close

Sejarah Perang Kamang Di Sumatera Barat

Saat menjajah Indonesia, Belanda kerap menerapkan aneka macam kebijakan yg menyengsarakan masyarakat Indonesia. Kebijakan tersebut terkadang pula mendapat perlawanan yg tak jarang berakhir di medan perang.

Seperti yg terjadi di daerah Kamang, Kabupaten Agam Sumatera Barat, pada tanggal 15-16 Juni 1908 di kawasan ini pernah terjadi peperangan antara masyarakat dgn Belanda. Perang tersebut terjadi akibat kebijakan  belasting (penerapan pajak) yg dianggap tak adil bagi masyarakat Kamang. Di kemudian hari, perang ini oleh masyarakat disebut sebagai perang Kamang.

Model Kebijakan Belasting

Pada final masa ke 19, pasar eropa mengalami penurunan sehingga hasil bumi Indonesia yg dibawa oleh Belanda tak terjual habis. Akibatnya, sumber pendapatan belanda menjadi berkurang. Untuk menutupi kekurangan itu, pemerintah kolonial berencana menerapkan tiga kebijakan baru di Indonesia yakni:

  • Menaikkan harga kopi di pasaran.
  • Memperluas lahan untuk tanaman kopi.
  • Menghapus akal daya paksa & mengubahnya dgn belasting atau pungutan pajak secara

Setelah dikaji dengan-cara matang, kesudahannya pada awal Februari 1908 gubernur Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) mengumumkan bahwa peraturan pajak mulai berlaku tanggal 1 Maret 1908  untuk seluruh wilayah Indonesia, tergolong Sumatera. Setelah info ini hingga di telinga penduduk Minangkabau, banyak dr mereka menolaknya dgn tegas.

Penolakan itu menciptakan J. Westennenk  (pemimpin wilayah Agam) menghimpun semua Laras (kepanjangan tangan Belanda) di kantornya di Bukittinggi untuk menyelenggarakan rapat. Dalam rapat tersebut, Westennenk menekan para Laras agar belasting secepatnya dilaksanakan. Dari sekian banyak Laras yg hadir, hanya Laras Kamang yg bernama Garang Datuak. Palindih, menolaknya dgn tegas. Ia berpendapat bahwa belasting mampu menambah beban masyarakat sehingga tak mampu dilaksanakan. Jika memang belasting terpaksa dilaksanakan, para Laras mesti membicarakannya dgn pemimpin adat, kaum ibu, agamawan & kaum intelek apalagi dahulu.

postingan terkait:

Konsolidasi Masyarakat Kamang

Setelah Laras Kamang memberikan hasil pertemuannya dgn J. Westennenk pada para tokoh & penduduk , dgn kompaknya mereka menolak belasting dengan-cara tegas. Mereka tahu bahwa menentang belasting sama saja dgn menentang pemerintah Belanda, & mereka pula sadar akan resiko besar yg ditimbulkan.

Untuk menghadapi resiko tersebut, masyarakat Kamangpun kesannya menyusun barisan untuk menentang penjajah Belanda dgn dikomandoi oleh pimpinan Adat, Agamawan, kaum intelektual & Kaum Ibu.

Konsolidasipun dimulai. Pertama-tama, para tokoh memilih pemimpin yg akan menghadapi pasukan Belanda. Dari hasil rapat yg telah dikerjakan, terpilihlah Muhammad Saleh Datuak Radjo Pangulu (selanjutnya disingkat Radjo Pangulu).

Setelah terpilih selaku pemimpin perang, Radjo Pangulu mengajak Haji Abdul Manan (tokoh ulama populer yg berasal dr kawasan Bukik & cukup disegani) untuk membantunya mengobarkan semangat perang pada masyarakat. Dengan pinjaman Abdul Manan & tokoh Kamang lainnya seperti Kari Mudo, Datuak Siri MaRadjo , Datuak Mangkudun, Muhammad Amin & Siti Asiah dr kaum ibu, Radjo Pangulu berhasil mengobarkan semangat masyarakat untuk berperang menghadapi pasukan Belanda.

Untuk mematangkan persiapan perang, Radjo Pangulu memperluas jaringannya. Ia membangun koneksi dgn Datuak Perpatiah (tokoh dr Magek) serta para tokoh dr Agam Tuo, Lubuk Basung, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar & lain-lain.

Selain itu, ia & istrinya Siti Asiah pula mengorganisir masyarakat dlm rangka menambah bekal mereka dlm pertempuran. Semangat jihad dikorbarkan di tiap masjid & musholla. Halaman masjid & musholla digunakan untuk latihan silat & ilmu batin tahan senjata tajam.

artike lainnya:

Berlangsungnya Perang Kamang

Perang ini dimulai pada hari Senin tanggal 15 Juni 1908. Tatkala itu, salah seorang warga Magek yg datang ke Kantor Laras untuk membayar belasting dihadang sekelompok masyarakat lokal. Laras Magek yg bernama Warido marah  kemudian melaporkan insiden ini pada Westennenk & meminta supaya penolak belasting ditangkap.

Akhirnya Westennenk mengerahkan 160 serdadu yg dipecah menjadi 3 pasukan. 80 tentara masuk dr Tanjung Alam  dipimpin oleh Westennenk, 30 prajurit masuk dr Gadut  yg dipimpin oleh Letnan Cheriek & Heyne, 50 lagi masuk melalui Biaro & dipimpin oleh Letnan Schaap & Boldingh. Laras Warido pula bergabung dgn pasukan ini.

1. Gelombang Pertama

Dalam perjalanan, telah terjadi beberapa perlawanan yg dikerjakan masyarakat, diantaranya ialah di Magek yg dipimpin oleh Datuak Perpatiah. Sesampainya di daerah Kubua, Pasukan Letnan Schaap & Boldingh yg masuk lewat Biaro berbelok ke Magek. Sampai di Magek mereka dihadang oleh pasukan Datuak Perpatiah. Pertempuran pun tak terelakkan. Dari pertempuran tersebut, Laras Warido terbunuh & Datuan Perpatiah serta beberapa pengikutnya gugur selaku Pahlawan.

2. Gelombang Kedua

Perang gelombang kedua terjadi pada dini hari. Menjelang pukul 00.00, Radjo Pangulu mendapat informasi bahwa pasukan Belanda berkumpul di Kampung Tangah (perbatasan Kamang dgn Bukik). Mendengar hal tersebut ia eksklusif menyiapkan pasukan tempur. beduk, tong-tong serta alat yang lain dibunyikan di setiap kampung untuk menandai bahwa perang akan dimulai.

Masyarakat dr seluruh kampung yg ada di Kamang pun mulai berdatangan ke masjid Taluak (masjid Kamang) untuk menerima isyarat penting dr Radjo Pangulu. Masyarakat yg terdiri dr ratusan orang ini dibagi menjadi beberapa golongan.

Setelah selesai Shalat berjamaah, mereka menuju Kampung Tangah untuk menghadapi pasukan Belanda. Sesampainya di sana, mereka yg hanya bersenjata tradisionil seperti pedang, pisau, bendo, kampak & lain lain menyerbu pasukan Belanda yg menggunakan senjata modern.

Saat penyerangan sedang berjalan, penduduk Bukik yg dipimpin oleh Abdul Manan tiba menolong pasukan Radjo Pangulu. Serangan tersebut berlangsung hingga sekitar pukul 02.00 dini hari. Serangan campuran yg dikerjakan oleh pasukan Radjo Pangulu & Abdul Manan berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Kemenangan dikala itu berada di tangan penduduk Kamang & Bukik.

3. Gelombang Ketiga

Menjelang pagi, pasukan Belanda mendapat sumbangan tentara dr Bukittinggi dlm jumlah yg cukup besar. Perang kemudian kembali terjadi. Dalam perang tersebut, Belanda sukses mengalahkan pasukan Radjo Pangulu & Abdul Manan. Radjo Pangulu & istrinya serta puluhan penduduk lainnnya gugur di medan tersebut.

Baca juga:

Usai perang, semua pejuang yg gugur dimakamkan bersahabat mesjid Taluak. Pada tanggal 15 Juni 1963, makam tersebut diresmikan oleh Jendral A.H Nasution sebagai Makam Pahlawan & di beri nama Makam Pahlawan Perang Kamang 15-8-1908. Untuk mengingat jasa para satria Kamang, dibangun dua Tugu Perang Kamang. Satu berada di Kampung Tanah tempat mereka berperang, satu lagi terletak Simpang Pintu Koto.

  Sejarah Tionghoa : Etnisitas KeTionghoaan Lokal Dalam Suatu Budaya