Mungkin
kita sudah tak gila lagi mendengar info atau kabar perihal naik dan
turunnya kurs mata uang. Misalnya, pada masa awal pandemi COVID-19, kurs Rupiah
terhadap Dollar menembus Rp 16.000.
Hal serupa pula pernah terjadi saat adanya krisis moneter 1998 silam yg menjadi penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Saat itu, kurs Rupiah naik menjadi Rp 16.650. Sementara, di tahun 1991 kurs tukar Rupiah ada dlm angka Rp 1.991.
Jika
menyaksikan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kurs mata duit cukup fluktuatif,
mampu saja menurun atau sebaliknya. Beberapa aspek dapat menyebabkannya seperti
inflasi, kebijakan pemerintah, gerakan neraca pembayaran, bahkan keadaan di
luar lingkup perekonomian seperti pandemi COVID-19.
Daftar 8 Faktor yg dapat Mempengaruhi Nilai Tukar Uang
- Inflasi
Inflasi yakni keadaan tatkala harga di sekitar menjadi naik. Inflasi dapat menyebabkan naik atau turunnya kurs mata duit sebuah negara. Contohnya yakni tatkala adanya krisis keuangan global di tahun 2008, di mana inflasi di Indonesia berkembangberada di angka 11%.
Hal tersebut menimbulkan penurunan kurs Rupiah, dr Rp.9000 menjadi Rp 12.000 kalau ditukar menjadi USD. Contoh yang lain adalah tatkala beberapa negara di Eropa terkena inflasi, di mana jatuh dr sekitar USD 1,6 menjadi USD 0,96 per euro.
Inflasi & naik turunnya kurs mata uang dapat dijadikan indikator dlm mengukur keadaan perekonomian dlm negeri. Pada umumnya, negara dgn angka inflasi rendah dapat menaikkan kurs tukarnya.
Karena, kadar inflasi yg tak tinggi cenderung meningkatkan daya beli penduduk , mirip tatkala berbelanja mata uang.
- Kebijakan Pemerintah
Beberapa kebijakan pemerintah mampu mempengaruhi berubahnya nilai tukar. Salah satu misalnya adalah kebijakan moneter Bank Indonesia sebagai bank sentral dlm mengatasi defisit transaksi berlangsung, keadaan dimana jumlah transaksi ekspor kurang dr impor.
Kebijakan
tersebut dilaksanakan dgn cara pemerintah melakukan intervensi ganda (dual intervention), mirip kebijakan Bank Indonesia memudahkan
kanal transaksi valas pada beberapa penggunaan valuta aneh mirip eksportir
dan importir.
Adapun teladan dr kebijakan BI di atas dgn diciptakannya
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), supaya mengembangkan persediaan valas di pasar
uang dlm negeri. SBI pula diyakini dapat mengurangi turunnya rupiah terhadap
mata uang Dollar Amerika Serikat.
- Hutang Negara
Apabila suatu negara gagal dlm menyanggupi kewajiban mengeluarkan uang pemberian dr negara kreditur, maka kemungkinan mengakibatkan adanya inflasi & ketidakpercayaan penanam modal ajaib. Hal ini yg menjadikan usul kurs tukar suatu negara menurun.
Karena, pada umumnya calon investor tak menghendaki untuk berinvestasi di instrumen yg beresiko mirip yg dijalankan oleh negara dgn hutang terbanyak.
Pemerintah biasanya menetapkan beberapa kebijakan apabila kesusahan mengeluarkan uang santunan, mirip penurunan harga sekuritas aneh atau mencetak uang banyak, dimana berisiko memunculkan inflasi.
- Suku Bunga
Tingkat suku bunga yg berlaku mampu menunjukkan pengaruh kepada naik turunnya nilai tukar valuta. Suku bunga yg naik dapat mengakibatkan apresiasi terhadap suatu nilai tukar.
Adapun yg dimaksud dgn apresiasi di sini merupakan pada ketika nilai valuta dlm negeri menguat dibanding nilai tukar yang lain sebagai salah satu cara mengoptimalkan nilai tukar rupiah.
Selain itu, tingkat suku bunga besar cenderung dilirik & disenangi investor aneh. Hal ini alasannya adalah negara penyedia pinjaman menjamin suku bunga kredit lebih tinggi & menguntungkan, sehingga pemodal aneh mampu meminjamkan modalnya & nilai kurs mampu meningkat. Hal ini termasuk dlm pengaruh aktual & negatif jual beli internasional.
- Defisit Neraca Perdagangan
Kondisi neraca jual beli (perbandingan antara
perolehan ekspor & impor) dapat menimbulkan pergantian pada nilai kurs.
Misalnya, apabila negara terlalu banyak melakukan kegiatan impor, maka akan
memperbesar modal atau dukungan dimana berupa valuta luar negeri.
Karenanya,
banyak importir yg menukarkan uangnya pada valuta gila yg dituju,
sehingga menimbulkan pelemahan valuta negaranya. Hal ini pula mengakibatkan harga
ekspor dlm negeri menurun alasannya adalah mampu dibeli dgn orang mancanegara dengan
harga ekonomis.
Contoh lainnya ialah tatkala negara sukses mengundang
penanam modal ajaib untuk menanamkan modalnya. Semakin banyak seruan investor,
maka semakin bertambah aktivitas transaksi penukaran ke mata uang setempat. Oleh
karena itu, kurs dlm negeri mengalami apresiasi.
- Nilai Ekspor & Impor
Jika jumlah ekspor mengalami peningkatan, maka perolehan devisa dlm negeri ikut bertambah. Cadangan devisa yg meningkat menimbulkan banyaknya valuta asing ditukarkan menjadi valuta dlm negeri.
Maka itu, kian pasokan mata uang setempat meningkat, maka makin besar lengan berkuasa nilai tukarnya. Demikian pula dgn impor.
Aktivitas impor yg berlebihan menyebabkan banyaknya permintaan penukaran mata duit ajaib & melebihi usul mata uang dlm negeri. Hal ini menimbulkan terjadinya depresiasi mata duit setempat, yakni keadaan dikala usul valuta domestik menyusut.
- Pergerakan Harga Komoditas
Aktivitas & volume impor komoditas luar
negeri pula menawarkan efek signifikan. Contohnya, pada dikala harga minyak
global membengkak maka menimbulkan peningkatan
seruan Dollar oleh importir dlm negeri. Hal ini dikerjakan supaya
cadangan minyak dlm negeri tak berkurang.
Seperti
yang sudah dibahas di atas, dimana apabila banyaknya usul valuta aneh
melemahkan nilai tukar lokal. Karenanya, dapat ditarik kesimpulan kenaikan harga
minyak menimbulkan kurs Rupiah menurun.
- Faktor Lingkungan Eksternal
Beberapa keadaan di luar acara perekonomian
menunjukkan pengaruh terhadap berpengaruh & lemahnya kurs tukar, apabila cukup besar
mempengaruhinya. Misalnya, adanya pandemi COVID-19 yg mengakibatkan
depresiasi Rupiah kepada Dollar.
Pandemi
Corona pula mengakibatkan keraguan penukaran valuta yang lain di pasar keuangan
internasional. Selain itu, beberapa investor gila menawan modalnya dari
Indonesia (capital outflow) & menyebabkan nilai Rupiah semakin menurun.
Ancaman yg terdapat di negara pula berisiko melemahkan
nilai tukar. Seperti pada saat kejadian bom bunuh diri di dlm Gereja Bethel
Bibel Sepenuh Solo pada tahun 2011 lalu. Kejadian ini menimbulkan depresiasi
nilai Rupiah menjadi sekitar Rp.9050 per Dollar AS.