Pada masyarakat tradisional mampu diketahui selaku sistim stratifikasi berdasarkan apa yg ditetapkan berdasarkan ras. Dimana, pada hal ini ada yg namanya ras Eropa, Timur Asing, Pribumi, mungkin non. Maka, hal yg sudah ditetapkan dengan-cara berjalan tersebut, terciptalah sistim tersebut dgn contoh yg berdasarkan arah suatu individualistis menurut klasifikasi.
Kemudian, ada masa selajuntnya upaya yg menjadi bab dr problem yg dengan-cara komersial dlm sistim kepemilikan. Pada sistim status tak saja ditentukan oleh kekerabatan berdasarkan kerajaan, tetapi menurut pendidikan, pekerjaan, agama hingga kekerabatan kelamin.
Tidak berlawanan dgn aneka macam pikiran mengenai sitim yg berhubungan kerajaan, & posisi dlm hierarki birokrasi yg bertambah dgn banyak sekali klasifikasi. Sementara, sistim tradisional mempunyai korelasi tersebut dgn banyak sekali statifikasi yg ditetapkan.
Mengapa demikian, hal ini tentunya mempertahankan kolektivitas yg mengedepankan individualisme, kebangsawaan, sistim ras & banyak sekali hal yg berhubungan pada masa sebelumnya. Sehingga, pinjaman prestise social pada seseorang atas kekerabatan & perjuangan dlm suatu kelompok kolektivitas tersebut, baik itu dengan-cara birokrasi, serikat (union) hingga kelompok intelektual.
Baca Juga : Bagaimana Hubungan Etnisitas Dengan Kesehatan
Berbeda lagi, dgn tingkat wong jualan atau dikenal sebagai saudagar dimana pedagangan kaki lima yg banyak berkumpul pada kota-kota kecil atau dlm pemukiman kota besar yg dimana terdapat pasar yg merupakan peran penting selaku forum ekonomi. Maka, dapat dipahami fungsi mereka selaku masyarakat yg mampu mengerti banyak sekali dinamika di penduduk . Berbeda dgn wong cilik, yg adalah petani yg tinggal di Desa-Desa yg merupakan satuan social akhlak & ekonomi.