Sejarah Indische Partij –Awal Pendirian Dan Perkembangannya

Indische Partij yg dlm bahasa Indonesia disebut Partai Hindia merupakan organisasi politik pertama yg memiliki tujuan kemerdekaan Indonesia. Keberaniannya menyuarakan kemerdekaan di masa penjajahan Belanda di Indonesia masih berpengaruh mengekang malah mempersulit pergerakan organisasi ini di Indonesia.

Awal Pendirian

  • Mencari Izin

Indische Partij didirikan oleh tokoh 3 serangkai yg beranggotakan para cendekiawan Hindia Belanda. Mereka yakni E.F.E Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, & Raden Mas Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara. 3 tokoh terpelajar tersebut mendirikan Partai Hindia di tanggal 25 Desember 1912.

Awalnya organisasi Indische Partij ini diresmikan sebab terjadinya diskriminasi & rasisme antar keturunan Belanda asli & orang Eropa campuran yg lahir dr hasil perkawinan Belanda dgn orang Indonesia. Meskipun begitu, sebetulnya 3 serangkai ingin Indische Partij dapat memfasilitasi para pribumi juga. Sayangnya orang-orang pribumi dikala itu masih sungguh sensitif dgn golongan Eropa alasannya menjadi bangsa penjajah yg mengakibatkan penderitaan keluarga mereka selama ratusan tahun.

Sebagai suatu organisasi yg maksudnya bukan sekedar untuk merekatkan hubungan kekeluargaan, Indische Partij merasa butuh pengesahan tertulis dr pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan yg setirnya dipegang oleh bangsa Belanda selaku negara penjajah membuat suatu peraturan yg mengharuskan segala operasi organisasi di bumi jajahan mesti mendapatkan persetujuan pemerintah. Jika organisasi telah disetujui dengan-cara legal oleh pemerintah, maka organisasi tersebut dapat beroperasi dgn aman & tanpa gangguan alasannya keberadaannya sudah dijamin oleh pemerintah.

Baca pula :

Sayangnya, meski sudah berusaha berkali-kali mengajukan izin operasi Indische Partij, pemerintah Belanda selalu menolaknya. Bahkan sampai setahun setelah Indische Partij berjalan, tepatnya tanggal 11 Maret 1913 3 serangkai mengajukan permintaan izin digagalkan lagi. Penolakannya langsung dinyatakan oleh Gubernur Belanda yg menjadi wakil Ratu Belanda di negara jajahan Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Idenburg.

Secara terperinci-terangan Belanda menyampaikan bahwa Indische Partij tak diberikan izin beroperasi alasannya membahayakan kepentingan Belanda. Sepak terjang 3 serangkai niscaya sukses membakar semangat nasionalisme rakyat Hindi Belanda. Ditakutkan akan terjadi kudeta atau beberapa pemberontakan yg membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda.

  • Konsistensi Tujuan

Sebenarnya ada banyak organisasi atau perserikatan yg didirikan oleh tokoh nasional & tetap beroperasi lancar. Mereka bergerak dgn epilog tujuan lain, misalkan memperbaiki perekonomian penduduk . Dengan sabotase semacam itu, pemerintah Belanda akan lebih lunak mengeluarkan izin operasi.

Namun 3 serangkai memang sekumpulan orang-orang idealis. Di zaman pergerakan mirip itu, mereka dgn terang-terangan menyatakan tujuan dibentuknya Indiche Partij yakni meraih Indonesia merdeka dgn memupuk semangat nasionalisme serta patriotisme di dlm dada orang-orang Hindi Belanda. Baik itu para pribumi maupun bumiputera yg merasa ada ikatan batin kuat dgn Hindia Belanda alias Indonesia.

Tidak main-main dgn tujuan agung pendirian Indische Partij, 3 serangkai tetap nekad menggerakkan Indische Partij supaya berguna bagi rakyat Hindia-Belanda. Mereka menyuarakan opini mereka ke dlm media cetak yg kemudian disebarluaskan. Media berupa majalah Het Tijdschrifc  & surat kabar De Express.

Baca pula :

Pastinya dgn keberanian menanggung resiko menjadi buronan polisi Belanda, E.F.E Douwes Dekker mulai memakai nama samaran. Ia memilih nama Multatuli yg bermakna orang yg menanggung sarat kesengsaraan. Dengan nama itulah Douwes Dekker yg merupakan anak hasil perkawinan gabungan dr ayahnya Belanda dgn ibunya Hindia-Belanda mulai mengkritis habis-habisan keadaan sosial & politik di masanya.

Tulisannya benar-benar tajam & akurat. Meskipun merupakan suatu kejujuran, namun suaranya sungguh membahayakan kedudukan Belanda atas penjajahan Hindia-Belanda. Maka mulailah ia menjadi daftar buruan polisi Belanda dimana-mana. Namun pemburuan ini belum gencar dilaksanakan. 3 serangkai cuma diintai pergerakannya oleh para polisi Belanda.

Perkembangan Indische Partij

  • Berurusan dgn Polisi

Sudah diketahui publik bahwa Indische Partij merupakan organisasi ilegal yg tak kunjung diberi izin operasi oleh pemerintah. Anehnya, para pendiri Indische Partij tetap saja beroperasi tanpa rasa takut seakan sepak terjangnya telah disokong pemerintah kolonial. Mereka terus menulis & mengembangkan opini mereka melalui kedua medianya.

Karena yg menjadi fokus perhatian 3 serangkai ialah kondisi politik & sosial, mereka selalu mengamati setiap kebijakan yg diambil oleh pemerintah. Pernah suatu hari wakil pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda berniat merayakan suatu pesta. Bukan pesta syukuran, melainkan pesta penderitaan bagi warga pribumi.

Pemerintah kerajaan Belanda menginginkan suatu pesta peringatan kemerdekaan Belanda di bawah kekejaman Napoleon Bonaparte yg berasal dr Perancis. Telah genaplah 1 abad Belanda menjadi negara yg merdeka, terus meningkat & sudah memiliki banyak negara jajahan. Yang dipikirkan oleh 3 serangkai yaitu perasaan rakyat Hindia-Belanda yg menjadi pihak terjajah & dipaksa merayakan kemerdekaan bangsa yg menjajahnya hingga berabad-era lamanya.

  • Dihukum Pemerintah

Raden Mas Suwardi Suryaningrat menjadi tokoh pertama yg menyuarakan tindakan tak berperikemanusiaan tersebut. Ia menulis di kolom De Express dgn judul ‘Als ik een Nederlander was yang jikalau diartikan ke dlm bahasa Indonesia berarti ‘Andaikan Aku Seorang Belanda.’ Tulisannya ini mengirimkan Ki Hajar Dewantara ke dlm jeruji besi karena dianggap mencemooh pemerintah.

Parahnya lagi, sobat Ki Hajar, dr. Cipto Mangunkusmo eksklusif meneruskan aliran sahabatnya yg lebih dahulu masuk sel tahanan. dr. Cipto menulis ‘Kracht of Vrees?’ & diangkut di De Express tanggal 26 Juli 1913. ia tak lagi membicarakan topik yg sama persis dgn Ki Hajar. Namun, dr. Cipto mengungkit perihal rasa panik, kekalutan serta kekuatan yg terus memojokkan pemerintah Belanda. Akibatnya, ia menyusul Ki Hajar menikmati dinginnya dinding penjara.

Baca pula :

Karena di antara 3 serangkai yg tak dimasukkan penjara cuma Douwes Dekker saja, ia mencoba meluapkan perasaan & pemikirannya dgn cara menulis. Lagi-lagi tulisan ini diangkut di De Express tanggal 5 Agustus 1913. Tulisannya diberi judul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat yang artinya Pahlawan Kita : Cipto Mangunkusumo & Suwardi Suryaningrat.

3 jagoan goresan pena tersebut mau tak ingin pribadi dijebloskan ke dlm penjara semua.  Tetapi pemerintah Belanda berpendapat, jikalau mereka dijadikan satu di dlm tahanan, maka mereka akan tetap bersatu & membuatkan pengaruhnya walaupun dr dlm jeruji besi. Akhirnya mereka menjalani pengasingan yg masing-masing dibedakan tempatnya.

3 serangkai sempat dibuang ke tanah Belanda agar tak menghipnotis orang-orang di Hindia Belanda. Namun alhasil Douwes Dekker yg masuk penjara terakhir ketimbang teman-sahabatnya kemudian dikirim ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pengasingan ini dikerjakan selesai tahun 1913. Sementara itu, dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke pulau Banda yg memiliki bahari terdalam se-nusantara. Di sana, dr. Cipto sempat mengalami sakit parah yg membuat susah perawatannya. ia pun dikirim kembali ke Jawa di tahun 1914.

  • Bubarnya Indische Partij

Sekembalinya dr pengasingan pada tahun 1919, Douwes Dekker & Ki Hadjar Dewantara mengabdikan diri di dunia pendidikan. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan mampu ditemukan & dicicipi bila warganya mempunyai kemampuan untuk itu. Yaitu dgn jalan pendidikan, mereka mencoba membuka kembali pola pikir masyarakat yg masih tertutup.

Baca pula :

Ki Hadjar mendirikan Taman Siswa yg populer akan Tut Wuri Handayani-nya. Sementara itu, Douwes Dekker semakin tajam menulis di samping pada 1940 ia mendirikan Ksatrian Institut yg diletakkannya di Sukabumi, Jawa Barat.

Dinamika perkembangan pergerakan Indische partij terus mengalami kemunduran. Douwes Dekker yg semakin beringas menulis telah melahirkan Max Havelar menggunakan nama samaran Multatuli. Setelah gagal berkali-kali, akhirnya polisi Belanda sukses meringkusnya kembali untuk diasingkan ke Suriname –suatu daratan di Amerika Selatan yg menjadi daerah pembuangan warga Hindia-Belanda.

Pembubaran Indische Partij tak dengan-cara resmi mengenang pendiriannya sendiri pula tak diresmikan pemerintah. Organisasi ini tenggelam sendiri seiring dgn berpencarnya 3 serangkai mengikuti nasib perjuangan masing-masing.

  Agresi Militer Belanda I: Kronologi – Latar Belakang dan Dampaknya