Sejarah Partai Indonesia terikat besar lengan berkuasa dgn sejarah PNI (Partai Nasional Indonesia) yg lahir sehabis terinspirasi sejarah PI (Perhimpunan Indonesia). Organisasi ini tergolong organisasi politik yg menjadi salah satu organisasi pergerakan nasional dgn cita-cita luhur mencapai Indonesia merdeka.
Partindo ini lahir setelah PNI mengalami kekosongan sosok sentral yg dijadikan pemimpin utama pergerakannya. Mr. Sartono dianggap selaku pendiri Partindo alasannya ia menggerakkan PNI yg sedang kosong semoga tetap menawarkan faedah bagi rakyat.
Awal Berdiri
Mr. Sartono naik menggantikan posisi Bung Karno yg dikala itu sedang berada di penjara Sukamiskin alasannya adalah sepak terjangnya yg dianggap membahayakan. Di tanggal 30 April tahun 1931, Mr. Sartono mendirikan Partai Indonesia yg disingkat menjadi Partindo untuk melanjutkan usaha PNI supaya tak stagnan. Ia berseberangan dgn kubu Moh. Hatta yg memilih mendirikan organisasi lain setelah PNI kehilangan Soekarno.
Kekosongan sosok sentral memang membahayakan. Partindo memang berlawanan nama dr PNI yg dulu diresmikan Soekarno. Namun tujuan & asasnya tetap mempertahankan keaslian PNI. Partindo dibentuk untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia dgn tangan sendiri & tanpa kerjasama apapun bareng pihak lain.
Baca pula :
- Sejarah Kerajaan Tarumanegara
- Sejarah Perjanjian Tordesillas
- Arti Tut Wuri Handayani
- Sejarah Parindra (Partai Indonesia Raya)
Moh. Hatta & kubunya yg disokong Sutan Sjahrir merasa tak sependapat dgn sikap ideologis Mr. Sartono. Karenanya mereka membentuk organisasi sendiri yg sering dijuluki PNI-Baru dgn nama Pendidikan Nasional Indonesia. Kaprikornus kedua tokoh keluaran PNI ini menjadi berseberangan. Sementara dr jerujinya, Soekarno memihak Mr. Sartono yg bersetia pada PNI & cita-citanya.
Memang di awal pembentukan Partindo, Mr. Sartono mendapatkan kebencian dr banyak pihak alasannya adalah membubarkan PNI & tak sepakat dgn PNI-Baru. Namun Mr. Sartono terus berupaya menerangkan kebenaran perjuangannya yg membela rakyat Indonesia, bukan pribadinya sendiri.
Bergabungnya Soekarno
Keberpihakan Soekarno pada Partindo sejak di dlm penjara Sukamiskin terlihat saat di tahun 1932 beliau dibebaskan. Mulanya Soekarno mencoba menyatukan pecahan PNI yg sudah berlawanan jalan, namun mengalami kegagalan. Mau tak mau, Soekarno mesti memilih salah satu. Keputusannya dikeluarkan dlm bentuk pengumuman tanggal 1 Agustus 1932 yg menyerukan keberpihakan Soekarno pada Partindo.
Karena Soekarno lebih menentukan Partindo dibandingkan dengan PNI-Baru, maka rakyat yg sudah tunduk pada Soekarno banyak yg bergabung ke dlm partai ini. Begitulah Soekarno, wibawanya sungguh besar walaupun ia belum diresmikan sebagai pemimpin Indonesia merdeka. Sejak kepulangannya dr Sukamiskin tersebut, ia langsung melejitkan Partindo hingga memperoleh 3762 orang pengikut hanya dlm setahun. Padahal sebelumnya, Partindo hanya mempunyai 226 anggota saja.
Baca pula :
Karena Soekarno terlalu memegang peran penting di dlm Partindo, seolah-olah partai ini kembali menjadi PNI usang yg ditunggu-tunggu rakyat. Di forum-lembaga biasa , Soekarno mulai memperkenalkan pedoman Marhaenismenya yg lebih menggemari usaha memperjuangkan kaum akar rumput dibandingkan eksklusif tembak ke bidang pendidikan mirip yg dilakukan Moh. Hatta dgn PNI barunya.
Kongres & lembaga yg membawa nama Soekarno tak pernah sepi audiens. Karenanya, paham Soekarnoisme dgn Marhaennya cepat sekali membengkak. Begitu pula dgn Partindo yg menjadi kendaraan politiknya. Selanjutnya, polah tingkah Soekarno kembali disoroti Belanda karena menyebarluaskan keberanian untuk merdeka & melawan pemerintahan yg dikala itu tergolong masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Kehilangan Soekarno
Ujung dr perburuan antara polisi Belanda dgn Soekarno berakhir dgn pembuangan Soekarno ke luar pulau. Pemerintah Belanda merasa dampak berpengaruh Soekarno tak mampu dibendung selama tubuh Soekarno masih ada di tanah Jawa. Sekalipun ia dikurung di tahanan yg sempit, gelap & menjijikkan, tetapi semangatnya yg terlalu besar tak dapat dipadamkan. Beliau pun dibuang ke Ende –sebuah tempat di pulau Flores.
Harapan pemerintah yakni dgn diasingkannya Soekarno ke wilayah yg masih mundur, semangatnya akan mati perlahan. Setelah 4 tahun di Ende, Soekarno dipindahkan tempat pembuangannya ke Bengkulu. Di sinilah kemudian dia mengenal seorang perempuan asli setempat yg sukses menarik hatinya. Perempuan anggun tersebut berjulukan Fatmawati yg nantinya menjadi pendamping Hidup ke-3 Soekarno & membantunya membuat sejarah bendera merah putih. Wanita tersebut yg mengaruniainya 4 orang anak pandai yg meneruskan perjuangannya dlm sejarah PNI.
Seperti yg telah diterangkan sebelumnya, Partindo mengusung kembali keinginan PNI. Meskipun sekarang Partindo kehilangan Soekarno untuk kesekian kalinya, tetapi partai ini tetap berlangsung lancar. Ada usaha pemenuhan hak berpolitik dr Partindo yg terus diusahakan. Partai ini pula mengusahakan segera dibentuknya pemerintahan hasil kerja keras sendiri yg mengusung sejarah demokrasi kemudian membuatnya selaku asas kebangsaan.
Dengan kemauan Partindo menciptakan negara demokrasi, terperinci sudah ia berseberangan dgn pembuatan sejarah PKI & sekutunya yg mengusung paham komunisme. Sepeninggal Soekarno, Partindo melaksanakan beberapa kegiatan kepartaian yg dibungkus rapi tetapi tentu saja mengandung unsur politik.
Partindo mulai mengadakan rapat-rapat & kongres berkala untuk merencanakan kemerdekaan Indonesia. Mereka pun melaksanakan aksi-agresi sosial yg menolong warga Indonesia di bawah garis kesejahteraan. Selama bertahun-tahun berjalan tanpa Soekarno, kegiatan Partindo mengalami stagnasi. Meskipun gerakannya masih tergolong berani & menyulitkan pemerintah Belanda yg menganggap Partindo selaku partai radikal, tetapi bahu-membahu Partindo sudah tak sekuat dulu.
Bubarnya Partindo
Belanda yg merasa Partindo mulai membahayakan kedudukannya di Indonesia mengeluarkan maklumat yg menghalangi ruang gerak Partindo. Tanggal 27 Juni 1933, setiap pegawai pemerintah yg diangkat menjadi pegawai negeri tak diperkenankan bergabung dlm Partindo atau harus melepas jabatannya. Disusul kebijakan tanggal 1 Agustus 1933 yg tak mengizinkan aktivitas Partindo berupa rapat di mana pun tempatnya. Selama masih di wilayah Indonesia, kegiatan rapat Partindo mesti tidak boleh.
Kebosanan Partindo dgn kegiatan yg cuma itu-itu saja bikin situasi makin rumit. Mr. Sartono sebagai ketuanya merasa harus membubarkan Partindo. Niatnya ini sempat dihalangi beberapa rekannya di Partindo. Sayangnya, usaha rekan-rekannya tak lebih besar dr tekad Mr. Sartono. Puncaknya, Mr. Sartono membubarkan Partindo pada tanggal 18 November 1939.
Meskipun beberapa anggota Partindo menentang kemauan Sartono, nyatanya pemimpin Partindo tersebut bersikukuh dgn alasan yg dimilikinya. Di mata Sartono, peran Partindo dlm sejarah PPKI sudah tak lagi penting. PPKI sudah melarang partainya mengadakan rapat & pelarangan tersebut menyinggung Partindo selaku organisasi berdikari. Akhirnya Partindo keluar dr bagian PPKI. Selain itu, Mr. Sartono betul-betul mencicipi Partindo gagal bertumbuh ke arah yg diharapkan. Gerakannya tak mengalami kemajuan yg baik. Belum lagi pemerketatan jasus polisi Belanda yg terus mengintai gerakan Partindo.
Baca pula :
Setelah dipertahankan sekuat mungkin oleh anggota-anggota dr Yogyakarta, Semarang & beberapa kawasan lainnya yg tak setuju, Partindo tetap dibubarkan. Partai yg menenteng paham sosio-nasionalisme & sosio-demokrasi ini pun sudah mengakhiri sepak terjang politiknya yg membuat pemerintah Belanda lega.
Sebelum resmi bubar, Partindo sempat menjadi partai besar alasannya adalah sukses mendirikan 71 cabang di daerah. Selain itu, Partindo telah menguasai massa hingga hitungan 20.000 orang yg sesungguhnya masih berpeluang terus membesar kalau Partindo tak dibubarkan. Diprekdisikan, dikala pembubaran, Partindo sudah memiliki 24 kandidat tempat yg siap menjadi perluasan cabang Partindo di eselon bawah.