Kalau pada desain Marx yg terdiri atas golongan selaku pekerja berkerah putih, mirip guru, akuntan, perawat, & yang lain.
Mereka ini adalah kepingan dr golongan kelas gres yg berada di tengah-tengah kemapanannya. Misalnya pada pekerja A*N, mereka selaku kelas menengah baru, yg pula kedudukan sesuai dgn golongan & pangkat.
(-) Pertumbuhan Mobilitas Sosial. Adanya mobilitas antar generasi yg terjadi, mirip jabatan atasan yg dimiliki seseorang (ortu) yg mana jabatan anaknya pula akan mengikuti jabatan tertinggi tersebut.
Sebaliknya, jikalau jabatan pekerja seseorang (ortu) berada paling bawah, maka belum dewasa mereka yg ingin bekerja disana pula akan mengikuti jabatan ortu tersebut.
Nah, disinilah mobilitas antar generasi berkembang sesuai jabatan & self-rekrutmen. Bisa ananda lihat aneka macam teladan yg ada disekitar kita.
(-) Pertumbuhan Kesetaraan. Adanya ketimpangan sosial ekonomi yg terjadi pada penduduk menciptakan negara menjamin standart hidup mereka.
Bagi masyarakat yg berpenghasilan, baik yg berpenghasilan tinggi (banyak, gajinya besar) akan dikenakan pajak yg besar pula sesuai dgn penghasilan penduduk tersebut.
Atau pada mereka yg kaya raya, pula akan dikenakan pajak yg besar sesuai dgn aset-aset mahal yg dimiliki.
Dengan demikian, pembayaran pajak tersebut akan dipakai untuk meningkatkan pembangunan manusia, serta berbagai upaya untuk menyalurkan bantuan pada mereka yg dibawah garis kemiskinan.
Memang berlawanan dgn teoritis konflik yg disampaikan Dahrendorf, ia melihat setiap penduduk ialah subjek proses perubahan. Beberapa elemen masyarakat menyumbang disintegrasi & perubahan sosial.
Adanya keteraturan yg berasal dr paksaan anggota atas, & keteraturan yg ada pada penduduk dipelihara oleh kekuasaan. Bagi Dahrendorf, penduduk mempunyai dua wajah, yakni pertentangan & konsensus.
Pada teoritis pertentangan akan menguji tentang pertentangan kepentingan & paksaan, sementara pada konsensus menguji nilai integrasi.
Pada kenyataannya, penduduk tak bisa dipisahkan dr pertentangan, & konsensus, dimana keduanya memang menjadi syarat.
Tidak akan kita menemukan konflik jikalau pada sebelumnya tak ada konsensus, atau sebaliknya konflik dapat mengarakan kita pada konsensus & integrasi sosial.
Pada teoritis pertentangan, yg menilai bahwa kesatuan masyarakat dijaga oleh adanya kekuatan yg memaksa. Misalnya, beberapa kedudukan dlm penduduk yg diserahkan pada kekuasaan & kewenangan.
Disinilah, Dahrendorf memusatkan pada struktur sosial yg luas, kedudukan yg ada dlm masyarakat mempunyai jumlah wewenang berlainan-beda.
Perlu kita ingat, bahwa wewenang tak terletak pada individu, melainkan terletak pada kedudukan & kewenangan yg ada, serta kuat pengaruhnya.
Coba kita lihat, pada posisi jabatan setiap perusahaan, pasti mempunya wewenang yg paling atas sampai ke yg paling bawah. Kesemua mereka tuntuk pada kedudukan yg tertinggi dlm struktur tersebut.
Disinilah seseorang akan mengontrol orang-orang lain, sesuai dgn posisi yg mereka dapatkan. Dengan cara itulah, mereka mengontrol & mengontrol orang-orang yg berada dibawah jabatannya.
Ingat ya wewenang itu diletakan pada kedudukan mereka bukan pada individu penduduknya. Dahrendorf beropini, bahwa penduduk disusun dr jumlah-jumlah unit yg ia sebut sebagai Imperatively Coordinated Associations.
Dilihat pada orang-orang yg dikelola oleh sebuah hirarki wewenang kedudukan. Nah, disinilah terjadinya dikotomis antara setiap asosiasi wewenang, karena setiap posisi yg orang duduki mempunya kepentingan berbeda-beda, baik posisi atasan sampai kebawahan.
Inilah ditemukannya istilah kunci dr pada teori pertentangan Dahrendorf, yakni Kepentingan. Pada setiap asosiasi, orang yg dlm posisi mayoritas akan mencari pemeliharaan terhadap status quo.
Sementara, orang pada posisi sub-ordinat akan mencari posisi perubahan. Nah, disinilah konflik kepentingan pada setiap asosiasi yg selamanya paling tak laten, yakni legitimasi wewenang selalu berbahaya.
Kepentingan superordinat & subordinat yaitu objektif dlm pemahaman bahwa mereka direfleksikan dlm harapan tugas yg melekat pada posisi wewenang tersebut.
Dahrendorf menyebut adanya kepentingan laten sebagai tugas yg dibutuhkan, sementara kepentingan manifes adalah kepentingan laten yg menjadi sadar.
Tugas utama teori konflik yaitu menganalisis relasi antara kepentingan laten & manifes. Kemudian, Dahrendorf membagi golongan dlm tiga tipe kalangan besar, yakni :
[1] adanya Kelompok Semu
[2] adanya Kelompok Kepentingan
[3] adanya Kelompok Konflik
Penjelasannya dr ketiga golongan diatas, yaitu pada kalangan semu merupakan sejumlah pemegang posisi dgn adanya kepentingan yg sama, & mereka belum menyadari keberadaannya.
Itu pula tergolong dlm tipe kalangan ke dua yaitu kelompok kepentingan. Setelah itu, lahirlah kelompok ketiga, yaitu kelompok pertentangan sosial, yg mana berasal dr kepentingan-kepentingan tersebut.
Dengan demikian, dlm kalangan akan terdapat dlm dua asosiasi, yaitu kelompok yg berkuasa (atasan) & kelompok yg dibawah (bawahan). Nah, kedua kalangan ini mempunyai kepentingan berlawanan-beda, menurut Dahrendorf mereka dipersatukan oleh kepentingan yg sama.
Coba kita lihat beberapa perusahaan yg ada posisi administrator, yg mana ada banyak sekali jenis direkutur, yg mereka pula mempunyai wewenang berbeda-beda, rentan terhadap pertentangan, alasannya adanya kepentingan disana.
Aspek terakhir dr teoritis pertentangan Dahrendorf yaitu pada relasi konflik kepada pergeseran. Ya, memang, dimana adanya pertentangan, pula akan mengarahkan pada pergeseran & perkembangan dinamika yg terjadi.
Setiap kelompok pertentangan timbul, mereka pada memakai langkah-langkah yg mengarahkan ke pada pergeseran dlm struktur sosial.
Sumber refrensi bacaan yang lain :
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
https://rumputmelawan.wordpress.com
Sumber Foto :
https://rumputmelawan.wordpress.com
https://www.ayosemarang.com