Sejarah Berdirinya Gedung Sate Di Kota Bandung

Sebuah bangunan renta peninggalan masa kolonial Belanda yg terletak di jalan Diponegoro Bandung kerap menarik perhatian orang – orang yg lewat sebab mempunyai keunikan tersendiri. Gedung yg memiliki ciri khas berupa pernak-pernik yg berupa seperti tusuk sate yg terdapat pada menara sentralnya ini sudah sejak zaman dulu menjadi salah satu ikon bersejarah & bangunan khas kota Bandung, yg diketahui dengan-cara nasional. Dinamakan Gedung Sate, gedung ini kini berfungsi sebagai gedung daerah pemerintahan Pusat Jawa Barat & acap kali menjadi daerah banyak sekali pameran seni serta kegiatan lainnya.

Kalangan pemerhati arsitektur kerap menjadikan gedung ini selaku bahan kajian perihal arsitektur unik, yg bentuknya menerima efek dr arsitektur Eropa. Banyak turis yg berkunjung ke Bandung menyempatkan diri untuk mendatangi Gedung Sate, sehingga gedung ini pula kerap dianggap sebagai salah satu tujuan rekreasi utama di Bandung utamanya bagi mereka yg tertarik pada sejarah berdirinya gedung sate. Namun alasannya gedung ini dipakai selaku pusat pemerintahan Jawa Barat, maka tak semua bagiannya dapat dikunjungi dgn bebas.

Awal Mula Pembangunan Gedung Sate

Sejarah Berdirinya Gedung SateGagasan untuk membangun sejarah berdirinya gedung sate berawal dr evaluasi pihak Belanda bahwa Batavia tak lagi menjadi ibukota yg patut alasannya adalah aneka macam perkembangan yg terjadi di sana. Gedung Sate dibangun untuk menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda, sebab para petinggi menilai bahwa iklim di Bandung sama dgn iklim  Perancis Selatan tatkala sedang isu terkini panas. Pembangunannya dijadwalkan melibatkan 2000 pekerja dimana 150 orang diantaranya yakni pemahat atau jago pengukir watu nisan & kayu berkebangsaan Cina yg berasal dr Kanton. Ada pula tukang watu, kuli & peladen yg berasal dr pembangunan Gedong Sirap di Kampus ITB & Gedong Papak di Balaikota Bandung.

  Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam Lengkap – Permulaan Bangkit – Keruntuhan

Peletakan batu pertama pada sejarah gedung sate yg di masa Hindia Belanda dikenal dgn nama Gouvernements Bedrijven (GB) dilakukan oleh Johanna Caterina Coops, putri sulung Walikota Bandung yg berjulukan B. Coops serta Petronella Roelofsen selaku wakil Gubernur Jenderal JP Graaf Van Limburg Stirum pada 27 Juli 1920. Perencanaan gedung sate dilaksanakan oleh tim yg terdiri dr Ir. J. Gerber, arsitek kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. DeRoo & Ir. G. Hendriks & dr pihak Gemeente Van Bandoeng yg diketuai oleh Kolonel. Purn. VL. Slors. Gedung Sate dibangun selama 4 tahun tepatnya pembangunan selesai pada bulan September 1924, berupa bangunan induk, Kantor Pusat PTT (Pos, Telepon & Telegraf) & Gedung Perpustakaan.

Dalam proses pembangunannya, maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus Berlage turut memberi rekomendasi agar Gerber memasukkan unsur tradisional Indonesia sehingga Gedung Sate mempunyai gaya arsitektur unik yg berupa perpaduan arsitektur Indo Eropa. Jendela yg digunakan untuk gedung sate bernuansa Moor, yg berasal dr Spanyol. Keseluruhan bangunan bergaya Reinassance Italia, sementara menara bergaya Asia sehingga mirip mirip Pagoda yg ada di Thailand & atap pura Bali. Puncak Gedung Sate dihiasi oleh ornamen ibarat tusuk sate dgn enam buah bulatan sebagai lambang dr ongkos pembangunan yg meraih 6 juta Gulden.

Bagian Fasad atau terlihat depan gedung pula memiliki sejarah tersendiri sebab dibangun dgn menggunakan sumbu poros utara-selatan yg pula diterapkan pada Gedung Pakuan, menghadap gunung Malabar di Selatan, sementara gedung sate dibangun menghadap gunung Tangkuban Perahu di Utara. Batu – watu yg digunakan dlm konstruksi berskala 1 x 1 x 2 m yg diambil dr perbukitan Bandung Timur, dipasang sesuai kriteria teknik sehingga Gedung Sate masih berpengaruh & kokoh berdiri hingga kini.

Perang di Gedung Sate

Sejarah berdirinya gedung sate pula mencakup peristiwa berdarah yg terjadi pada masa perang kemerdekaan selain adanya kejadian Bandung Lautan Api di kota Bandung. Tatkala masih digunakan selaku kantor Jawatan Pekerjaan Umum, terjadi insiden penting di Gedung Sate. Saat itu gerakan Pemuda PU menggantikan gedung dr tangan Jepang. Untuk mempertahankannya, gerakan pemuda ini membentuk regu pertahanan yg dipersenjatai hasil rampasan dr serdadu Jepang. Tanggal 4 Oktober 1945, kota Bandung diinvasi oleh prajurit Sekutu yg diboncengi prajurit Belanda & NICA sehingga suasana kota makin tak aman. Pada tanggal 3 Desember 1945 gedung sate hanya dipertahankan oleh 21 orang pejuang tatkala terjadi penyerbuan oleh pasukan prajurit Gurkha yg disokong oleh Sekutu & Belanda memakai persenjataan berat terbaru pada pukul 1 dini hari.

Pertempuran sengit berjalan hingga pukul 14 siang, & dikenali bahwa 7 orang pemuda hilang. Selama bertahun-tahun tak diketahui keberadaan mereka, hingga dikerjakan penelusuran pada Agustus 1952 oleh beberapa mantan teman seperjuangannya di sekitar gedung sate & mereka mendapatkan empat mayat yg sudah berupa kerangka yg kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Sebuah tugu peringatan yg berbahan kerikil kemudian dibuat untuk mengingat pengorbanan ketujuh pemuda tersebut & ditaruh di halaman belakang Gedung Sate, yg dipindahkan pada 3 Desember 1970 berdasarkan perintah dr Menteri Pekerjaan Umum. Ketahui pula tentang sejarah berdirinya Gedung Pancasila, & sejarah lahirnya TNI.

Gedung Sate Setelah Kemerdekaan

Sejarah berdirinya Gedung Sate berlanjut pada tahun 1977 dgn pembangunan gedung gres hasil karya Ir. Sudibyo yg gaya arsitekturnya menyerupai gedung utama, dibentuk khusus untuk para anggota DPRD Jawa Barat. Pada tahun 1980 gedung sate lebih diketahui sebagai kantor Gubernur sebab digunakan sebagai pusat acara dr pemerintahan Provinsi Jawa Barat yg sebelumnya terletak di Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung.

  Pemungutan suara pada Pemilu Ⅰ diadakan dua kali dengan tujuan

Sebagai gedung bersejarah, banyak desas desus yg beredar mengenai Gedung Sate, salah satunya ialah rumor bahwa ada lorong belakang layar yg menghubungkan Gedung Sate dgn Gedung Pakuan. Namun Rumor ini disangkal oleh para petinggi & pegawai yg berada di Gedung Sate. Cukup sulit untuk menunjukan kebenarannya, sebab pada masa peralihan gedung dr Departemen Pekerjaan Umum  ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dokumen – dokumen yg menyangkut arsip orisinil Gedung Sate pula turut dipindahkan hingga ketika ini kurang jelas keberadaannya. Ketahui pula mengenai masa penjajahan Belanda di Indonesia, aksi militer Belanda II dan

Pada masa kini ini, tepatnya pada 8 Desember 2017 pemerintah Provinsi Jawa Barat meresmikan Museum Gedung Sate yg akan membuat lebih mudah masyarakat untuk mengenali sejarah berdirinya Gedung Sate tersebut. Letak museum ada di basement gedung, yg bisa diraih melalui gerbang belakang. Museum seluas 500 meter persegi ini dibuka mulai pukul 09.30 – 16.00 setiap hari, kecuali hari Senin. Pengunjung yg ingin memasuki museum harus bersabar menunggu antrean sebab kapasitas ruangan yg terbatas, yakni cuma 35 orang.

Di dlm museum yg berkonsep digital ini terdapat sejarah kota Bandung semenjak 1890, mencakup sejarah kota Bandung pasca kemerdekaan, sejarah kota Bandung zaman pra kolonial – kolonial, sejarah Gedung Sate semenjak dibangun hingga sekarang, pula bioskop mini berkapasitas 35 orang yg memutar film pendek tentang sejarah Gedung Sate, & ruangan Augmented Reality yg membuat para pengunjung seolah – olah kembali berada di zaman lampau atau naik balon udara. Pada final pekan, gedung sate kerap dijadikan lokasi untuk acara tertentu, termasuk adanya pasar terkejut yg cuma ada di pagi hari Minggu sampai siang.