Mengenang Perjuangan RA. Kartini

Biodata RA. Kartini
Nama
Raden Ajeng Kartini
Usia
25 tahun
Tmpt/Tgl Lahir
Jepara Jateng, 21 April 1879
Meninggal
Rembang, 17 September 1904. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang
Nama Ayah
Raden Mas Adipati Ario Sosoningrat, Bupati Jepara (masih keturunan Hamengkubuwono IV)
Nama Ibu
MA Ngasirah (pasangan Hj Siti Aminah+H Mardiono guru agama di Telukawur Jepara)
anak ke-
5 dr 11 bersaudara (kandung & tiri)
Pendidikan
ELS (Europese Lagere School) setingkat SD
Menikah
tanggal 12 November 1903
Suami
R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903)
Nama anak
Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904
Support/motivator
Kakak Kartini, Sosrokartono dgn menawarkan buku & koran untuk materi bacaan
Penghargaan
Hari kelahiran Kartini tanggal 21 April ditetapkan selaku “Hari Kartini” diperingati setiap tahun sebagai hari besar nasional
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan Kartini selaku Pahlawan Kemerdekaan Nasional
Bacaan Kartini hingga umur 20 tahun
    koran De Locomotief terbitan Semarang, yg diasuh Pieter Brooshooft, ia pula
    Langganan leestrommel (paket majalah yg diedarkan toko buku pada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan & ilmu pengetahuan yg cukup berat, pula ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie.
    Kartini pun lalu beberapa kali mengirimkan tulisannya & dimuat di De Hollandsche Lelie.
    Buku Max Havelaar & Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yg pada November 1901
    De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.
    Karya-karya Van Eeden yg berkualitas tinggi
    Karya-karya Augusta de Witt yg sedang-sedang saja,
    roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek & sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,
    Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Pemikiran RA. Kartini
Pada surat-surat Kartini tertulis aliran-anutan tentang kondisi sosial utamanya ihwal keadaan perempuan pribumi saat itu antara lain:
Keluhan & gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yg dipandang sebagai penghambat pertumbuhan perempuan. ia ingin perempuan memiliki keleluasaan menuntut ilmu & mencar ilmu.
Kartini menulis gagasan & cita-citanya, dgn kata-kata : Zelf ontwikkeling & Zelf onderricht, Zelf vertrouwen, Zelf werkzaamheid & Solidariteit (pengembangan diri, Otodidak, iktikad diri, kesanggupan diri & Solidaritas),  yg semaunya berdasarkan atas Religieusiteit (Ketuhanan), Wijsheid (budi) Schoonheid (Keindahan), Humanitarianisme (Kemausiaan),  Nasionalisme (Cinta tanah air).
Mengharap menemukan dukungan dr dunia luar atas penderitaan perempuan Indonesia akhir kungkungan budpekerti, yakni tak bisa bebas duduk di dingklik sekolah, harus dipingit, dinikahkan dgn pria yg tak diketahui , & harus bersedia dimadu. (Surat-surat yg ditujukab pada Estelle “Stella” Zeehandelaar)
Mempertanyakan kenapa “agama” menjadi alasan insan untuk bertikai, terpisah, & saling menyakiti. “…Agama mesti mempertahankan kita daripada berbuat dosa, namun berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” (Kritik terhadap agamanya)
Kartini mempertanyakan tentang agama yg dijadikan pembenaran bagi kaum pria untuk berpoligami. yg berdasarkan pandangannya cuma menimbulkan penderitaan kaum perempuan.
Kungkungan budpekerti menjadi kendala yg mesti dihadapi tatkala bercita-cita menjadi perempuan Indonesia yg lebih maju. (keinginan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda atau sekolah kedokteran di Betawi atau sekolah guru di Betawi,
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, khususnya ke Eropa, memang terungkap dlm surat-surat yg dikirimkan pada Nyonya Abendanon
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus, alasannya Kartini secepatnya akan menikah. (surat ditujukan pada Nyonya Abendanon)
Menjelang pernikahannya, impian ingin melanjutkan study tak dipikirkan lagi, ia meninggalkan  ego mementingkan dirinya, beralih dgn persepsi bahwa pernikahan akan menjinjing laba untuk merealisasikan angan-angannya, mengembangkan permpuan-perempuan pribumi dgn cara mendirikan sekolah untuk belum dewasa perempuan.
Setelah menikah mendirikan sekolah wanita tempatnya di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yg sekarang dipakai sebagai Gedung Pramuka.
Pengaruh RA. Kartini
Surat-surat Kartini sungguh menawan perhatian masyarakat Belanda, & anutan-pemikiran Kartini mulai mengganti persepsi penduduk Belanda kepada perempuan pribumi Indonesia.
Menjadi wangsit bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yg membuat lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
Berdirinya Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, & lalu di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon & daerah yang lain. Nama sekolah tersebut ialah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Surat-surat RA. Kartini
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan & membukukan surat-surat yg pernah diantarkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, & Kerajinan Hindia Belanda.
Kumpulan surat-surat Kartini akhirnya pada 1911 diterbitkan menjadi suatu buku yg berjudul : “Door Duisternis tot Licht” yg artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, & pada cetakan terakhir terdapat pemanis surat Kartini.
Penerbitan surat-surat RA. Kartini menjadi suatu buku di Indonesia
Tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dlm bahasa Melayu dgn judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, terjemahan oleh Empat Saudara.
Tahun 1938, diterbitkan lagi buku dgn judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru.
Surat-surat Kartini dlm bahasa Inggris pula pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini pula pernah diterjemahkan ke dlm bahasa-bahasa Jawa & Sunda
Penghargaan
Hari kelahiran Kartini tanggal 21 April ditetapkan sebagai “Hari Kartini” diperingati setiap tahun selaku hari besar nasional
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan Kartini selaku Pahlawan Kemerdekaan Nasional
Nama Karini diabadikan menjadi nama jalan di Indonesia & di Belanda:
Di Utrecht, Jalan R.A. Kartini atau Kartinistraat merupakan salah satu jalan utama, berupa ‘U’ yg ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yg menggunakan nama tokoh usaha lainnya seperti Augusto Sandino, Steve Biko, Che Guevara, Agostinho Neto.
Di Venlo, Belanda Selatan, R.A. Kartinistraat berbentuk ‘O’ di kawasan Hagerhof, di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh perempuan Anne Frank & Mathilde Wibaut.
Di Amsterdam Zuidoost atau yg lebih dikenal dgn Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya ialah nama-nama perempuan dr seluruh dunia yg punya kontribusi dlm sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella Richaards.
Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dgn jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir & langsung tembus ke jalan Chris Soumokil presiden kedua Republik Maluku Selatan.
Sumber : wikipedia indonesia & dr berbagai sumber lain

  √ Jelaskan Tahap-tahap Yang Harus Dilalui Dalam Model Inkuiri Sosial