Stratifikasi Masyarakat Tradisional Relatif Stabil

Pada masa penduduk Belanda memperkenalkan tata cara stratifikasi sosial yg ditetapkan menurut ras Eropa, Timur Asing, & Pribumi. Sejak awal pada kala ke XX hingga sebelum kependudukan Jepang, metode status atas dasar ras mengalami pergantian kea rah individualistis. Pada masa itu sebelum upaya komersialisasi di Jawa Tengah diawali sejak akhir diponegoro dimana sistem yg dipraktekkan Belanda tatkala itu. 
Tetapi, seiring berjalannya waktu kebijakan agraria yg menunjukkan kebebasan perusahaan untuk mampu menanamkan modalnya. Dan kini, masing-masing telah memiliki hal dlm menemukan lahan untuk berproduksi. Dengan memberikan hak pada pemilikan rakyat dengan-cara perorangan & dengan-cara komersial oleh penguasa, sejak dikala itu pula perubahan terjadi berdasarkan dr tata cara yg dianut masyarakat saat ini.
Jika menurut dgn Koetjaraningrat menganalisis & menggambarkan stratifikasi penduduk Jawa, gres dimulai tatkala penjajahan Jepang, dimana ada tingkat-tingkatan yg membedakannya. 
Seperti Ndara (ningrat), Priyayi (birokrat), Wong Dagang & Wong Cilik. Pada kelompok itu pula berpusat pada keraton dibagian selakatan Jawa Tengah. Kemudian, Kasunanan Mangkunegara di Surakarta serta di swaparaja lain Kasultanan & Pakualaman di Jogyakarta.
Menarik lagi, jika ada yg di kaki lima yg banyak berkumpul di kota kecil atau dlm pemukiman kota besar dimana terdapatnya pasar ialah tugas penting sebagai lembaga ekonomi. Sejak perang dunia kedua katanya perubahanyang terjadi pada stratifikasi dlm masyarakat, begitu juga sejak Kemerdekaan di Indonesia.
  Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Kerajaan Aceh Darussalam mampu mengendalikan kegiatan perdagangan di Selat Malaka.