28- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia ( PKI ) di Madiun

Tugas Ilmu Pengetahuan Sosial
DI SUSUN OLEH          ** Taufik Hidayat
KELAS                           ** XI. 1 (Sembilan Satu)-2023-2023

-Strategi Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/Pki, Di/Tii, G 30 S/Pki, Dan Konflik-Konflik Internal Lainnya

        Setelah Indonesia meraih kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, mempunyai arti Indonesia memiliki tata cara pemerintahan sendiri. Akan namun, ada beberapa golongan yg tak baiklah dgn metode pemerintahan tersebut. Sehingga mereka melakukan pemberontakan. Tahukah ananda pemberontakan apa saja yg terjadi di Indonesia? Anak-anak, pastinya di dlm keluargamu terdapat aturan-aturan yg telah disepakati oleh seluruh anggota keluarga. Apabila aturan-aturan itu ditaati maka tujuan keluarga akan dapat tercapai. Namun apabila ada anggota keluarga yg tak menaati bahkan menentang maka tujuan yg dikehendaki keluargamu sulit terwujud. Oleh karena itu orang bau tanah sebagai penanggung jawab terwujudnya tujuan keluarga pastinya bersikap tegas dlm menghadapi anggota keluarga yg melanggar aturanaturan keluarga. Sikap tegas ini mampu berupa hukuman dr yg ringan sampai dlm bentuk hukuman. Begitu pula Negara Kesatuan Republik Indonesia yg kita cintai ini pada waktu mendapat rongrongan dr dlm (bangsa Indonesia sendiri) mirip Peristiwa Madiun/PKI, DI /TII, G 30 S /PKI & pertentangan-konflik internal yang lain maka pemerintah bersikap tegas untuk mengatasinya dgn aneka macam strategi. Bagaimana seni manajemen nasional dlm menghadapi insiden-insiden tersebut akan kita pelajari dlm bab ini.

A*Peristiwa Madiun/PKI & Cara yg Dilakukan Pemerintah dlm Penanggulangannya

          Pada waktu bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda dgn usaha bersenjata maupun diplomasi sesudah kemerdekaan, bangsa kita harus menghadapi pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan yg terjadi pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia tatkala sedang berjuang melawan Belanda yg berupaya menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Para pemimpin pemberontakan ini di antaranya ialah Amir Syarifuddin & Musso. Amir Syarifudin adalah mantan Perdana Menteri & menandatangani Perjanjian Renville. Ia merasa kecewa lantaran kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 & melakukan pemberontakan di Madiun. Sedangkan Musso ialah Tokoh PKI yg pernah gagal melaksanakan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal ia melarikan diri ke mancanegara. Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung dgn Amir Syarifuddin untuk menyelenggarakan propaganda-propaganda anti pemerintah di bawah pimpinan Sukarno-Hatta.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini disokong oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, & Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Kelompok ini kerap kali melakukan agresi-aksinyaantaralain:
(1) melancarkanpropagandaantipemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan contohnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
(3) melaksanakan pembunuhan-pembunuhan contohnya dlm bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto dengan-cara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik & dibunuh.
Aksi pengacauan di Solo yg dilakukan PKI ini selanjutnya meluas & meraih puncaknya pada tanggal 18 September 1948. PKI sukses menguasai Madiun & sekitarnya seperti Blora, Rembang, Pati, Kudus, Purwadadi, Ponorogo, & Trenggalek. PKI menginformasikan berdirinya “Soviet Republik Indonesia.” Setelah menguasai Madiun para pemberontak melaksanakan penyiksaan & pembunuhan besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para perwira TNI & polisi, pemimpin-pemimpin partai, para ulama, & tokoh-tokoh penduduk banyak yg menjadi korban keganasan PKI. Pemberontakan PKI di Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintah RI yg berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 yg akan diganti dgn pemerintahan yg berdasar paham komunis. Kekejaman PKI tatkala melakukan pemberontakan pada tanggal 18 September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Oleh
Karena itu pemerintah bersama rakyat secepatnya mengambil tindakan tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam usaha menangani kondisi, Pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer Daerah Istimewa Surakarta & sekitarnya, yg meliputi Semarang, Pati, & Madiun. Panglima Jenderal Sudirman secepatnya memerintahkan pada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa Tengah & Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan kekuatan Tentara Nasional Indonesia & polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan pada Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar Komando Jawa (MBKD). Walaupun dlm operasi penumpasan PKI Madiun ini menghadapi kesulitan lantaran sebagian besar pasukan Tentara Nasional Indonesia menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda, dgn memakai dua brigade kesatuan cadangan lazim Divisi III Siliwangi & brigade Surachmad dr Jawa Timur serta kesatuan-kesatuan lainnya yg setia pada negara Indonesia maka pemberontak dapat ditumpas. Pada tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh Tentara Nasional Indonesia. Musso yg melarikan diri ke luar kota dapat dikejar & ditembak Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, kawasan Puwadadi & dieksekusi mati. Akhirnya pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan walaupun banyak mengkonsumsi korban & melemahkan kekuatan pertahanan RI.
B*Peristiwa DI/TII & Cara yg Dilakukan Oleh Pemerintah dlm Penanggulangannya
1. Pemberontakan DI / TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini dibuat pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yg berhijrah ke Yogyakarta & Jawa Tengah dlm rangka melaksanakan ketentuan dlm Perundingan Renville. Tatkala pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan DI/TII ini mampu leluasa melaksanakan gerakannya dgn memperabukan rumah-rumah rakyat, membongkar rel kereta api, menyiksa & merampok harta benda penduduk. Akan tetapi sesudah pasukan Siliwangi menyelenggarakan long march kembali ke Jawa Barat, gerombolan DI/TII ini mesti berhadapan dgn pasukan Siliwangi. Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yg lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
(1) medannya berupa tempat pegunungan-pegunungan sehingga sungguh mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya,
(2)pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dgn leluasa di golongan rakyat,
(3)pasukan DI /TII mendapat pemberian dr beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan
& para penunjang negara Pasundan,
(4)suasana politik yg tak stabil & sikap beberapa golongan partai politik telah mempersulit usaha-usaha
pemulihan keamanan.
Selanjutnya dlm menghadapi agresi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolan ini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bareng rakyat melakukan operasi “Pagar Betis” & operasi “Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 SM. Kartosuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dlm operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian SM. Kartosuwiryo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat mampu dipadamkan.
2. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Gerombolan DI/TII ini tak hanya di Jawa Barat akan namun di Jawa Tengah pula timbul pemberontakan yg didalangi oleh DI/ TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah yg bergerak di kawasan Brebes, Tegal, & Pekalongan. & Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yg disebut “Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah Letkol Sarbini (selanjut-nya diganti Letkol M. Bachrun & kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani). Gerakan operasi ini dgn pasukan “Banteng Raiders.” Sementara itu di kawasan Kebumen timbul pemberontakan yg merupakan kepingan dr DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (AUI)” yg dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yg diketahui selaku “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII pula terjadi di tempat Kudus & Magelang yg dijalankan oleh Batalyon 426 yg bergabung dgn DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yg dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak terrsebut dapat dihancurkan & sisa- sisanya melarikan diri ke Jawa Barat & ke tempat GBN.
3. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Gerombolan DI/ TII pula melaksanakan pemberontakan di Aceh yg dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh yakni kekecewaan Daud Beureuh lantaran status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dr daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yg waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh merupakan pecahan dr Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM. Kartosuwiryo. Dalam menghadapi pemberontakan DI/ TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yg mendapat dukungan tokohtokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/ TII di Aceh mampu dipadamkan.
4. Pemberontakan DI / TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan pula timbul pemberontakan DI/TII yg dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut pada pemerintah agar pasukannya yg tergabung dlm Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dlm Angkatan Perang RIS (APRIS). Tuntutan ini ditolak karena mesti melalui penyaringan.
Pemerintah melaksanakan pendekatan pada Kahar Muzakar dgn memberi pangkat Letkol. Akan namun pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan & melakukan agresi dgn melakukan teror kepada rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar sukses ditangkap & ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi mampu dipadamkan.
5. Pemberontakan DI /TII di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII pula melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yg dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dgn menyerang pospos kesatuan TNI. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan pada Ibnu Hajar dgn diberi potensi untuk mengalah, & akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun mengalah, akan namun setelah mengalah melarikan diri & melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada selesai tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap & dimusnahkan.
C*Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, & Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dgn ideologi Pancasila menghadapi aneka macam tantangan besar sejak tahun 1959, tatkala Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan sosial politik yg menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas lantaran antarpartai politik saling mencurigai, antara partai politik dgn ABRI serta antara keduanya dgn Presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut imbas atau mendominasi. Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sungguh memprihatinkan hingga timbul krisis ekonomi nasional. Prinsip Nasakom yg dipraktekkan waktu itu memberi peluang pada PKI & organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Dalam mempergunakan peluang tersebut PKI menyatakan selaku partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dgn komitmen-akad mirip peningkatan honor atau upah, pembagian tanah & sebagainya. Oleh lantaran itu PKI banyak mendapatkan efek dr para petani, buruh kecil atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, & para perwira ABRI. Kondisi politik & ekonomi yg kian tegang memiliki dampak pada sosial budaya penduduk . PKI & para pendukungnya yg semakin mendapat dampak sering mengancam & melaksanakan tindak kekerasan yang lain. Hal ini seperti yg dialami oleh para cowok yg tergabung dlm organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Tatkala sedang melakukan pembinaan di Kanigoro Kediri Jawa Timur pada bulan Januari 1965, para penunjang PKI menyerbu penerima pelatihan. Tindakan serupa pula dilaksanakan kepada umat Hindu di Bali yg sedang melakukan acara keagamaan. Tindakan PKI ini akibatnya pula dibalas oleh para kelompok yg anti PKI sehingga penduduk menjadi makin resah lantaran terkadang terjadi pertengkaran fisik. Pengaruh PKI yg sungguh besar dlm bidang politik berefek luas terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang sosial budaya semua organisasi yg anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah. Para seniman yg tergabung dlm kelompok Maniesto Kebudayaan (Manikebu) dibubarkan oleh pemerintah pada bulan Mei 1964. Badan Pendukung Sukarno (BPS) pula dibubarkan oleh pemerintah pada bulan Desember 1964 lantaran menentang PKI.
D*Pemberontakan G 30 S/PKI & Cara Penumpasannya
Tantangan yg dihadapi NKRI tatkala Demokrasi Terpimpin dilaksanakan & munculnya krisis ekonomi nasional merupakan peluang paham komunis untuk meningkat . Prinsip Nasakom yg dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan pada PKI & organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Melihat kondisi ekonomi yg memprihatinkan serta kondisi sosial politik yg sarat dgn gejolak pada permulaan tahun 1960-an maka PKI berupaya menyusun kekuatan & melakukan pemberontakan. Sebelum melaksanakan pemberontakan, PKI melaksanakan banyak sekali cara semoga mendapat dukungan yg luas di antaranya sebagai berikut.
(1) PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan mengoptimalkan gaji
& upah buruh, pembagian tanah dgn adil, & sebagainya.
(2) Pada simpulan tahun 1963 PKI melakukan “Aksi Sepihak” khususnya di Jawa, Bali, & Sumatera Utara.
(3) PKI pula mencari penunjang dr banyak sekali kelompok mulai dr para petani, buruh kecil, pegawai
rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, &
para perwira ABRI.
(4) Pengaruh PKI yg besar dlm bidang politik sehingga memengaruhi kepada kebijakan
pemerintah. Misalnya, semua organisasi yg anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah.
Manifesto Kebudayaan (Manikebu), selaku organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada
bulan Mei 1964. Kebijakan politik mancanegara RI pada waktu itu lebih cenderung ke Blok Timur yakni
dgn terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
(5) Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan Jenderal” dr dlm badan
Angkatan Darat. Menurut PKI bahwa Dewan Jenderal ini akan menggantikan kekuasaan dengan-cara
paksa dgn pertolongan Amerika Serikat. Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat, sebaliknya PKI
yg akan melaksanakan perebutan kekuasaan.
Puncak ketegangan politik terjadi dengan-cara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan & pembunuhan kepada para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yg menamakan dirinya selaku Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yg diculik & dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut yaitu sebagai berikut.
a. Letnan Jenderal Ahmad Yani.
b. Mayor Jenderal R. Suprapto.
c. Mayor Jenderal Haryono MT.
d. Mayor Jenderal S. Parman.
e. Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
f. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
g. Lettu Pierre Andreas Tendean.
Dalam insiden tersebut Jenderal Abdul Haris Nasution yg menjabat sebagai Menteri Kompartemen Hankam/ Kepala Staf Angkatan Darat sukses meloloskan diri dr pembunuhan akan namun putri dia, Irma Suryani Nasution tewas akhir tembakan para penculik. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, asisten Jenderal Nasution pula tewas dlm insiden tersebut. Selain itu Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena pula menjadi korban keganasan PKI. Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yg terjadi di Yogyakarta menimbulkan gugurnya dua orang perwira Tentara Nasional Indonesia AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo & Letkol Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “ sudah menguasai dua buah fasilitas komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta & Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul 07.20 & diulang pada pukul 08.15 disiarkan pengumuman wacana Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa gerakan ditujukan pada jenderal- jenderal anggota Dewan Jenderal yg akan mengadakan perebutan kekuasaan kepada pemerintah. Dengan pengumuman ini maka masyarakat menjadi galau.
Menghadapi situasi politik yg panas tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, & secepatnya mengeluarkan perintah biar seluruh rakyat Indonesia tetap hening & meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan & kesatuan bangsa. Mayor Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil alih komando Angkatan Darat, lantaran belum adanya kepastian mengenai Letnan Jenderal Ahmad Yani yg menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat. Dengan menghimpun pasukan lain tergolong Divisi Siliwangi, & Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-langkah-langkah yg dijalankan dlm operasi ini sebagai berikut.
(1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI & Kantor Telkomunikasi sekitar
pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini sukses tanpa kendala. Selanjutnya Mayor
Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat memberitahukan lewat RRI yg
isinya sebagai berikut.
(a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yg menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c ) Presiden & Menko Hankam/Kasab dlm kondisi kondusif & sehat.
(d) Pada rakyat diusulkan untuk tetap tenang & berhati-hati.
(2) Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yg dilaksanakan oleh RPKAD
yg dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo & Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini sukses menguasai beberapa tempat penting mampu mengambil alih beberapa daerah termasuk tempat sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yg menjadi sentra kegiatan Gerakan 30 September.
(3) Dalam operasi pencucian di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas
isyarat seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan suatu sumur bau tanah tempat mayat para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yg menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai hero revolusi.
Tatkala gerakan 30 September ini menyadari tak adanya pertolongan dr penduduk maupun anggota angkatan bersenjata lainnya, para pemimpin & tokoh penunjang Gerakan 30 September tergolong pemimpin PKI D.N. Aidit secepatnya melarikan diri. Dengan demikian masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yg sebetulnya melaksanakan pengkhianatan terhadap negara ini.

Baca Selengkapnya

Materi IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama Kelas 9

  Mengapa Indonesia Memiliki Fauna Oriental, Australian, Dan Peralihan? Jelaskan !