Tokoh dan Latar Belakang Perjanjian Renville 1948 – Penjelasan Lengkap

Perjanjian Renville merupakan perjanjian antara pihak Indonesia dgn pihak Belanda yg bertujuan untuk menuntaskan aneka macam macam pertikaian yg terjadi diantara kedua pihak sehabis adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Perjanjian ini pula menjadi salah satu reaksi kepada kemajuan awal politik pada awal kemerdekaan Indonesia.

Nama Renville sendiri diambil dr nama suatu kapal milik Amerika Serikat yaitu USS Renville yg sedang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Didalam kapal tersebutlah negosiasi Renville berjalan & pada jadinya menciptakan suatu perjanjian Renville atas dasar kesepakatan kedua pihak Indonesia & Belanda.

Dalam prosesnya, perjanjian Renville pada mulanya di diskusikan dlm perundingan yg berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 dimana disana pula terdapat KTN atau Komisi Tiga Negara selaku penengah antar pihak Indonesia & pihak Belanda yg terdiri dr Amerika Serikat, Australia, & Belgia selaku perwakilan pihak Indonesia & Belanda.

Perundingan yg berlangsung gres menemui titik terang sesudah lebih dr satu bulan berlangsung, sehingga perundingan tersebut disepakati & ditandatangani sebagai suatu perjanjian renville pada tanggal 17 Januari 1948 di atas kapal USS Renville. Lalu apa bergotong-royong yg melatarbelakangi diadakannya suatu negosiasi & perjanjian renville antar Indonesia & Belanda? Berikut klarifikasi mengenai latar belakang perjanjian Renville.

Latar Belakang Perjanjian Renville

Salah satu tujuan utama dr adanya perjanjian Renville yakni untuk menyelesaikan perselisihan antara pihak Indonesia & pihak Belanda yg menyangkut perjanjian Linggarjati. Perjanjian Linggarjati merupakan perjanjian yg ditandatangani oleh pihak Indonesia & pihak Belanda sebelumnya yg menyangkut status kemerdekaan Indonesia. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 oleh kedua belah pihak, namun sayangnya pelaksanaan perjanjian ini tak berjalan dgn sebaiknya.

Dalam perjanjian Linggarjati, pihak belanda dianggap melanggar perjanjian yg telah disepakati & di tanda tangani oleh kedua belah pihak yg bersangkutan. Mengapa demikian, lantaran pada tanggal 20 Juli 1947, pihak Belanda menyatakan bahwa mereka sudah tak lagi terikat dgn perjanjian Linggarjati. Terlebih lagi, pihak belanda melaksanakan penyerangan terhadap Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yg kemudian di kenal dgn kejadian Agresi Militer Belanda I. Kondisi tersebut disebabkan karena terjadinya perbedaan penafsiran antara pihak Indonesia & pihak Belanda mengenai isi & kesepakatan perjanjian Linggarjati.

Perbedaan penafsiran tersebut menyangkut cita-cita belanda untuk membentuk negara federasi Indonesia yg kemudian ditolak oleh pihak Indonesia. Memang dlm isi perjanjian Linggarjati ke 4 terdapat persetujuan mengenai Indonesia dlm bentuk negara RIS menjadi anggota Commonwealth atau persemakmuran Indonesia-Belanda, namun tak ada kesepakatan mengenai pembentukan negara federasi. Sehingga harapan Belanda dianggap melanggar perjanjian Linggarjati, yg kemudian di tolak oleh pihak Indonesia karena dianggap akan merugikan Indonesia.

  Budaya Sebagai Pembangunan : Dinamika Yang Mempengaruhi Budaya Masyarakat

Serangan Agresi Militer Belanda I terhadap wilayah Indonesia mendapat kecaman berat dr dunia Internasional, utamanya dr negara-negara Timur Tengah & Liga Arab dimana negara-negara tersebut telah mengakui kemerdekaan Indonesia. Kondisi tersebut kemudian memanggil reaksi dr PBB sebagai salah satu dr bentuk-bentuk koordinasi internasional terutama Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara pihak Belanda & pihak Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1947. Oleh sebab itu, Gubernur Jendral Van Mook dr Belanda memberikan perintah pemberhentian serangan atau gencatan senjata pada 5 Agustus 1947.

Situasi yg berjalan dibarengi dgn usulan Amerika Serikat melalui Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yg menyatakan bahwa konflik yg berjalan antara Belanda & Indonesia akan terselesaikan dengan-cara damai lewat Dewan Keamanan PBB pada tanggal 25 Agustus 1947.

Penyelesaian yg dimaksud melalui adanya pembentukan Komisi Tiga Negara atau KTN yg terdiri dr Belgia selaku opsi Belanda, Australia dr pihak Indonesia, & Amerika Serikat yg ditunjuk & disepakati oleh kedua belah pihak.

Sponsors Link

Perselisihan kedua belah pihak kian rumit tatkala pihak Belanda menginformasikan pembentukan garis Van Mook yg membatasi wilayah Indonesia & Belanda.

Dengan adanya KTN, balasannya pihak Indonesia & pihak Belanda baiklah untuk bertemu dlm satu meja negosiasi. Perundingan antara pihak Indonesia & pihak Belanda pertama kali di mulai pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal USS Renville milik Amerika Serikat, sehingga kemudian negosiasi tersebut disebut selaku negosiasi Renville. Perundingan tersebut dihadiri oleh beberapa delegasi dr kedua belah pihak, dimana kesannya menghasilkan beberapa usulan dr KTN. Beberapa rekomendasi tersebut seperti kesepakatan pemberhentian tembak menembak atau adanya genjatan senjata terutama di sepanjang garis Van Mook, serta pembentukan tempat kosong militer.

Setelah melalui beberapa perundingan akhirnya perjanjian Renville ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948, yg kemudian menghasilkan intruksi resmi adanya genjatan senjata pada tanggal 19 Januari 1948. Adapun isi dr perjanjian Renville selaku berikut:

  • Belanda tetap mempunyai kedaulatan terhadap Indonesia sampai terbentuk Republik Indonesia Serikat atau RIS.
  • RIS akan memiliki suatu kedudukan yg sama atau sejajar degan Uni Indonesia Belanda.
  • Belanda memiliki wewenang untuk menyerahkan kekuasaannya pada pemerintah federal sementara sebelum RIS benar-benar terbentuk.
  • Negara Republik Indonesia akan menjadi cuilan dr RIS.
  • Akan dilakukan pemilihan lazim dlm pembentukan Konstituante RIS dlm enam bulan hingga satu tahun.
  • Setiap serdadu Indonesia yg masih berada di belakang garis Van Mook atau kawasan pendudukan Belanda harus ditarik & kembali ke kawasan Republik Indonesia.

ads

Tokoh Perjanjian Renville

Sebagai suatu perjanjian untuk menghentikan serangan Belanda terhadap Indonesia & pertentangan berkelanjutan, perjanjian Renville memiliki beberapa tokoh penting dlm proses serta pelaksanaannya. Tanpa tokoh-tokoh penting tersebut, perselisihan antar Indonesia & Belanda kan terus berlanjut & sulit menemukan titik terang bagi kedua belah pihak. Berikut ini beberapa tokoh perjanjian Renville yg terdiri dr pihak Indonesia, pihak Belanda, serta tokoh penengah kedua belah pihak.

  1. Tokoh Perjanjian Renville dr Pihak Indonesia

Perjanjian Renville berjalan dibawah kabinet Amir Syarifuddin, sesudah pada tahun 1947 kabinet Sjahrir mengembalikan mandatnya pada Presiden Soekarno selaku reaksi terhadap gagalnya perjanjian Linggarjati yg merugikan Indonesia. Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir, kemudian Presiden Soekarno menunjuk Amir Syarifuddin untuk menyusun kabinet yg baru dlm rangka menghadapi negosiasi dgn pihak Belanda. Susunan utusan dlm menghadapi negosiasi Renville ini berisikan:

  • Ketua : Amir Syarifudin
  • Wakil Ketua : Ali Sastroamijoyo
  • Anggota : Dr. Tjoa Siek Len, H.A Salim, Mr.Nasrun, & Sutan Sjahrir
  • Cadangan : Ir. Djuanda & Setiadjid, serta 32 orang penasehat

Walaupun kabinet Amir Syarifudin sukses meredam pertentangan antara pihak Indonesia & pihak Belanda, namun isi perjanjian Renville ternyata tetap menerima saingan yg menyebabkan adanya mosi tak yakin terhadap kabinet Amir Syarifuddin. Kondisi tersebut alhasil mengantarkan Amir Syarifuddin untuk menyerahkan mandatnya kembali pada Presiden Soekarno pada tanggal 23 Januari 1948.

  1. Tokoh Perjanjian Renville dr Pihak Belanda

Permainan pihak Belanda bukan cuma menyangkut keputusan sepihak mengenai batas wilayah Indonesia tetapi pula menyangkut tokoh-tokoh dlm perjanjian Renville ini. Dimana pihak Belanda menunjuk orang Indonesia & bukan orang kewarganegaraan Belanda sebagai ketua utusan Belanda dlm perundingan Renville.

Orang tersebut merupakan R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dimana menurut berbagai sumber dianggap sebagai salah satu pengkhianat Indonesia karena keputusannya untuk lebih memihak Belanda hingga menolong dlm upaya memecah belah kesatuan Indonesia. Bukan hanya pemimpin delegasi Belanda yg merupakan orang Indonesia, tetapi beberapa anggotanya pula merupakan orang Indonesia. Berikut ini tokoh-tokoh dr pihak Belanda dlm perjanjian Renville meliputi:

  • Ketua : R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo
  • Wakil Ketua : Mr. H.A.L. van Vredenburgh
  • Anggota : Dr. P.J. koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Pangeran Kartanegara, & Zulkarnain

Adapun pemilihan orang Indonesia sebagai perwakilan utusan Belanda merupakan suatu trik dr Belanda dlm upaya pembuktian adanya dampak dengan-cara penuh Belanda di wilayah Indonesia. Upaya tersebut dijalankan melalui perwakilan Belanda dlm perjanjian Renville yg terdiri dr beberapa orang Indonesia, sehingga Belanda ingin membuktikan & menunjukkan pada dunia bahwa imbas Belanda sudah mengakar di Indonesia.

  1. Tokoh Penengah Perjanjian Renville

Tokoh penengah dlm perjanjian Renville di ambil dr delegasi PBB, dimana sejak permulaan sudah mengeluarkan suatu resolusi yg menyatakan bahwa pertentangan antara Belanda & Indonesia akan terselesaikan dengan-cara hening melalui Dewan Keamanan PBB.

Sponsors Link

Dengan adanya resolusi tersebut kemudian dibentuk KTN yg kemudian mengantarkan satu orang dr masing-masing negara sebagai perwakilan & tokoh penengah dlm berlangsungnya negosiasi & perjanjian Renville antar pihak Indonesia dgn pihak Belanda. Berikut ini beberapa tokoh penengah dr KTN didalam perjanjian Renville:

  • Ketua : Frank Graham, selaku perwakilan dr Amerika Serikat yg merupakan salah satu negara KTN yg sama-sama dipilih & disepakati oleh kedua belah pihak Indonesia & Belanda.
  • Anggota : Richard Kiry perwakilan dr Australia selaku utusan dr Indonesia, & Paul Van Zeeland dr Belgia sebagai utusan dr Belanda.

Ketiga tokoh tersebut dipilih terlepas dr idealisme masing-masing untuk menghadapi ketidaktegasan & ketiadaan niat untuk berdamai dr kedua belah pihak Indonesia & Belanda, demi menangkal terjadinya pertentangan berkesinambungan. Dengan datangnya tokoh penengah diatas lah perundingan antara Indonesia & Belanda berjalan dgn baik hingga menghasilkan perjanjian Renville yg ditanda tangani kedua belah pihak. Selai itu, adanya tokoh penengah pula merupakan salah satu wujud dr peran dunia internasional dlm pertentangan Indonesia Belanda.

Itulah penjelasan mengenai tokoh perjanjian Renville beserta latar belakangnya. Dari penjelasan diatas mampu disimpulkan bahwa tanpa adanya tokoh-tokoh penting didalam proses perjanjian Renville bukan tak mungkin perdamaian antar Indonesia & Belanda akan makin sulit terwujud, sehingga hanya akan menyebabkan pertentangan yg terus berkelanjutan. Dimana adanya penjajahan pula merupakan salah satu aspek pendorong lahirnya pergerakan nasional.

Oleh karena itu, selaku penduduk Indonesia kita harus senantiasa berterima kasih pada para pendekar & tokoh-tokoh nasional serta pertumbuhan pergerakan kebangsaan Indonesia dlm membuat kehidupan Indonesia yg hening & dapat ditempati tanpa penjajahan seperti sekarang. Semoga isu diatas mampu berfaedah.