Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory), Contohnya

Lebih lanjut dgn berkembangnya zaman, media sosial menjadi suatu fasilitator yg disukai masyarakat. Tak cuma selaku wadah untuk memperoleh isu.
Namun pula digunakan sebagai wadah untuk berdiskusi. Seperti yg kita pahami dlm media sosial setiap orang mempunyai keleluasaan dlm mengutarakan pendapatnya.
Tanpa mesti merasa cemas pendapatnya berlainan dgn orang lain. Hal ini pasti bertentangan dgn teori spiral of silence. 
Nah, pada hal ini kita akan membicarakan salah satu teori efek media massa dlm kajian sosiologi komunikasi.
Yakni  teori spiral keheningan (spiral of silence theory) yg ternyata cocok untuk menggambarkan 
kondisi tanah air ketika ini. Yuk Baca. 
Mengenal Apa Itu Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)
Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory) atau teori spiral keheningan berkaitan dgn pertanyaan mengenai bagaimana terbentukya pendapat lazim. 
Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth Noelle-Neuman, sosiolog Jerman pada tahun 1974, teori ini menerangkan bahwa jawaban dr pertanyaan tersebut.
Terletak dlm suatu proses saling mensugesti antara komunikasi massa, komunikasi antarpribadi.
Dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dlm relevansinya dgn usulan orang lain dlm penduduk . 
Teori ini mendasarkan asumsi pada pemikiran sosial-psikologis tahun 30-an yg menyatakan bahwa usulan langsung sungguh tergantung pada apa yg dipikirkan oleh orang lain. 
Berangkat dr asumsi tersebut Spiral of Silence selanjutnya menjelaskan bahwa individu pada umumnya berupaya untuk menghindari isolasi.
Dalam arti kesendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh  karenanya, orang akan mengamati lingkungannya.
Untuk mempelajari pandangan-persepsi mana yg bertahan & menerima  pinjaman, & mana yg tak secara umum dikuasai atau popular. 
Jika orang mencicipi bahwa pandangannya tergolong di antara yg tidak  mayoritas atau tak popular.
Maka ia cenderung kurang berani mengekspresikannya, karena adannya ketakutan akan isolasi tersebut. 
Noelle-Neuman menyampaikan, ada hubungan yg signifikan antara persepsi kepada pertimbangan mayoritas.
Pengungkapan pendapat eksklusif, kecenderungan dlm isi media, & usulan para jurnalis. Dalam keadaan tertentu, media massa terlihat membentuk persepsi mengenai usulan yg dominan.
Dan karenanya mensugesti pendapat individu melalui cara-cara yg diterangkan oleh teori Spiral of Silence ini.
Pada akibatnya, teori spiral keheningan lebih berfokus pada suatu persepsi seseorang yg sudah diakui & ditonjolkan oleh media. 
Pandangan mayoritas dr golongan mayoritas yg ditonjolkan oleh media semakin menguat & menjelma opini publik. 
Sedangkan persepsi yg berbeda menjadi semakin bungkam & kelompok minoritas kian tak berhasrat untuk mengutarakan pendapatnya sehingga terbentuklah spiral keheningan.
Premis pokok Teori Spiral Keheningan bahwa tatkala seseorang memiliki pandangan yg berlainan atau berlawanan dgn pandangan yg dominan dikemukakan media.
Sementara pandangan orang-orang di sekitarnya pula sama dgn media, maka ia condong bersikap membisu atau mengikuti usulan secara umum dikuasai yg dikemukakan media. 
“Spiral keheningan disebabkan oleh adanya suatu rasa takut akan pengasingan”
Teori ini dinamakan spiral lantaran bentuknya mirip angin ribut di mana di bagian atas besar & semakin ke bawah semakin mengecil.
Teori Spiral Keheningan (Spiral Of Silence Theory) Yang Ternyata Cocok Untuk Menggambarkan Kondisi Tanah Air Saat Ini
Kita mampu memutar kembali waktu kita terhadap perkara ombibus law pada tahun 2020 atau kepada pro & kontranya vaksin di tahun 2021 ini. 
Banyak sekali respon terkait hal ini. Dalam tagar #TolakOmnibusLaw atau #HentikanPaksaVaksin yg beredar pada akun media sosial twitter. 
Dalam hal ini kita dapat menyaksikan bahwa media menjadi pendorong penting dlm menentukan bagaimana posisi kita dlm spektrum yg menciptakan kita percaya diri dlm beropini. 
Atau sebaliknya, dlm spektrum yg membuat kita merasa terisolasi & merasa was was atas penghakiman orang lain. 
Dalam hal inilah “pengertian seseorang yg mana merupakan opini publik mayoritas & minoritas akan menjadi penting.”
Adapun teladan konkret lainnya tatkala ada kolom komentar yg secara umum dikuasai mengkritik atau mencemooh seseorang pejabat publik pada suatu postingan.
Maka mereka ingin  menghalangi terhadap usulan yg mengkritik & yg mencibir (intinya yg menjadi kontra dr pejabat tersebut) di kolom komentar.
Mereka yg (ingin menghalangi usulan umum di kolom komentar tersebut) merasa ditekan & pada balasannya ia menyembunyikan pendapatnya sendiri. 
Mungkin ini alasannya kita lebih sering menyaksikan postingan yg bertendensi memihak pada apa yg sudah dianggap benar, & ini tergolong kita yg menuntup diri dr pertimbangan orang lain.
Adapun yg beropini aplikasi tik tok ialah cringe alias jijik atau alay tetapi masih pakai sosial media lain mereka hipokrit alias berpura-pura, semua sosial media sama saja. 
Tik tok itu mampu dikatakan golongan besar menganggap suatu kalangan dr beberapa anggota itu salah, contohnya ada sebuah masalah yg mungkin tersebar di tik tok.
Karena tatkala kita mencoba untuk mengungkapkan opini kepada perkara tersebut balasannya kebanyakan bila saya atau ananda bukan pengguna tik tok. 
Padahal sepertinya setiap sosial media besar ada yg alay, ada yg edukatif, ada yg baik, & ada yg buruk juga. 
Adapun contoh kecilnya yaitu tatkala kita berdiskusi soal di kelas, kita dapat jawaban B tetapi semua teman pada menjawab C.
Dan balasannya akan mengikuti C pula terlepas jawaban itu benar atau salah. Ataupun dlm perkumpulan otang-orang yg kapasitas ilmunya lebih dr kita.
Juga menjadi pertimbangan untuk berpendapat, takut salah di depan orang yg lebih paham. Jadi nanti kesannya dikatakan sok atau atau hal yang lain.
Apa teman-sahabat pula mencicipi sedikit cemas tatkala ingin mengemukakan usulan? Karena kita senantiasa berpikir bahwa sebuah kritik dr orang lain.
Merupakan suatu panik yg sangat besar untuk individu supaya tetap membisu. Tatkala usulan tersebut bukan merupakan yg dianut oleh mayoritas.
Nah, bagaimana? Tanpa kita sadari di dlm masyarakat kita hal tersebut sering terjadi. Jadi itulah Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory) & Contohnya. Jangan lupa ya untuk membaca dahulu, gres berkomentar. 
Penulis Artikel : 

Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Padang (UNP) Suci Kurnia Putri
Sumber Referensi:

Noelle-Neumann, E.  (1974). The spiral of silence: A theory of public opinion. Journal of  Communication, 24 (2), h.43-51. 

Noelle-Neumann, E.  (1977). Turbulences in the climate of opinion: Methodological applications of the spiral of silence theory. Public Opinion Quarterly, 41(2), h.143-158. 

Noelle-Neumann, E. (1979). Public opinion and the classical tradition: A Reevaluation. Public Opinion Quarterly, 43(2), h.143-156