Koentjaraningrat adalah seorang ilmuwan yang berjasa dalam berdirinya antropologi di Indonesia, sehingga ia diberi gelar kehormatan bapak antropologi Indonesia. Sebagian besar hidupnya telah berkontribusi pada perkembangan antropologi, pendidikan antropologi, dan aspek kehidupan yang terkait dengan budaya dan etnis di Indonesia.
Koentjaraningrat atau biasa disebut Pak Koen lahir pada tanggal 15 Juni 1923 di Yogyakarta. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan RM Emawan Brotokoesoemo dan RA Pratisi Tirtotenojo. Ayahnya adalah seorang pegawai negeri sipil di Pura Pakulaman, dan ibunya dipekerjakan sebagai juru bahasa hotchpotch oleh keluarga Sri Pakku Alam.
Karena seorang anak bangsawan diperbolehkan bersekolah di Eropa ketika berusia 8 tahun (sekolah dasar sebenarnya hanya untuk anak-anak Belanda). Selama waktu itu ia menghabiskan sebagian besar waktunya bermain-main di sekitar istana. Kedekatannya dengan keraton, yang kaya akan seni dan budaya Jawa, sedikit banyak membentuk kepribadiannya sebagai seorang antropolog masa depan.
Setelah lulus dari European School pada tahun 1939, ia melanjutkan studinya ke MULO, kemudian ke AMS (1942). Saat belajar di AMS, ia mulai belajar menari di Tejakusuman. Selain itu, bersama dua temannya, Koesnadi (fotografer) dan Rosihan Anwar (pers), Koentjaraningrat rajin mengunjungi dokter keturunan Tionghoa; Termasuk Disertasi Antropologi oleh Cendekiawan Terhormat.
Setelah lulus dari AMS, ia melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada dan mengambil jurusan sastra Indonesia. Namun, setelah satu tahun kuliah, terjadi revolusi kemerdekaan. Ia kemudian bergabung dengan korps mahasiswa Universitas Gadja Mada dan ditugaskan di pasukan Brigade 29 Kedry untuk mengajar bahasa Inggris dan sejarah. Koentjaraningrat dipilih sebagai guru prajurit karena mengajar di Perguruan Taman Siswa (1946-1950) sambil belajar di Gadja Mada.
Di tahun Pada tahun 1948, atas persetujuan Renville, ia kembali belajar di Universitas Gadja Mada. Kembali ke kampus UGM merupakan suatu keuntungan, karena pada tahun itu terjadi pemberontakan PKI di Madiun. Brigade 29 yang saat itu berpihak pada komunis berhasil dihancurkan oleh pasukan Siliwangi. Di tahun Pada tahun 1950, Koentjaraningrat berhasil menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar sarjana sastra Indonesia dari Universitas Gadja Mada.
Ia kemudian memperoleh gelar sarjana sastra Indonesia dari Universitas Indonesia pada tahun 1952. Selama itu, 1950-1954, ia belajar dan menjadi guru di SMA Budi Utomo. Ketertarikan Koentjaraningrat dalam bidang antropologi dimulai ketika ia menjadi asisten profesor. GJ Held, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, melakukan penelitian lapangan di Sumbawa. Ketertarikannya membawanya untuk melanjutkan studinya di Yale University, Amerika Serikat. Hasilnya, ia mampu memperoleh gelar MA dalam bidang Antropologi pada tahun 1956 di bawah bimbingan Prof. dr. Elizabeth Allard. Di tahun
Fasih berbahasa Belanda dan Inggris, Paak Koen memulai karirnya sebagai dosen antropologi di Fakultas Sastra UI dari tahun 1956-1961. Selain itu, pernah menjadi Research Associate di UGM (1958-1961), Research Associate di Pittsburgh, Amerika Serikat (1961-1961), Guru Besar Antropologi di UI (1962-1999), Dosen Terhormat di UGM (1962) . -1999)), Guru Besar Hukum Militer di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (1962-1999), Guru Besar Tamu Universitas Utrecht di Belanda (1966-1968), Wakil Ketua LIPI (1968-1978) di Universitas dari Wisconsin, Columbia University, University of Illinois, Ohio University, University of Malaya, Ecole des Hautes, Etudes and Sciences Sociales dan Visiting Lecturer di Center for Southeast and Asian Studies di Tokyo, Jepang.
Selain mengajar, Koentjaraningrat aktif menulis tentang kebudayaan dan pembangunan di Indonesia. Hasil pemikirannya ia publikasikan dalam 22 buku dan lebih dari 200 artikel yang diterbitkan di berbagai jurnal ilmiah dan surat kabar di dalam dan luar negeri. Dan, hingga saat ini, beberapa bukunya masih menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa antropologi di seluruh Indonesia. Buku-buku tersebut antara lain: Hambatan Mental Pembangunan Ekonomi di Indonesia (Bhatara, 1969), Pengantar Antropologi (Aksara Baru, 1979), Koherensi Warna Masyarakat Irian Barat (1970), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jambat, 1970). , Budaya Jawa (Balai Pustaka, 1984), Irian Jaya Membangun Masyarakat Terpadu (1992), dll.
Koentjaraningrat telah menerima banyak penghargaan atas komitmennya terhadap perkembangan antropologi di Indonesia. Diantaranya: Dr. Honoris Kausa dari Universitas Utrecht tahun 1976, Satylankanana Dwija Sista dari Menteri Pertahanan RI (1968 dan 1981) dan Fukuoka Prize for Asian Culture (1995).
Setelah berhasil mengembangkan ilmu antropologi di seluruh Indonesia, pada Selasa 23 Maret 1999, antropolog pertama Indonesia itu meninggal dunia sekitar pukul 16.25 di RS Kramat 128 Jakarta Pusat. Dia meninggal karena stroke mendadak pada Senin, 22 Maret 1999 pukul 10:10 malam. Pak meninggalkan seorang istri Koin Kustiyani, tiga anak (Sita Damayanti, Reena Tamara dan Inu Dewanto) dan empat cucu. Pak Koin dimakamkan di TPU Karet Bivak pada hari Rabu tanggal 24 Maret 1999 pukul 13.00.