Penyebab Pertempuran Surabaya 10 November

Negara kita terkenal akan kekayaan budaya & Sumber Daya Alamnya. Begitu banyak kekayaan alam yg kita miliki dr Pulau Weh hingga Merauke, dr Pulau Miangas hingga Pulau Ndana baik diatas daratan hingga yg terpendam dibawah tanah & bawah laut. Kekayaan yg kita miliki begitu melimpah ruah.

Hasil tambang, perkebunan, pertanian, hingga hasil maritim seluruhnya mampu kita nikmati di negeri ini. Namun seluruh kekayaan itu tak urung menjadi incaran bangsa lain yg iri dgn Indonesia. Hal ini bahkan menjadi permulaan mula kita mengalami penjajahan beratus-ratus tahun lamanya. Perjuangan meraih & mempertahankan kemerdekaan pun dikerjakan dgn segenap tumpah darah, usaha, & pengorbanan yg tiada hentinya.

Usai memproklamasikan kemerdekaan, bangsa Indonesia tak lantas dapat hidup bebas & tenang. Para penjajah berusaha menduduki kembali negeri ini dgn berbagai cara yg licik. Salah satu kilas balik sejarah yg menjadi bukti usaha menjaga kemerdekaan Indonesia yaitu adanya pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945.

Insiden Robeknya Bendera Belanda

Selepas runtuhnya penjajahan Jepang. Bung Karno & Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan & membentuk tatanan hukum Negara. Pada tanggal 31 Agustus 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yg mana berisi tentang perintah untuk mengibarkan bendera nasional sang saka merah putih diseluruh penjuru Indonesia mulai esok harinya yakni tanggal 1 September 1945. Semarak kebahagiaan rakyat yg terlihat seiring berkibarnya bendera merah putih di seluruh tanah air tak terkecuali di Surabaya.

Namun kebahagian rakyat Surabaya tak berlangsung lama yakni tatkala Mr. W.V.CH. Ploegman yg memimpin sekelompok orang Belanda tiba-tiba mengibarkan bendera Belanda yg berwarna merah putih & biru di atas Hotel Yamato atau sebelumnya pada masa kedudukan Belanda dikenal dgn Hotel Oranye yg berlokasi di Jalan Tunjungan No. 65 Surabaya. Pengibaran bendera Belanda pada tanggal 18 September 1945 pukul 21.00 menyebabkan kemarahan rakyat Surabaya & dianggap mencibir bendera Indonesia.

Akibat hal tersebut massa kesannya berkerumun di depan Hotel Yamato. Melihat suasana yg semakin keos kesannya Panglima Soedirman yg menjadi perwakilan Indonesia memasuki Hotel Yamato bersama Haryanto & Sidik & bertemu dgn Mr. Ploegman untuk melakukan negosiasi. Jenderal Soedirman meminta biar Mr. Ploegman beserta anak buahnya bersedia menurunkan bendera Belanda demi menekan terjadinya kericuhan yg sudah mulai memanas. Namun usul Jenderal Soedirman ditolak mentah-mentah oleh Mr. Ploegman & malah membuat kericuhan di dlm Hotel. Mr. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik setelah sebelumnya mengancam dgn mengeluarkan pistol. Sidik kemudian tewas oleh pasukan Belanda dr luar Hotel sehabis mendengar suara letusan pistol Mr. Ploegman.

  Bagaimana perubahan sosial budaya yang terjadi di lingkungan alam yang subur dan di lingkungan alam yang kurang subur?

Jenderal Soedirman & Haryanto yg terdesak mencoba keluar dr Hotel sementara itu massa yg semula berkerumun didepan Hotel balasannya memaksa masuk ke atas Hotel. Mereka berupaya untuk menurunkan bendera Belanda. Setelah keluar dr Hotel, Haryanto yg semula bareng Jenderal Soedirman justru masuk kembali kedalam Hotel & ikut memanjat tiang bendera bareng Koesno Wibowo yg kesudahannya sukses dilaksanakan. Mereka menurunkan bendera Belanda lalu merobek kepingan putihnya & mengibarkan kembali bendera tersebut yg sudah menjadi bendera merah putih.

Sekutu tiba di Surabaya

Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby yg merupakan perwakilan tentara Inggris untuk daerah Jawa Timur tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945 mereka para sekutu yg tergabung dlm Allied Force Netherlands East Indies (AFNEI) datang kembali dgn alasan ingin melucuti senjata para tentara Jepang, membebaskan para interniran atau pasukan sekutu yg ditawan, & memulangkan para prajurit Jepang. Namun dibalik alasan-alasan tersebut ternyata kehadiran AFNEI yg diam-diam diboncengin oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) menenteng misi untuk menolong NICA merebut Negara Indonesia. Seolah tak puas aben amarah rakyat Surabaya yg tengah memanas sesudah aksi pengibaran bendera Belanda.

Pesawat tempur milik sekutu mengedarkan pamflet pada tanggal 27 Oktober 1945 dlm pamflet tersebut diberitahukan biar seluruh rakyat Surabaya memberikan senjata milik tentara Jepang ke tangan sekutu. Aksi ini menimbulkan pergolakan di Surabaya maka mulai pada ketika itu meletuslah serangan-serangan yg banyak menyantap korban jiwa. Serangan ini berjalan dr tanggal 27 Oktober hingga 29 Oktober 1945. Situasi yg semakin pelik membuat Presiden Soekarno berusaha meredakan suasana atas permintaan Jenderal D.C Hawthorn.

Pada tanggal 29 Oktober 1945 dilakukan penghentian perang sehabis sebelumnya pihak Indonesia melaksanakan negosiasi dgn pihak sekutu. Pada negosiasi itu mempertemukan Presiden Soekarno, wakil Presiden Moh. Hatta & Amir Syarifudin yg kala itu menjabat sebagai menteri penerangan dgn Jenderal Sir Phillip Christison. Mereka menyetujui adanya penghentian perang atau gencatan senjata namun serangan-serangan antara kedua belah pihak tetap tak terelakkan.

Puncaknya pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi baku tembak antara sekelompok pemuda dgn Brigadir Jenderal Mallaby & beberapa pasukannya yg menumpangi mobil buick saat melintasi jembatan merah. Sebuah kesalah pahaman terjadi yg menyebabkan baku tembak itu.

Sebuah peluru yg berasal dr pistol salah satu cowok ternyata tentang Brigadir Jenderal Mallaby & menjadikannya tewas saat itu juga. Tak hingga disitu, mobil buick yg ditumpangi Mallaby pun terbakar alasannya terkena lemparan granat. Proses penyelamatan Mallaby mejadi sulit sebab jenazahnya nyaris tak mampu dikenali.

  5 Tokoh Bandung Lautan Api Dan Perannya

Kesalah pahaman yg mengakibatkan peristiwa baku tembak yg selsai dgn tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby ternyata tak serta merta ialah kesalahan dr pihak Indonesia. Hal tersebut terungkap pada 20 Februari 1946, seorang anggota partai buruh Inggris (labour party) sekaligus anggota badan legislatif (house of commons) berjulukan Tom Driberg.

Ia meyakini bahwa baku tembak yg terjadi karena kesalahan 20 pasukan sekutu dibawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Mallaby yg tak mengenali bahwa sudah dilakukan kontrakgencatan senjata. Tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pun hingga kini belum dapat diyakini sepenuhnya akibat tembakan alasannya adalah ledakan dr granat yg memperabukan mobilnya terjadi serentak.

Meletusnya Pertempuran 10 November 1945

Tanggal 10 November 1945 pihak sekutu marah & Mayor Jenderal Eric  Carden Robert Mansergh yg ditunjuk selaku pengganti Brigadir Jenderal Mallaby mengeluarkan ultimatum yg berisi pernyataan bahwa pihak Indonesia mesti menghentikan perlawanan kepada AFNEI & NICA serta menyerahkan semua senjata yg dimiliki. Waktu ultimatum diputuskan yakni sampai pukul 06.00 di tanggal 10 November 1945.

Rakyat Surabaya merasa dihina dgn adanya ultimatum tersebut & sama sekali tak bermaksud untuk mengiyakan ultimatum tersebut. Rakyat Surabaya merasa hal tersebut tak semestinya dilakukan karena Negara Indonesia telah ada dgn membentuk pasukan Negara yakni TKR. Pada tanggal 10 November 1945 pula pasukan sekutu melakukan aksi Ricklef atau dikenal pula dgn pembersihan darah. Mereka memborbadir kota Surabaya dgn serangan dr darat maupun bahari dgn menggunakan tank, pesawat, & kapal perang.

Alih-alih mundur, rakyat Surabaya justru makin tak gentar. Seluruh masyarakatturut serta dlm melawan aksi pasukan sekutu meski artinya banyak mengorbankan nyawa penduduk. Pasukan sekutu pun dibuat tercengang dgn kuatnya lapisan pertahanan rakyat Surabaya yg mereka kira dapat dikalahkan cuma dlm waktu tiga hari.

Selain itu kekuatan rakyat Surabaya pula disokong dr para santri dgn pertolongan tokoh-tokoh agama seperti KH. Hasyim Asy’ari & K.H Wahab Hasbullah yg kiprahnya lebih besar kala itu dibandingkan pemerintah. Pertempuran ini pun berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Dari mulai pola serangan yg tak terencana (impulsif) hingga menjadi terstruktur & berstrategi.

Sosok Bung Tomo yg ialah seorang revolusioner menjadi api pembakar semangat rakyat Surabaya pun hingga kini terus dikenang jasa & perjuangannya. Beliau menyuarakan pidato yg memacu impian rakyat Surabaya untuk menjaga Indonesia hingga titik darah penghabisan. Bung Tomo mengatakan dgn lantang “Merdeka atau mati?” yg lantas dijawab oleh ratusan ribu rakyat dgn kata ‘Merdeka’ ketimbang mati sia-sia ditangan para sekutu.

Pertempuran tersebut memakan korban tewas hingga lebih dr 10.000 orang pejuang Indonesia & rakyat sipil sebanya 200.000 orang mesti mengungsi dr Surabaya lantaran kota Surabaya belum patut ditempati akibat kerusakan parah. Sementara dr pihak sekutu terdapat sekitar 2000 orang tewas. Perlawan rakyat Indonesia tak ternilai harganya demi menyelamatkan bangsa & melepaskan belenggu penjajah.

Banyaknya pejuang & rakyat yg tewas pada 10 November 1945 membuat tanggal ini diingat sebagai Hari Pahlawan hingga dikala ini. Tak hanya itu, dibangun pula Tugu Pahlawan setinggi 41,15 meter yg menjadi marka kota Surabaya. Dibawah tugu tersebut terdapat museum yg menyimpan banyak peninggalan sejarah terkait peperangan 10 November 1945.

[accordion]

[toggle title=”Artikel Terkait”]

[/toggle]

[toggle title=”Artikel Lainnya”]

[one_third]

[/one_third]

[one_third]

[/one_third]

[one_third_last]

[/one_third_last]

[/toggle]

[/accordion]