Berbagai macam budaya & agama yg ada di Indonesia merupakan sumber wawasan yg luas bagi orang – orang yg kepincutuntuk memperluas perspektif & ilmunya perihal banyak hal. Jakarta selaku ibu kota Indonesia memiliki banyak akomodasi yg mampu mendukung hal tersebut berupa museum – museum yg menjadi penyimpan bahan sejarah dlm banyak sekali bidang. Salah satu kompleks yg menampung berbagai museum & kekayaan budaya Indonesia berbentukreplika – replika rumah budpekerti yakni Taman Mini Indonesia Indah.
Dari beberapa museum yg ada di daerah TMII, Sejarah Museum Al Quran di TMII yaitu tempat untuk menyimpan banyak sekali mushaf Al Qur’an dr berbagai negara & kawasan di Indonesia. Bayt Al Qur’an terletak di Jalan Raya TMII 1, Jakarta Timur berdekatan dgn Museum Istiqlal. Disana terdapat mushaf Al Qur’an terbesar & terkecil di seluruh Indonesia. Idenya timbul tatkala Presiden Soeharto ingin memajang mushaf Al Qur’an paling besar di Indonesia & pula mushaf lainnya yg pernah dipajang tatkala festival Istiqlal.
Penyelenggaraan Festival Istiqlal
Sejarah museum Al Qur’an di TMII memang tak mampu dipisahkan dr keberadaan museum Istiqlal pula , karena kedua museum ini ada selaku hasil dr Festival Istiqlal I pada tahun 1991 & Festival Istiqlal II di Jakarta. Penyelenggaraan kedua ekspo ini membuktikan tingginya antusiasme masyarakat untuk menyaksikan berbagai hal sehubungan dgn budaya Islam. Festival Istiqlal menunjukkan banyak sekali khazanah budaya Islam dr Indonesia yg dibentuk oleh para seniman muslim dr banyak sekali daerah.
Adapun penyelenggaraan festival ini mampu dikatakan sebagai suatu fasilitas uji coba dlm memperlihatkan karya – karya seni budaya Indonesia yg bernafas Islami, dimana uji coba tersebut bisa dibilang berhasil dgn tingginya trend penduduk utamanya umat Islam yg mendatangi pameran. Kesuksesan kedua pekan raya tersebut kemudian menjadi pertanda bahwa pada dasarnya seluruh benda – benda seni yg mengandung nilai keislaman & sejarah Islam di Indonesia mampu ditampung dlm satu wadah dlm bentuk penghidangan yg lebih permanen dibandingkan dengan sekedar suatu festival, & semoga koleksi – koleksi karya tersebut mampu dilihat oleh penduduk setiap saat.
Sejarah Museum Al Alquran di TMII
Ide pembangunan awal dlm sejarah museum Al Qur’an di TMII tercetus pada saat Presiden Soeharto mendapatkan kado berbentukmushaf Al Qur’an terbesar di Indonesia pada 4 Juli 1994. Mushaf tersebut berskala 2 x 1,5 m atau 2 x 3 m tatkala dibuka. Mushaf Wonosobo berupa hasil tulisan tangan dr para santri di Pesantren Al Asy’ariyah di Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah yg dipimpin oleh KH. Muntoha.
Pada saat itu Menteri Agama Tarmizi Taher spontan menganjurkan nama ‘Bayt Al Qur’an’ tatkala Presiden Soeharto bertanya dimana seharusnya tempat penyimpanan mushaf tersebut. Kemudian Ibu Negara Tien Soeharto menganjurkan tempat pendirian museum tersebut berupa tanah wakaf seluas kurang lebih 20.013 meter persegi. Pada tahun 1995, Presiden Soeharto meresmikan Mushaf Istiqlal yg sudah dlm proses pembuatan sejak tahun 1991.
Sejarah Museum Al Alquran di TMII dlm pendiriannya tak mampu dilepaskan dr pembangunan Museum Istiqlal, alasannya adalah sejarah kedua bangunan tersebut saling berkaitan. Bersamaan dgn pembangunan Bayt Al Qur’an, pula dibangun Museum Istiqlal selaku dua sarana yg saling melengkapi. Museum Istiqlal direncanakan selaku tempat pameran berbagai khazanah Islam tradisional & modern atau kekinian. Kedua museum ini diperlukan mampu menunjukkan informasi menyeluruh perihal banyak sekali dimensi kebudayaan Islam sehingga tak cuma dituntut untuk dapat meraih banyak sekali informasi budaya di tingkat nasional, tetapi pula pada tingkat internasional.
Penamaan Bayt Al Qur’an yg artinya ‘Rumah Al Qur’an’ mengubah istilah Museum Al Qur’an, yg dimaksudkan untuk menyingkir dari kekeliruan pandangan sebagian orang yg sering mengasosiasikan kata museum dgn tempat penyimpanan barang – barang yg antik & lapuk. Selain itu, nama Bayt Al Qur’an pula mempunyai arti religius & terdengar lebih puitis tatkala disebutkan. Sedangkan penamaan Museum Istiqlal yg berasal dr bahasa Arab ‘Proklamasi’ bermakna bahwa umat Islam Indonesia memproklamasikan karya – karyanya pada seluruh umat yang lain. Gabungan kedua bangunan ini memperlihatkan makna bahwa fungsi Al Qur’an selaku petunjuk & pedoman hidup manusia yakni ‘Rahmatan lil ‘alamin’ atau selaku rahmat bagi semesta alam.
Sementara museum Istiqlal merupakan wujud positif dr hasil pelaksanaan petunjuk yg diberikan oleh Allah dlm kehidupan serta budaya umat Islam di Indonesia. Pembangunan Bayt Al Qur’an & Museum Istiqlal dirancang oleh Ir. Achmad Noe’man, seorang arsitek asal Indonesia dgn gaya gabungan arsitektur tradisional & terbaru, kemudian diresmikan pada tanggal 20 April 1997 oleh Presiden Soeharto. Bentuk bangunan Bayt Al Qur’an yakni bujur sangkar dgn atap tumpang limasan yg mengambil pola bentuk masjid Demak selaku salah satu masjid tertua & yg mempunyai nilai sejarah tinggi di Indonesia.
Apabila dilihat dr atas, bangunan ini bentuknya ibarat abjad Q yg menyimbolkan huruf pertama dlm kata Qur’an. Sedangkan jikalau dilihat dr depan, maka kepingan atas atap bangunan akan terlihat mirip Al Qur’an yg terbuka diatas rehal (tempat menaruh Al Qur’an). Luas bangunan Bayt AlQur’an & Museum Istiqlal yakni 20.402 meter persegi dgn empat lantai. Lantai pertama yaitu masjid , ruang tamu, toko suvenir, kafetaria & ruang pameran dgn sarana audio visual, lantai kedua adalah museum, lantai ketiga berisi ruang perpustakaan & observasi, sedangkan lantai keempat yakni ruang kelas, pengajaran & ruang tahfizh Al Qur’an.
Koleksi Museum Al Quran di TMII
Sesuai dgn rencana semula, Sejarah Museum Al Quran di TMII pendirian museum dilakukan untuk mengumpulkan, menyimpan, & memelihara mushaf – mushaf Al Qur’an & pula benda – benda seni serta budaya yg mempunyai unsur keislaman & tersebar di banyak sekali penjuru Nusantara serta dunia, sehingga dapat diperlihatkan pada masyarakat luas dgn penghidangan permanen di suatu tempat yakni museum supaya dapat dilihat & dipelajari setiap saat. Koleksi yg menjadi pecahan dr sejarah Museum Al Qur’an di TMII antara lain:
- Mushaf Istiqlal
Isi mushaf ini ialah hasil karya goresan pena tangan para santri terbaik terdiri dr para mahir kaligrafi, seni rupa, ulama, & budayawan yg mulai ditulis pada 15 Oktober 1991. Presiden Soeharto pula turut menuliskan aksara Ba pada kata Bismillah dlm surat Al Fatihah, yg menandakan dimulainya pameran Istiqlal I sekaligus mulainya penulisan mushaf Istiqlal. Hiasannya diambil dr bermacam-macam hias yg merefleksikan corak kebudayaan Nusantara. Berbagai museum lain pula tersebar di wilayah – kawasan seluruh Indonesia, seperti sejarah museum aceh, sejarah museum ambarawa & sejarah museum bri purwokerto.
- Mushaf Sundawi
Hiasan pada mushaf ini berasal dr ragam hias Jawa Barat yg termasuk dlm lingkup kebudayaan Pasundan. Bentuk – bentuk pernak-pernik khas berupa tumbuhan asal Jawa Barat menjadi hiasan yg memberikan kesan & karakter Sundawi pada mushaf ini, & merupakan gabungan motif mushaf kawasan – wilayah di Jawa Barat. Mushaf ini adalah karya seni yg merupakan perpaduan antara proses berpikir & dzikir dr teks Al Qur’an dgn kebudayaan Jawa Barat . Ketahui pula perihal sejarah museum bank indonesia, sejarah museum sangiran & sejarah museum biologi.
- Mushaf Wonosobo
Salah satu mushaf paling besar di Indonesia ini ditulis oleh Abdul Malik & Hayatuddin, yakni dua orang santri dr Pesantren Al Asy’ariyah Wonosobo, yg khusus mempelajari hafalan al Qur’an. Penulisan mushaf ini mengkonsumsi waktu 14 bulan semenjak 16 Oktober 1991 hingga 7 Desember 1992 dgn ukuran halaman 145 x 195 cm, teks berukuran 80 x 130 cm, dgn hiasan sederhana, menggunakan teknik khat naskhi, pada kertas karton putih bantuan dr Menpan RI Harmoko.
- Mushaf Pusaka
Mushaf ini ditulis atas inisiatif Presiden Soekarno & merupakan mushaf resmi yg dibuat sehabis kemerdekaan RI, sehingga dianggap selaku hadiah dr umat Islam Indonesia atas kemerdekaan RI. Penulisnya yaitu Prof. H. Salim Fachry, Guru Besar IAIN Jakarta sejak 23 Juni 1948 sampai 15 Maret 1950. Jenisnya ialah Al Qur’an sudut, yaitu setiap halaman tak bersambung ke ayat selanjutnya melainkan selsai dgn ayat penuh.
- Mushaf Braille
Mushaf ini ditulis dgn karakter Arab Braille untuk membantu para tuna netra mencar ilmu serta membaca Al Qur’an . Pelopor penulisan Al Qur’an Braille yaitu Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam Yogyakarta di tahun 1964 memakai khat imla’i, namun pada 1974 Badan Pembinaan Wyata Guna Bandung pula menerbitkan Al Qur’an Braille dgn khat usmani, sehingga ada dua jenis Al Qur’an Braille dgn tolok ukur yg berlainan. Kemudian Depag melalui Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Agama memusyawarahkan hal ini sehingga pada 1977 didapatkan komitmen perihal kelahiran sebuah mushaf Al Qur’an Braille untuk seluruh Indonesia, yg ditetapkan selaku Al Qur’an tolok ukur Braille menurut SK Menteri Agama RI no.25 tahun 1984.
Selain koleksi mushaf – mushaf diatas yg merupakan bagian dr sejarah museum Al Qur’an di TMII, masih banyak lagi koleksi Bayt Al Qur’an yg tak mampu disebutkan satu persatu. Adapun museum Istiqlal berisi koleksi karya seni budaya Indonesia yg bekerjasama dgn agama Islam, antara lain manuskrip keagamaan selain Al Qur’an, karya – karya arsitektur, benda peninggalan arkeologis, benda – benda tradisi & seni rupa kekinian. Museum mampu dikunjungi sejak pukul 08.30 – 15.30 WIB, & tak dipungut ongkos untuk masuk.