Transisi Menuju Sistem Post-Fordisme

Lanjutan dr artikel sebelumnya dgn judul : EraKonsumsi Massal, Hasrat Manusia yg Rakus ?

dari Mcdonaldisasi ke Gojeknifikasi : Transisi Menuju Sistem Post-Fordisme

– Sistem Gojeknifikasi terdapat tiga (3) unsur utama yg bermain didalam teladan atau prosedur ini yakni mencakup faktor Fleksibilitas, Onlinesitas & Prediksibilitas.
Mungkin sebelumnya kita sudah pernah mendengar ungkapan yg satu ini ! Fordisme sebagaimana sistematika buatan mobil oleh Ford yg hampir mirip dgn jalannya Sistem di Rumah makan cepat saji. Sistem Fordisme yg ditandai dgn penempatan pekerja dengan-cara sempurna & tertata & mengandalkan sebagian besar kerjanya pada mesin pula hampir sama dgn teladan dr McDonaldisasi yg mengatur karyawan & pelanggannya dgn mesin-mesin tertentu.
Pola yg nyaris sama antara McDonaldisasi & Fordisme yg lebih mengutamakan pada keseragaman (Homogenitas) mampu kiranya di kategorikan sebagai serpihan dr budaya Modernitas. Sebagaimana modernitas itu sendiri lahir dr upaya manusia untuk mendaya gunakan potensi Akal (Logika Antroposentris) dlm mengurus alam eksternal yg pada awalnya dianggap liar, tak terorganisir & awut-awutan.
 Modernitas hadir menyerupai sang pencerah yg akan mengarahkan dunia pada kondisi yg teratur berdasarkan akal berpikirnya sendiri. Dunia yg dianggap terstruktur yakni dunia yg hadir semata untuk memenuhi nafsu libido insan, dunia yg mampu di kontrol lewat pemolaan sedemikian rupa & yg pastinya tunduk pada Rasionalitas semata. Akibatnya sebuah unsur yg dianggap “Lain” (rancangan Liyan) dr nalar Modernitas akan dibantai menyerupai rumput liar yg mengotori indahnya panorama taman.
Namun dlm pertumbuhan mutakhir sebagaimana yg sudah dikemukakan diawal tadi, dunia seakan memasuki sebuah epos baru entah itu dianggap lanjutan ataupun keterputusan dr masa sebelumnya. Epos yg satu ini sering dinamakan selaku PostModernitas dimana dunia sedang mengalami keadaan yg berlawanan dgn era sebelumnya. Postmoderen sebuah ungkapan yg begitu terkenal tatkala perumpamaan Francis Lyotard mengumandangkan kematian narasi-narasi besar & menjadi term terkenal dlm rana Humaniora & Ilmu sosial serta Filsafat.
PostModernitas sebagai suatu epos atau abad tentu memiliki perbedaan dgn abad modernitas, dimana periode postmodernitas lebih fleksibel, potensi terbuka untuk mendapatkan jenis keanggotaan, Heterogenitas, selera yg lebih bebas, & lain sebagainya.

Dengan itu teladan dlm logika Rasionalitas & Ekonominya pula tentu mengalami pergantian dr Sistem Mcdonaldisasi yg begitu kaku & Homogen ke suatu Sistem baru yg mengandalkan tenaga digital sebagai proses mekanismenya yakni Gojeknifikasi.
Goneknifikasi ialah sebuah sistem yg lebih Fleksibel & Heterogen, yg berkembang pada masyarakat Pasca Modernitas yg mebgandalkan pola dr Post-Fordisme.
Sebagaimana telah kita ketahui yakni kebutuhan akan Transportasi yg simpel yg berbasiskan digital telah menggeser paradigma yg sebelumnya berorientasi pada Restoran cepat saji (Fasfood-Sentris) ke Transportasi Online (Online-sitas).
Dunia yg sudah dilanda oleh demam & candu pada teknologi digital pula turut menyebabkan segala bentuk aktifitas anggota masyarakatnya yg serba online. Budaya Onlinesitas selaku buah Rasionalitas pula telah berefek pada tingginya seruan akan aplikasi Online, demikian halnya dlm Transportasi pula sudah dimasuki oleh akal Onlinesitas.
Akhirnya sudah bermunculan banyak sekali aplikasi Ojek Online seperti Gojek, Grab & lain-lain yg mengandalkan dunia digital selaku medianya. Gojeknifikasi diartikan lebih tepatnya sebagai sebuah contoh khas di kala pasca modernitas yg bersifat Post-Fordis yakni sebuah metode yg lebih fleksibel & Heterogen.
Bisa kita lihat bagaimana perusahaan Gojek sudah menawarkan berbagai inovasi baru selain angkutansehingga dikenal sistem Go-Food, Go-Car, Go-Mart, & lain-lain. Berbagai layanan yg sifatnya lebih fleksibel tersebut merupakan buah dr pemanfaatan digitalisasi dlm proses pelayanan yg diterapkan oleh perushaan ini & keterbukaannya untuk melayani pelanggan dgn tawaran yg lebih dr sekedar transportasi.
Tentu ini berlainan dgn pola McDonaldisasi yg menekankan ketundukan pelanggan pada aspek kerja dr teladan ryang makan, dimana dgn nalar Efesiensi kita dituntun untuk melaksanakan suatu peran dr satu daerah ke kawasan yg lainnya dlm Restoran Cepat saji, sedang Logika Gojeknifikasi yg menekankan fasilitas kanal kuliner & Fleksibelitas dlm reservasi.
Jika di generalkan dlm metode Gojeknifikasi terdapat tiga (3) unsur utama yg bermain didalam acuan atau prosedur ini yaitu meliputi faktor Fleksibilitas, Onlinesitas & Prediksibilitas. Trinitas dr kata selesai “Itas” tersebut merupakan ciri utama dr sistem Gojekifikasi dimana olehnya dunia semakin diarahkan pada heterogenitas yg menggeserkan dengan-cara perlahan homogenitas dr McDonaldisasi.
Benarkah Sudah Tidak Ada Lagi Obesitas dalam Gojeknifikasi ?

Namun yg menjadi dilema kita ketika ini benarkah obesitas pula mengalami akhir hayat dlm mekanisme Gojeknifiksi ? Tentu ini menjadi suatu pertanyaan penting mengenang Obesitas cenderung bersahabat dgn Logika McDonaldisasi yg lebih menekankan aspek “Food” sebagai Cirinya & bekerjasama denagn Era Modernitas.
Namun penulis disini tak berhenti begitu saja dgn memfinalkan bahwa dlm Gojeknifiksai sudah tak ada lagi Obesitas. Justru penulis hendak memberi sebuah penjelasan yg berhubungan dgn kelanjutan obesitas di masa pasca modernitas yg dapat dikaitkan dgn tata cara Gojeknifikasi.
Jika kita kembali menegok ke Tiga nalar dasar (Trinitas Logic) dlm sistem Gojeknifikasi yakni Fleksibilitas, Onlinesitas & Prediksibilitas, malah kita mampu menyaksikan bahwa Goheknifikasi menjadi fasilitas bagi Produksi & Reproduksi Obesitas ditengah penduduk .
Ditengah inovasi perusahaan Gojek & sejenisnya guna dapat menggaet hati para konsumen, yg kini telah memunculkan berbagai penemuan gres entah itu upaya sintesis Transportasi online dgn Pesan antar Makanan, Jasa Pijat, Jasa jual beli, Jasa Pengiriman Box & sebagainya.
Begitu berkembangnya perusahan Gojek & Sejenisnya sehingga sudah memungkinkan Fleksibilitas & Aksebilitas pada pelanggan. Seorang konsumen yg sedang kelaparan contohnya & pula mempunyai dompet yg tebal tentu memiliki potensi untuk merasakan sajian yg tertera di layanan Go-Food.
Dengan keanekaragaman khazanah dr makanan yg tertera di menu tersebut apakah bukan menjadi pemicu obesitas di tengah masyarakat ?
Tentu hal ini dapat sekaligus menjadi pemicu obesitas yg diwarnai dgn ligika prediksibilitas yg akurat dimana daya Onlinesitas dlm aplikasi gojek telah memberi pengertian pada para pelanggan untuk duduk manis, menanti pesanan alasannya kiriman/paket makanan akan secepatnya datang.
Dengan demikian jika disimpulkan dlm rana Gojeknifiksai pula tak menutup kemungkinan terjadinya Obesitas pada konsumen, sebab dlm mekanismenya pula makin mempermudah pelanggan dlm mengakses aneka macam masakan yg di harapkan. Bukankan ini pula tergolong Orgasme mata pada daftar sajian digital ?
Kita sudah menyaksikan bagaimana sebuah perubahan tren sedang berjalan, dr tren berkunjung ke Rumah makan cepat saji (McDonald) ke tren Pesan Makanan lewat Ojek Online (Gojek), bukankah ini menerangkan akhir dr kala Imperium FastFood atau McDobaldisasi menuju suatu masa Kekaisaran Transportasi online atau Gojeknifikasi.
Bahkan kemungkinan besar McDonaldisasi pula akan mengalami proses Gojeknifikasi dimana dibukan lagi sekedar menyediakan pelayanan hanya sebatas jasa Makanan & minuman, tetapi pula perusahaan rumah makan cepat saji yg menerapkan nalar McDonaldisasi pula akan menirup acuan inovasi dr Perusahaan Gojek, sehingga tak menutup kemungkinan kedepannya kita akan melihat  KFC-Box, MCD-Pijat ataupun Pizza Hutt-Mart ini semua tak lain selaku bentuk upaya persaingan di pasaran yg kini sedang dilandah demam Gojeknifiksasi.
Dengan ini semua tak dipungkiri Obesitas tetap berjalan sampai sekarang & terlembagakan dlm model gres yg lebih terkenal yakni Gojeknifiksasi. 

Kontributor/Penulis : 

Nama               : Dinasty Dinra Pratama
Jurusan            : Sosiologi
Mhs/Kampus   : Universitas Negeri Makassar
Media sosial
IG                    : @celoteh_Dinasty

  Potensi Pertumbuhan Masyarakat Terhadap Konsumsi