Sejarah Museum Fatahillah Jakarta Singkat Dan Lengkap

Museum Fatahillah atau biasa disebut dgn Sejarah Museum Jakarta merupakan sebuah museum yg berada di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat Atau berada di Kota Tua. Museum Fatahillah berdiri di tanah dgn luas lebih dr 1.300 meter persegi. Dulu bangunan yg digunakan sebagai Museum Fatahillah ini yaitu balai kota Batavia atau dlm Bahasa Belandanya Stadhuis van Batavia. Dibangun pada tahun 1707 & selesai pada tahun 1712 atas perintah Gubernur-Jendral Belanda waktu itu yg berjulukan Joan van Hoorn. Harga masuknya cukup murah. Untuk sampaumur Rp 5000, untuk pelajar Rp 3000 & untuk bawah umur Rp 2000.

Model bangunan ini bergaya neo klasik yg didesain mirip dgn Istana Dam di Amsterdam. Perancangnya yaitu W.J. van de Velde & J. Kremmer. Susunannya yakni bangunan utama yg mempunyai dua sayap ruang lagi di serpihan barat & timur. Kemudian pula dilengkapi dgn bangunan sanding yg digunakan untuk ruang pengadilan, kantor & beberapa ruang bawah tanah yg umumnya digunakan sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian didirikan dgn nama Museum Fatahillah. Berikut akan dibahas sejarah Museum Fatahillah yg dimulai dr era Batavia.

Sejarah Museum Fatahillah

Sejarah Museum JakartaDulu tatkala era penjajahan Belanda, balai kota Batavia yg pertama dibangun di tahun 1620 yg terletak di sisi timur Kali Besar. Namun, gedung balai kota ini cuma bertahan selama enam tahun alasannya adalah harus dibongkar untuk menghadapi serangan dr pasukan Sultan Agung dr Kesultanan Mataram pada tahun 1626. Sebagai ganti dr peristiwa ini, Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen menyuruh pembangunan kembali balai kota di tahun 1627. Tempat pembangunannya terletak di daerah Nieuwe Markt yg kini disebut dgn Taman Fatahillah atau Sejarah Museum Kota Tua. Menurut goresan pena sejarah, balai kota Batavia yg gres ini hanya memiliki satu tingkat & pembangunan tingkat kedua dijalankan beberapa dikala kemudian. Di tahun 1648, kondisi balai kota cukup memprihatinkan. Tanah di kota Batavia yg sungguh tak stabil & beratnya bangunan menimbulkan balai kota perlahan-lahan turun dr permukaan tanah.

Hingga balasannya di tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal yg gres yaitu Joan van Hoorn, bangunan yg karam ke tanah ini dibongkar kemudian dibangun ulang dgn menggunakan pondasi yg tak jauh beda dr sebelumnya. Ini yakni kali ketiga pembangunan balai kota. Balai kota baru ini didirikan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck di tanggal 10 Juli 1710, walaupun belum selesai sepenuhnya. Bangunan ini selesai total sesudah dua tahun diresmikan. Setelah selesai, selama dua masa, balai kota Batavia yg baru ini dipakai selaku kantor persoalan administrasi kota Batavia. Tidak hanya manajemen, namun pula dipakai selaku tempat College van Schepenen atau Dewan Kotapraja & Raad van Justitie atau Dewan Pengadilan. Dulunya tempat sidang Dewan Pengadilan dikerjakan di dlm Kastil Batavia. Lalu dipindahkan ke kepingan timur balai kota. Kemudian dipindahkan lagi pada tahun 1870 ke gedung pengadilan yg gres.

  Pemilihan Umum Ⅰ dilaksanakan pada masa

Tata Ruang Museum Fatahillah

Tata Ruang Museum FatahillahBalai kota Batavia pula mempunyai ruang tahanan yg tatkala masa VOC pernah menjadi penjara utama di kota Batavia. Di belakang balai kota ada gedung penjara yg bertingkat satu. Penjara ini khusus untuk tahanan yg bisa mengeluarkan uang kamar tahanan dengan-cara mandiri. Tapi, di bawah gedung utama, ada penjara yg sungguh buruk sebab tak mempunyai ventilasi & kurangnya cahaya penerangan. Di tempat inilah cukup banyak tahanan yg mati sebelum sempat diadili di Dewan Pengadilan. Kondisi tahanan yg jelek ini bikin para tahanan meninggal sebab menderita penyakit tifus, kolera & kehabisan oksigen. Penjara ini kemudian di tutup di tahun 1846 lalu dipindah ke sisi timur Molenvliet Oost. Beberapa tokoh terkenal yg pernah dipenjara di penjara balai kota adalah Untung Suropati, Pangeran Diponegoro & Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka yg bernama Petrus Vuyst.

Kota Batavia mengalami perluasan ke wilayah selatan di akhir abab ke-19. Sehingga di waktu ini kota Batavia naik tingkat menjadi Gemeente Batavia. Karena perluasan kota Batavia, sebuah aktivitas di balai kota Batavia kemudian dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West yg sekarang dikenal dgn nama Jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat. Lalu di tahun 1919 dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid yg sekarang dikenal dgn Jalan Medan Merdeka Selatan No. 8-9 di Jakarta Pusat hingga dikala ini. Lalu bekas gedung balai kota kemudian menjadi Kantor Pemerintah Jawa Barat hingga tahun 1942.

Ketika Kekaisaran Jepang tiba & menggantikan kekuasaan dr Belanda, gedung ini dipakai untuk tempat pengumpulan logistik tentara Kekaisaran Jepang. Saat Indonesia merdeka, gedung ini lalu dipakai lagi menjadi Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat & pula ditempati selaku markas Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah tahun 1961, gedung ini digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Baru di tahun 1970, bangunan yg dulunya digunakan selaku balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Kemudian Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin memugar seluruh gedung ini. Setelah selesai kemudian didirikan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.

  Sejarah Perang Suriah Dan Israel – Latar Belakang Serta Dampak

Seperti umum bangunan di benua Eropa, balai kota memiliki lapangan yg bernama Stadhuisplein. Sebuah lukisan milik Johannes Rach menerangkan bahwa di tengah lapangan tersebut ada sebuah air mancur yg menjadi satu-satunya sumber air untuk penduduk sekitar. Sumber air itu berasal dr Pancoran Glodok yg disambungkan dgn pipa ke Stadhuiplein. Tetapi air mancur ini hilang di era ke-19. Di tahun 1972, pemerintah Jakarta menyelenggarakan penggalian terhadap lapangan tersebut & hasilnya didapatkan suatu pondasi air mancur yg dilengkap dgn pipa-pipanya.

Air mancur ini ialah bukti sejarah & bukti sejarah ini mampu dibangun kembali sesuai lukisan Johannes Rach. Para arsitek lalu membuat air mancur di tengah Taman Fatahillah. Di tahun 1973 Pemda DKI Jakarta membuka kembali taman tersebut dgn nama baru yaitu Taman Fatahillah. Fatahillah diambil untuk untuk mengenang panglima Fatahillah dr Demak yg merupakan pendiri kota Jayakarta sesudah ia berhasil menghalau Portugis dr aktivitas perdagangan di Sunda Kelapa.

Di tahun 1937, Yayasan Oud Batavia bikin rencana mendirikan sebuah museum yg mengkoleksi & menceritakan semua hal wacana sejarah Batavia. Yayasan itu kemudian berbelanja gudang perusahaan milik Geo Wehry & Co yg berada di sisi timur Kali Besar. Tepatnya berada di Jl. Pintu Besar Utara No. 27. Kini kita mengenalnya selaku Museum Wayang. Kemudian Yayasan Oud Batavia membangun & merenovasinya kembali menjadi Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini mulai dibuka untuk lazim di tahun 1939.

Di masa kemerdekaan Indonesia, museum ini diubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI atau Lembaga Kebudayaan Indonesia. Kemudian selanjutnya di tahun 1968 Museum Djakarta Lama diserahkan kewenangannya pada PEMDA DKI Jakarta. Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada ketika itu, kemudian meresmikan gedung ini jadi Museum Sejarah Jakarta di tanggal 30 Maret 1974.

Untuk memajukan tampilan & kinerjanya, semenjak tahun 1999 Museum Sejarah Jakarta bertekad mengganti museum ini tak hanya sekadar tempat untuk menunjukkan & merawat benda & koleksi yg berasal dr zaman Batavia, namun pula harus mampu menjadi tempat edukasi bagi siapa pun untuk menambah pengalaman & wawasan serta mampu berfungsi sebagai tempat wisata. Karena itulah Museum Sejarah Jakarta terus berusaha menyediakan isu yg berkaitan dgn sejarah & perjalanan panjang kota Jakarta dr masa prasejarah hingga masa kini dgn cara penyampaian yg lebih mengasyikkan & gampang dipahami..

  Penemuan Insan Purba Australia Yang Pernah Ada

Koleksi Museum Fatahillah

Koleksi-koleksi yg bisa dijumpai di Museum Fatahillah ini yaitu kronologi sejarah Jakarta, beberapa replika peninggalan masa Kerajaan Tarumanegara & Kerajaan Pajajaran, hasil aktivitas penggalian arkeologis di Jakarta & beberapa perabotan kuno era penjajahan Belanda mulai dr periode ke-17 hingga periode ke-19. Perabotan yg menjadi koleksi merupakan perpaduan dr gaya Cina, Eropa & Indonesia. Juga ada koleksi gerabah, keramik & kerikil prasasti. Koleksi yg dimiliki ini terbagi di aneka macam ruang, mirip Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Jayakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Sultan Agung, Ruang Fatahillah, & Ruang Muhammad Husni Thamrin.

Selain benda-benda bersejarah, museum ini pula mengkoleksi banyak hal dr numismatik, kebudayaan Betawi, numismatik & berbagai model becak. Bahkan kini pula ada patung Dewa Hermes yg merupakan tuhan dr mitologi Yunani. Dewa Hermes merupakan yang kuasa yg melambangkan keberuntungan & perlindungan bagi kaum pedagang. Dewa Hermes terletak di perempatan Harmoni.

Tata Letak Koleksi

Agar Museum Fatahillah menjadi museum menawan & bersifat mempesona, pengurus Museum Fatahillah bikin tata letak khusus untuk koleksi-koleksinya. Selain itu pula alasannya mengikuti dinamika masyarakat yg senantiasa ingin perubahan semoga tak tenggelam dlm situasi museum yg menjemukan. Tata letak koleksi Museum Fatahillah diurutkan menurut urutan waktu sejarah Jakarta serta Jakarta sebagai sentra pertemuan budaya dr berbagai kalangan suku bangsa baik orang Indonesia asli maupun luar Indonesia.

Pertunjukkan koleksi berwujud dlm bentuk display. Sehingga perlu banyak koleksi yg berhubungan dgn sejarah Jakarta yg disokong dengan-cara grafis dgn menggunakan foto, sketsa, gambar, peta & label deskripsi supaya lebih gampang dipahami. Sejarah Museum Fatahillah perlu anda ketahui agar anda lebih mengetahui koleksi apa saja yg ada di Museum Fatahillah berhubungan dgn sejarah kemajuan Jakarta. Cukup banyak museum yg layak dikunjungi di Indonesia. Contohnya mirip sejarah Museum Kapal Selam Surabaya, sejarah Museum Kalimantan Barat, sejarah Museum Kambang Putih Tuban, sejarah Museum Keraton Yogyakarta & sejarah Museum Kota Makassar.