry & Masyarakat; Kesejahteraan Jiwa; School Health in the Community; Sekolah Sebagai Sumber Penyakit atau Sumber Kesehatan; Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar Teknik & Keilmuwan, Dasar-dasar Pokok Pendidikan; & Pendidikan Indonesia dr Masa ke Masa yg diterbitkan oleh CV Haji Masagung, Jakarta, 1987.
Sebagai dokter hebat penyakit saraf & jiwa, ia memasang iklan menutup praktek untuk selamanya, 1 Januari 1979. ia menyadari dirinya sudah bau tanah. ia pun mengaku sudah kecapekan. Lahir TerbungkusPemberian namanya, Slamet Iman santoso, terkait dgn proses kelahirannya. ia dilahirkan dlm keadaan terbungkus ari-ari. Tatkala itu, semua penduduk desa heran & membicarakannya. ia dianggap sebagai bayi aneh. Dipercaya bayi yg lahir terbungkus ari-ari itu kelak akan mempunyai keunggulan. Sangat jarang kelahiran bayi terbungkus.
Saat bayi terbungkus itu lahir, orang-orang yg melihatnya heran & mengajukan pertanyaan: “Mana bayinya, mana bayinya?” Untunglah tak semua penduduk desa panic terheran-heran. Seorang tetangga, Nyonya Tambi, isteri seorang petani Indo, menolong membukakan kemasan ari-ari yg membungkusnya. Bayi itupun menangis & lahir dgn selamat. Maka kata selamat (menjadi Slamet) dijadikan nama jabang bayi yg gres lahir itu. ia memang terlahir dr keluarga berpendidikan pada zamannya.
Ayahnya seorang Asisten Wedana Banjaran. Di bawah pengasuhan ayahnya, Slamet menikmati masa kecilnya dgn penanaman nilai-nilai keramahan, saling gotong royong & gotong-royong. ia pun berulangkali, pada banyak orang, mengisahkan banyak sekali pengalaman masa kecil yg yang amat berkesan baginya. Salah satu pengalaman itu adalah tatkala di suatu ketika ia & anak lain sedang sibuk mencari ucen-ucen, buah tanaman liar yg sungguh manis & biru warnanya. Eh, tiba-datang Slamet terpeleset, hampir masuk selokan irigasi.
Namun ia mujur, alasannya anjing Pak Lurah melompat antara Slamet & tebing selokan tadi, sehingga ia tertolong. ia & kawan-kawanya menceriterakan kejadian itu pada Ayah-Ibu Slamet. Sang Ayah dgn impulsif mengharuskannya memberi makan si Macan (nama anjing tadi Pak Lurah) itu. Masa kecil & akil balig cukup akal anak sulung dr dua bersaudara ini sungguh bahagia. Ia ikut kakeknya di Magelang, Jawa Tengah. Saking nakalnya, ia dijuluki teman-temannya ‘setan bantalan’. ”Saya senang main ketapel, berburu anjing & burung,” katanya, sebagaimana dikutip dlm Buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986. Bahkan mengaku sekali-kali mengganggu orang.
Namun masa kecil & remajanya diisi dgn mengecap pendidikan pada jaman kolonial Belanda di Magelang, mulai dr Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS (1912-1920) & Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO (1920-1923). Kemudian melanjut ke MAS-B, Yogyakarta (1923-1926); Indische Arts, Stovia (1926-1932); & Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum (1932-1934).Dia pun terkesan sungguh mengagungkan pendidikan masa kolonial Belanda itu. Walaupun ia menyadari kondisi pendidikan tatkala itu sangat berbeda disbanding sehabis Indonesia merdeka. ia mengingat, pada zamannya bersekolah dulu, sangat diasakan betapa guru sangat begitu memperhatikan murid & bersatu dgn orang tua murid. Hal yg sudah jarang terjadi ketika ini.
Masuknya Jepang, menurutnya, memberi andil atas awut-awutannya pendidikan di negeri ini. Terasa sekali situasi pendidikan zaman Belanda yg terkesan akrabnya relasi orang bau tanah-murid-guru, tiba-datang hilang lenyap, diganti dgn jaman pendidikan Jepang yg mulai berserakan. Ironisnya, kondisi ini terus berlangsung sampai kini. ia memberi beberapa bukti. Di antaranya, sekarang ada guru yg mengasih tahu materi ujian yg akan diuji pada murid.AbumawasProfesor emeritus Fakultas Psikologi UI ini pula diketahui sebagi tokoh yg jahil & sering dinilai aneh. ia sendiri mengibaratkan diri sebagai Abunawas. Karena, menurutnya, Abunawas itu tokoh sarat logika. Jiwa Abunawas itu pun banyak menyemangati hidupnya.Dalam buku, Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, diceritakan sekali waktu ia menyaksikan mobil seorang pejabat UI diparkir salah dgn posisi miring di halaman kampus UI. Ia mengambil kertas & menulisnya dgn spidol: “Barangsiapa yg parkir kendaraan beroda empat miring, otaknya pula miring”.
Ketika Bung Karno menanyakan pendapatnya perihal semboyan “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”, Slamet dgn hening menjawab “Nggak, malah saya gantungkan di cantelan baju. Kalau lama kan bisa diganti.”Suatu sewaktu, ia menyatakan terheran-heran alasannya adalah ada orang yg dipinjami buku, mengembalikan buku itu dgn utuh. “Baru kini saya peroleh orang yg saya pinjami buku mengembalikannya dgn utuh,” katanya.
Dia bilang, hanya orang bodoh yg meminjamkan buku pada orang lain, & orang yg mengembalikan buku perlindungan pun ialah orang gila.Hidupnya yg selalu ceria diwarnai canda memberi andil besar atas usianya yg lanjut (97 tahun). Padahal ia tak senang olah raga, tergolong olah raga pagi. Becanda, ia bilang: ”Pagi-pagi itu ‘kan hawanya segar. Kok dipakai buat berkeringat, lebih baik digunakan untuk tidur.”
Sumber : http://www.tokohindonesia.com