Sosialisasi Politik Menurut : David Easton Dkk

Sosialisasi politik & sistim politik, dapat diterangkan oleh David Easton & Janck Dennis. Dimana, keduanya mengemukaan bahwa tujuan sosialisasi politik yaitu untuk memantapkan sistim politik itu sendiri. Dengan diserapnya nilai-nilai politik atau orientasi-orientasi politik dr suatu sistim politik maka diharapkan bahwa warga negara mempunyai seperangkat pengetahun & seperangkat nilai yg dibutuhkan untuk mendukung terpeliharanya sistim politik. (Sjamsuddin, Pribadi, & Hamid, 1995:3.3).

Dengan memaham sosialisasi politik yg merupakan rancangan diperkenalkannya oleh seorang asal Amerika, yg bernama Robert Hyman pada tahun 1950-an ini, bahwa sosialisasi politik adalah sebuah proses absorpsi nilai dr lingkungan sistim politik ataupun masyarakat terhadap individu atau kepada penduduk dengan-cara keseluruhan. Konsep ini timbul tatkala para ilmuwan politik menyadari bahwa pewarisan nilai & kepentingan serta prilaku politik selalu terjadi & merupakan satu proses yg penting, dlm hal ini dimaksud dgn kehidupan politik.

Sosialisasi politik dlm hal ini mengacu pada rancangan yg memilih prilaku politik penduduk . Dalam banyak penduduk , pelestarian norma & sikap politik masyarakat. Jika dlm penduduk , pelestarian norma & perilaku politik dr satu generasi ke generasi selanjutnya sungguh penting, artinya bagi bangun tegaknya satu kekuatan politik. Sosialisasi yg baik dianggap dapat memajukan stabilitas politik. Proses politik ini dengan-cara demikian dapat terjadi sebab pendidikan politik yg sering diadakan (Bau, 2003:38).

Untuk dipahami dengan-cara terang tentang sosialisasi, & dimengerti dgn tiga proses, yakni kognitif, afektif, & evaluative. Kognitif ialah proses seseorang memperoleh wawasan. Sedangkan tatkala anggapan seseorang menghipnotis oleh wawasan yg diperolehnya merupakan penjelasan dr afektif, sedangkan tatkala masuk dlm proses evaluasi maka telah berada pada proses yg terakhir, yakni evaluatif. Dengan begitu, setiap orang dlm penduduk akan berjumpa dgn objek politik atau gejala politik. Bertemunya objek politik dgn sensor seorang individu akan menjadikan peta kognitif, yg terdiri atas pandangan, konteptualisasi, & afeksi.

  Posisi Indonesia Terhadap Anggota Tidak Tetap PBB