Terorisme : Konflik Agamis Di Conflans

Perancis – mengutip mengenai pertentangan yg terjadi masalah agama, “Serangan teroris yg terjadi di Conflans Sainte-Honorine pada tanggal 16 Oktober kemudian, dimana seorang guru dipenggal kepalanya dikala meninggalkan sekolahnya, yg disusul dgn serangan yg terjadi di kota Nice pada tanggal 29 Oktober, di gereja Basilika Notre-Dame de l’Assomption, yg menewaskan tiga orang, amat mengguncang Prancis.

Prancis mengalami serangan teroris yg bertubi-tubi di wilayahnya semenjak bertahun-tahun terakhir ini, seperti halnya di Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Republik Emmanuel Macron pun menyampaikan sebuah taktik yg bertujuan untuk mengisolasi & memerangi terorisme yg mengambil bentuk Islamisme radikal (radikalisme).

 

Mengingat sejumlah pernyataan & permintaan untuk memboikot produk Prancis yg marak, di beberapa hari terakhir ini, merupakan kewajiban saya untuk menyanggah pemahaman yg salah atau bias kepada pidato Presiden Emmanuel Macron tersebut. Saya akan membicarakan poin-poin utama strateginya, namun di atas semua itu, saya mengajak siapa pun untuk membaca pidato tersebut biar dapat membangun opini mereka sendiri.

 

Islamisme radikal lah yg dilawan

 

Presiden Republik Prancis dgn jelas sudah menetapkan target dr strategi tersebut: suatu ideologi, yaitu Islamisme radikal. Semua negara demokrasi & nyaris semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) memerangi Islamisme radikal ini, yg sering menjadi inkubator terorisme. Ini terjadi di Prancis selama beberapa tahun terakhir, seperti pula di Indonesia.

 

Penegasan kembali “laïcité” (sekularisme Prancis) selaku jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tak percaya pada Tuhan) & keleluasaan beragama

 

Presiden Republik Prancis mengingatkan pentingnya laïcité, perekat Republik Prancis, yg merupakan landasan kebebasan beragama, yg memungkinkan setiap komunitas beragama untuk melakukan ibadah, & menjaga netralitas Negara terhadap semua agama. Laïcité adalah salah satu azas Republik Prancis seperti halnya “Pancasila” yg menjadi salah satu azas Republik Indonesia. Laïcité sama sekali bukan berarti pembatalan agama di ruang publik.

  Sistem Politik Seksualitas 1990an – 2008 Pendidikan Kedokteran Untan - UI di Pontianak

 

Penolakan terhadap penyamarataan yg dinyatakan dgn terperinci

 

Presiden dgn terperinci menyampaikan bahwa ia tak akan mentolerir penyamarataan apapun: Ada perbedaan faktual antara lebih banyak didominasi warga Muslim Prancis yg hening & moderat, dgn kelompok minoritas militan yg bersifat separatis yg mengabaikan hukum & memusuhi nilai-nilai Republik Prancis. Golongan terakhir inilah yg merupakan penyakit bagi dominan Muslim Prancis. Saya ingin mengatakannya lagi dgn terperinci: korban pertama dr Islamisme radikal itu yaitu umat Muslim sendiri.

 

Dukungan dr Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM)

 

Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM), yg merupakan instansi resmi perwakilan umat Islam di Prancis & kawan utama pemerintah, menyatakan,”Nilai-nilai yg mendasari (…) Republik kita yg sekuler, tak terpecah-belah, demokratis & sosial, dgn moto tritunggalnya, “Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan” ini memungkinkan kita, umat Muslim Prancis, seperti halnya semua warga negara Prancis yang lain, untuk menjalankan ibadah dgn bebas atau untuk tak melaksanakan ibadah sama sekali, untuk membangun masjid & menikmati hak-hak kita sepenuhnya.” Akhirnya, CFCM mengatakan “Tidak! Kami kaum Muslim tak dianiaya di Prancis. Kami ialah warga negara sarat di negara kami. Seperti semua warga negara kami lainnya, kami memiliki hak yg dijamin & kewajiban untuk dilaksanakan”.

 

Pembelaan terhadap kebebasan berpendapat

 

Prancis membela keleluasaan mendasar, tergolong keleluasaan berpendapat & keleluasaan beragama atau berkeyakinan, bagi siapa pun, apa pun agama yg dianut. Ini berlaku bagi warga Prancis yg beragama Islam, mirip pula bagi semua warga Prancis yang lain. Faktanya, banyak warga Muslim Prancis yg menunjukkan solidaritas mereka kepada kartunis yg terbunuh, walaupun mereka tak mendukung kebijakan Charlie Hebdo untuk mempublikasikan karikatur.

  √ Keadaan Sosial Budaya Di Negara Laos?

 

Namun, membela keleluasaan berekspresi di Prancis tak memiliki arti bahwa segala sesuatu mungkin terjadi : aturan hadir untuk melindungi setiap warga negara. Menurut aturan di Prancis, ada perbedaan jelas antara ruang yg diberikan untuk memperdebatkan & mempertanyakan semua tata cara aliran, agama atau kepercayaan, yg mencakup keleluasaan untuk mengkritik, tergolong lewat humor, di satu sisi, & hasutan kebencian agama, di sisi lain.

 

Yang terakhir ini yg diperangi berdasarkan hukum yg berlaku. Majalah Charlie Hebdo yg telah menerbitkan kartun selama 50 tahun, bersifat provokatif terhadap semua kekuatan & institusi, pemerintah, politik, agama & lain-lain, tanpa mendorong kekerasan atau kebencian. Majalah ini mempublikasikan karikatur ihwal banyak sekali keyakinan, serta tiga agama monoteistik, tak cuma ihwal Islam.

 

Beberapa karikatur, antara lain, menargetkan Paus & agama Katolik. Charlie Hebdo telah berkali-kali dituntut ke pengadilan. Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan alasannya adalah menargetkan individu atau kalangan masyarakat, namun bukan sebab mengolok-olok agama.

 

Saya berharap, beberapa poin yg dipaparkan di sini mampu membantu para pembaca untuk lebih memahami strategi Presiden Republik Prancis. Perang melawan terorisme merupakan perkara yg kompleks & global, yg cuma dapat dilawan lewat kerja jangka panjang, & membutuhkan kenaikan kolaborasi. Sebagai epilog, saya ingin menegaskan bahwa posisi Prancis selama ini yakni melindungi keleluasaan mendasar, menolak kebencian, & memerangi terorisme, seperti halnya di Indonesia yg merupakan mitra strategisnya.