– Kehidupan sosial bermasyarakat yg ada itu yakni bab dr sandiwara. Ini klarifikasi mengenai Teori Dramaturgi Erving Goffman akan menjelaskan, bagaimana kita memahami sandiwara tersebut.
Berikut ini klarifikasi & teladan fenomena sosialnya dlm kehidupan sehari-hari yg mungkin sering kita jumpai.
Mengenal Erving Goffman, Ini Penjelasannya Tentang Dramaturgi
Erving Goffman, merupakan seorang tokoh yg tak asing lagi bagi sebagian kelompok. Terutama bagi mereka yg tergolong ke dlm para akademisi, pelajar, ataupun mahasiswa. Erving Goffman lahir di Alberta, Kanada 11 Juni 1992.
Ia yaitu seorang sosiolog Kanada – Amerika besar yg memainkan peranan penting dlm pertumbuhan sosiologi Amerika Modern.
Seorang akademisi yg menamatkan studinya di Universitas Chicago, beliau diketahui selaku anggota aliran Chicago & selaku teoritis interaksionisme simbolis. Beliau membuat suatu teori yakni dramaturgi.
Teori dramaturgi banyak dipakai untuk berbagai kepentingan riset, karya tulis ilmiah, serta materi pembelajaran.
Dramaturgi berasal dr bahasa Inggris yakni “dramaturgy”, dr kata “drama” yg memiliki arti seni atau teknik drama dlm bentuk teater.
Menurut Goffman (1959), dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yg disajikan oleh insan. Situasi dramatik yg seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai ilustrasi untuk menggambarkan individu-individu & interaksi yg dilakukan mereka dlm kehidupan sehari-hari.
Makara mampu ditarik kesimpulan bahwa, dramatugi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial selaku bentuk alur kisah pertunjukan drama dlm suatu pentas.
(Melati, 8: 2016) menjelaskan bahwa dramaturgi yaitu suatu teori yg mampu menginterpretasikan kehidupan sehari-hari dr manusia.
Manusia menyerupai memainkan suatu pertunjukkan di panggung. Di dlm panggung itu terdiri dr panggung depan (front stage) & belakang (back stage).
Didalam panggung depan terdapat setting & personal front, yg berikutnya mampu dibagi menjadi tampilan (appearance) & gaya (manner).”
Contoh Memahami Teori Dramaturgi dlm Kehidupan Sehari-Hari
Nah pembahasan kita kali ini, bagaiamana teori dramaturgi tersebut sangat relevan & akrab kaitannya dgn kehidupan kita sehari-hari.
Aku contohkan saja dgn seorang mahasiswa, ia berjulukan Farhan. Farhan yakni seorang mahasiswa, ia pula ikut di beberapa kesibukan organisasi. Tatkala hendak pergi ke kampus, kantin, perpustakaan.
Ataupun fasilitas kampus lainnya ia harus menyesuaikan dirinya sebaik-baiknya, berpenampilan selayaknya mahasiswa, membawa buku, pena, serta laptop. Sikap yg ia bentuk itulah, yg dinamakan dramaturgi.
Farhan sebagai individu memainkan kiprahnya sebagai mahasiswa, ia ke kampus menjinjing buku, pena, & laptop untuk menunjang perkuliahannya.
Disamping itu, ia memantaskan diri dgn menggunakan pakaian selayaknya mahasiswa (dengan selera fashion-nya).
Farhan selaku individu mahasiswa yakni ia yg dicirikan di atas tadi tatkala berinteraksi & berhadapan dgn penduduk , utamanya dgn penduduk kampus. Kehidupan bermasyarakat inilah yg menjadi objek panggung depan atau front stage.
Ketika Farhan sudah di rumah, kontrakan, atau indekos ia yaitu individu yg berlawanan atau jarang di tonjolkan. Keaadan mirip itu dinamakan back stage atau (dibalik panggung/layar). Layaknya sebuah panggung teater, studio acara, ataupun lokasi shooting.
Para bintang film yg sedang di back stage, pasti melaksanakan hal-hal yg berdeda tatkala di front stage, mereka mampu lebih santai & menjadi dirinya sendiri saat berada di diam-diam.
Begitu pula Farhan, pada keadaan back stage Farhan melakukan hal-hal yg tak dilakukannya tatkala di kampus, mampu jadi suatu kebiasaan itu kurang berkenan jikalau dilihat oleh khalayak luas.
Makara jangan heran yaaa… jikalau ananda menyaksikan sobat yg berbeda saat di lingkungan formal seperti kantor, kampus, ataupun sekolah dgn ia dikala berada di linkungan non formal seperti rumah, kafe, ataupun daerah yang lain.
Sadar atau tidak, ia sedang menerapkan teori dramaturgi. Mungkin, dengan-cara tak sadar ananda pula menerapkannya, hehehehe.
Apa Sih Manfaatnya Belajar Memahami Teori Dramaturgi
Teori ini sungguh bermanfaat bagi kita untuk mampu memposisikan diri sesuai dgn sikon (situasi & kondisi) yg ada.
Kita jadi lebih bijak serta paham bagaimana berpenampilan tatkala bertemu dgn orang penting seperti pejabat, klien kerja, dosen, atau temen-temen kita sendiri. Disituasi yg formal, kita harus memahami bagaimana kebijakan serta nilai & norma yg ada pada suasana tersebut.
Contohnya nih, tatkala temen-temen sedang mengikuti acara webinar yg diadakan oleh salah satu intitusi pemerintah. Dari kebijakan panitia tertera didalamnya yakni “tamu permintaan, panitia.
Serta akseptor dihentikan makan, minum, & merokok selama program berjalan,” nah otomatis ananda yg mendapatkan posisi sebagai peserta pasti mesti mengindahkan perintah ini.
Ketika melanggarnya, ananda dianggap tak beretika & di labeli tak sopan. Jika hal ini terus berlanjut, nanti ditakutkan menjadi suatu habit.
Habit atau suatu kebiasaan tak ada yg salah, yg menjadi tolak ukur salahnya yaitu apakah itu termasuk kriteria yg baik atau buruk.
Maka dr itu kita harus bisa memposisikan diri sebaik-baiknya, jangan kebiasaan saat di back stage (rumah, kontrakan, indekos, tongkrongan) dibawa ke front stage (kawasan kerja, kampus, & sekolah).
Disisi lain, teori dramaturgi memberikan suatu message bahwa jangan terlalu mudah menganggap penampilan orang. Manusia itu tetap mempunyai dua segi, nice personality or bad personality.
Baik & buruknya individu di lihat oleh khalayak, itu tergantung dirinya & tergantung nilai & norma lingkungannya. Hidup itu memang berdrama, memainkan lakon, & melakukan personal branding.
Efek yg diberikan nanti akan kembali dirasakan, mirip kata pepatah “apa yg ananda tanam, itulah yg ananda tuai.”
Jadi selalu pertimbangkan kalau ananda ingin berpenampilan di depan khalayak dgn pemikiran yg ananda miliki, Apakah pemikiran atau ideologi tersebut sesuai dgn hati nurani kau?
Apakah ananda sanggup, bila apa yg ananda kerjakan menjadi sebuah dilema di tengah khalayak? Serta kapan ananda ingin memulainya?
Pertanyaan-pertanyaan mirip itu sering terbesit di asumsi kita, pun gue pribadi pula demikian. Tatkala ananda telah siap, silahkan go ahead.
Jangan terlamu usang menunda-nunda akhir insecure & validasi orang. Intinya jangan lupa untuk senantiasa membaca buku, mendengarkan kritik & pesan tersirat, serta menyaksikan lingkungan sekitar.
Dengan begitu tatkala menerapkan teori dramaturgi, kita bisa menjadi orang yg lebih realistis, kritis, serta tak egois.
Sumber referensi :
(Melati, 2016)Melati, M. R. (2016). ANALISIS KONSEP DRAMATURGI ERVING GOFFMAN DALAM POLA PENGGUNAAN RUANG PUBLIK KAFE OLEH MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA. Skripsi, III(2), 2016.
https://cubic.id/journals/dramaturgy-theory, diakses 27 Juni 2021
Sumber foto :
www.greelane.com