Hoax Bersimulasi, Muncul Hiperrealitas yang Real dan Imajiner jadi Satu

Berita Hoax & Era Simulasi “yang Real telah Mati” supaya dapat memahami postingan tentang Hiperrealitas.

Sherry Turkle (1997) melukiskan ihwal realitas virtual selaku berikut : “realitas virtual menunjukkan gambaran kehidupan yg lebih faktual dibandingkan dgn kehidupan nyata itu sendiri”. 

Semua yg positif lenyap, alasannya adalah adanya efek simulasi & timbul realitas yg menanggulangi realitas real (hyperreality), realitas yg lebih anggun dr yg elok, lebih benar dr yg benar.

Ketika konten hoax menjadi asumsi masyarakat, mulai dr isu kebangkitan PKI, isu penganiayaan ulama ([Preview ##eye##]

< border="0" data-original-height="747" data-original-width="1600" src="https://4.bp.blogspot.com/-WR-DW7FhYdU/WrUGa_JVjII/AAAAAAAAAWA/hObSIScKFjo-nCpJc8vZMIesCaDhsYdcQCLcBGAs/s1600/jean%2Bbaudrillard%2Bhiperrealitas2-min.jpg" />


Mereka sukses membuat simulasi yg menggiring opini publik terus & menerus. Inilah isyarat yg mereka (penyebar hoax) bangun. Kode yg dibangun mematikan realitas yg aktual, & munculnya realitas baru, yg tak aktual. 


Dalam bukunya Symbolic Exchange and Death, Baudrillard mengemukakan desain “isyarat” yg dilihatnya begitu penting dlm suasana modern final. Konsep instruksi ini muncul karena kurun komputer & digitalisasi. 

Kata Baudrillard, kode cukup fundamental dlm berbagai ilmu seperti fisika, biologi & ilmu pengetahuan alam yang lain (instruksi biner dlm teknologi komputer, arahan DNA dlm biologi, kode digital pada televisi & dunia rekaman serta isyarat dlm teknologi keterangan). 

Ia menawarkan kesempatan berlangsungnya reproduksi sempurna dr suatu objek situasi, alasannya adalah itu aba-aba bisa mem-baypass sesuatu yg real & membuka peluang munculnya realitas yg disebut dgn hyperreality.

Hiperrealitas dapat menghapuskan perbedaan yg positif (real) dgn yg imajiner, contohnya, pada konten berita hoax, sesudah simulasi yg berhasil dimainkan oleh para pelaku, hingga penduduk mengadopsi info tersebut. Inilah pola bagaimana yg positif (real) tak bisa dibedakan lagi tatkala yg imajiner diterima oleh masyarakat.

Rabu (23/8). Kepolisian Indonesia mengungkapkan penangkapan tiga pimpinan sindikat Saracen yg diduga berada di balik sejumlah informasi bohong & provokatif bertemaSARA di media umum. Sumber : [Preview ##eye##]

Kasus diatas, bagaimana mereka (saracen) mengembangkan konten hoax untuk mampu menghipnotis publik (opini publik). Berita bohong & provokatif yg disebarkan (isu SARA), ”Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, maupun meme yg tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap golongan penduduk lain,” demikian siaran pers Tindak Pidana Siber Kepolisian RI yg diterima BBC Indonesia.

Dari masalah ini, kita menyaksikan, bahwa simulasi yg dimainkan, sungguh terencana, & mempunyai target yg terperinci dlm penyebarannnya. Inilah yg dikatakan oleh (Jean Baudrillard, 1993), bahwa Hiperrealitas selalu siap untuk direproduksi.


Simulasi yg dilakukan oleh para penyebar hoax sukses. Hoax dibuat sedemikian asli & benar fakta serta datanya. Hal ini senada, seperti apa yg disampaikan oleh Rojek & Turner, hiperrealitas yg dilaksanakan andal NASA dlm menyempurnakan “gambar” yg diberikan atau yg diperoleh melalui satelit supaya gambar lebih indah & kelihatan spektatuler.

< border="0" data-original-height="75" data-original-width="1600" src="https://2.bp.blogspot.com/-HwTZafqZh6o/WrUKxONmqzI/AAAAAAAAAWQ/zEKwpt8QMM0MK2zm7gSIl8dW5vWjRH88wCEwYBhgL/s1600/banner%2Bsosiologi%2Binfo-min.jpg" />


Era Simulasi & Hiperrealitas berdasarkan Baudrillard sebagai potongan dr rangkaian fase citraan, rangkaian itu selaku berikut :

1. Citraan sebagai refleksi dasar dr realitas
2. Citraan menutupi & mendistorsi dr realitas
3. Citraan menutupi ketiadaan atau lenyapnya dasar dr realitas
4. Citraan melahirkan ketidakterhubungan terhadap banyak sekali realitas apa pun, citraan bukanlah kemurnian simulacrum itu sendiri (Baudrillard, 1983)

Semuanya bermain simulasi, teknologi & media umum (internet) bergabung menjadi simulacrum yg terus bersimulasi dgn aba-aba & gambaran yg dibangun, begitupun dgn hoax (gosip tak benar). Terus membangun opini & bersimulasi, & keberhasilannya dlm mempengaruhi opini publik. 


Terbuktinya, karena ketidakmampuan dlm membedakan sesuatu hal yg mana orisinil, artifisial, benar, tak benar, mereka bermain instruksi. Sebut saja, meme yg mereka sebarkan, narasi teks yg mereka buat, serta video-video yg mereka sebarkan, semuanya itu simulasi yg bermain aba-aba.


Inilah, hiperrealitas, dikala yg tak benar melebur menjadi benar, yg tak asli menjadi asli, sebab ketidakmampuan dlm membedakan suatu arahan & citra yg dibangun dgn apik melalui simulasi. 


< border="0" data-original-height="1387" data-original-width="1600" src="https://1.bp.blogspot.com/-Ugni5_46UXo/WrUgbA5U9BI/AAAAAAAAAWw/z-wc_UI3qzY-Oe9bpgspX1suQAvy-gxRACEwYBhgL/s1600/jean%2Bbaudrillard%2Bhiperrealitas3-min.jpg" />


*Silahkan untuk refrensi lebih lanjut dapat membeli buku yg berjudul Postmoderisme Teori & Metode oleh Dr Akhyar Yusuf Lubis di toko buku terdekat.  *Beli online pula bisa. Sumber foto : internet