15 Pendekar Nasional Perempuan Di Indonesia

Secara etimologi kata “pahlawan” berasal dr bahasa Sanskerta “phala”, yg artinya hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti seseorang yg mempunyai keberanian & pengorbanan dlm membela kebenaran bagi bangsa, negara & agama atau pejuang yg gagah berani.

Pahlawan Nasional yakni gelar penghargaan tertinggi di Indonesia. Gelar anumerta atau gelar yg diberikan pada orang yg sudah meninggal ini diberikan oleh Pemerintah Indonesia sebagai perbuatan aktual yg sangat berjasa & diteladani bagi penduduk .

Dari surat keputusan presiden, ada 159 tokoh pahlawan Indonesia & 12 diantaranya adalah para pahlawan nasional perempuan antara lain:

1.Cut Nyak Dhien – Aceh

cut nyak dien

Cut Nyak Dhien adalah salah satu pahlawan nasional wanita Indonesia yang lahir pada Selasa, 0-1-1848 di Lampadang, Aceh. Cut Nyak Dhien berasal dr keluarga aristokrat yg agamis yg merupakan keturunan langsung Sultan Aceh, yaitu Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim.

Pada usia 12 tahun, yakni tahun 1862 ia dinikahkan oleh orangtuanya dgn Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dr uleebalang Lamnga XIII & mereka memiliki satu anak laki-laki. 

Masa Perjuangan melawan Belanda

Pada 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang pada Aceh & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh. Pada 8 April 1873, Belanda menguasai Masjid Raya Baiturrahman serta membakarnya & daerah VI Mukim berhasil di duduki Belanda yg alhasil menciptakan suaminya, Teuku Ibrahim bertempur untuk merebut kawasan VI Mukim. 

Namun sayangnya Teuku Ibrahim gugur dalam perang di Gle Tarum, 29 Juni 1878, hal ini membuat Cut Nyak Dhien marah & bersumpah akan merusak Belanda & melanjutkan perjuangan suaminya untuk memimpin perang. Setelah Cut Nyak Dhien menjanda, Teuku Umar salah satu pejuang Aceh meminangnya untuk dijadikan istri sekaligus rekan perjuangan karena sangat kagum dgn semangat Cut Nyak Dhien, mereka menikah pada tahun 1880 & memiliki anak yg diberi nama Cut Gambang.

Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dhien membangun kembali kekuatan & meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan Belanda di sejumlah tempat, mereka berdua merupakan pasangan suami istri yg berbahaya bagi kekuasaan Belanda di Aceh.

Namun takdir berkata lain, pada 11 Februari 1899 Teuku Umar ditemukan gugur dlm perperangan & membuat pasukan Cut Nyak Dhien makin melemah karena menerima tekanan terus menerus dr Belanda. Ditambah lagi kondisi fisik & kesehatan Cut Nyak Dhien terus menurun sampai risikonya Belanda sukses menangkapnya di Beutong Le Sageu. Untuk menyingkir dari pengaruh Cut Nyak Dhien pada Aceh, Belanda mengasingkannya ke Sumedang.

Akhir Hayat

Cut Nyak Dhien yg sudah renta & mengalami gangguan pengelihatan berhasil menarik minatpara tahanan & bupati Suriaatmaja di tempat pengasingannya, beberapa ulama yg ditahan bareng Cut Nyak Dhien menyadari bahwa ia merupakan seorang muslimah yg hebat dlm ilmu agama islam, sehingga ia dijuluki selaku “Ibu Perbu”.

Kegiatan Cut Nyak Dhien menawarkan pengaruh besar di Sumedang, ia mengajarkan agama islam & merahasiakan jati dirinya sebagai seorang putri sultan dr Aceh. Pada tanggal 6 November 1908, Ibu Perbu meninggal dunia. Cut Nyak Dhien diakui oleh Presiden Soekarno selaku Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964  pada tanggal 2 Mei 1964.

2. Cut Nyak Meutia – Aceh

cut nyak meutiaCut Nyak Meutia yakni pahlawan nasional dr Aceh yg lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara 1870. Ia terkenal selaku wanita yg mempunyai semangat juang tinggi & tekad yg kokoh untuk menghalau penjajah.

Masa Perjuangan

Cut Nyak Meutia melawan Belanda bersama suaminya, yakni Teuku Muhammad atau lebih diketahui dgn Teuku Tjik Tunong. Mereka merupakan suami-istri sekaligus rekan usaha yg solid untuk melawan Belanda. Sampai akibatnya pada Maret 1905, Teuku Tjik Tunong ditangkap oleh pihak Belanda & dijatuhkan sanksi mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, ia menitipkan pesan pada sahabatnya Pang Nagroe untuk menikahi istrinya & merawat anaknya.

Sesuai pesan almarhum suaminya, Cut Nyak Meutia pun menikah dgn Pang Nagroe & bergabung bersama pasukan pimpinan Teuku Muda Gantoe untuk melawan Belanda. Namun sayangnya, pada 26 September 1910 Pang Nagroe gugur dlm pertempuran melawan Korps Marechausee di Paya Cicem. Cut Nyak Meutia sukses selamat bareng para wanita yang lain & melarikan diri ke dlm hutan.

Akhir Hayat

Setelah kematian suami keduanya, Cut Nyak Meutia tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda bareng dgn pengikutnya. Mereka berusaha menyerang & merampas pos-pos kolonial sepanjang perjalanan ke Gayo melewati hutan belantara. Namun, pada pertempuran di Alue Kurieng tanggal 24 Oktober 1910 tertembak peluru & dinyatakan telah gugur. Atas segala jasa-jasanya, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No 107 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964. Kisah heroiknya juga lah yg memperabukan semangat penduduk indonesia dlm melawan Peristiwa G30S/PKI 1965.

3. Raden Ajeng Kartini – Jepara

raden ajeng kartini

Raden Ajeng Kartini yaitu pejuang wanita asal Jepara yg sungguh populer di Indonesia. Beliau diketahui selaku seorang wanita yg gigih memperjuangkan emansipasi perempuan. Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Kartini, untuk menghormati segala jasa-jasanya pada bangsa Indonesia.

Kartini merupakan keturunan keluarga bangsawan, ayahnya yakni R.M. Sosroningrat yg menjabat selaku bupati Jepara. Ibunya berjulukan M.A. Ngasirah, anak dr seorang kiai di Telukawur, Kota Jepara. Kartini mengenyam pendidikan hingga usia 12 tahun di ELS (Europese Lagere School). Setelah usia 12 tahun, Kartini harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Masa Perjuangan

Kartini merasakan banyak diskriminasi antara laki-laki & perempuan, dimana ia & perempuan lainnya tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yg lebih tinggi, bahkan ada beberapa perempuan yg sama sekali tak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Di masa pingitannya, Kartini suka menulis surat pada sobat-teman korespondensi yg berasal dr Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon. Kartini kesengsem dgn pertumbuhan & acuan pikir perempuan Eropa sesudah banyak membaca buku-buku, koran, & majalah Eropa. Timbul impian Kartini untuk mengembangkan perempuan pribumi mirip perempuan Eropa, lantaran ketika itu perempuan pribumi berada di status sosial yg rendah.

  KontrakPangkor 1874 – Sejarah Dan Isi Perjanjian

Akhir Hayat

Pada tanggal 12 November 1903, tepatnya dikala berusia 24 tahun ia dinikahkan oleh orangtuanya dgn bupati Rembang, yakni K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat & mempunyai satu anak lelaki bernama Soesalit Djojodhiningrat. Kartini wafat 4 hari setelah melahirkan anak pertamanya.

Wafatnya Kartini tak menuntaskan perjuangannya selaku aktivis emansipasi wanita, salah satu temanya di Belanda yaitu, Abendanon menghimpun semua surat-surat yg dahulu pernah dikirimkan Kartini ke teman-temannya di Eropa. Abendanon membukukan seluruh surat itu & diberi judul Door Duisternis tot Licht yg artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”, terbit pada tahun 1911 dlm bahasa Belanda.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka mempublikasikan versi translasi buku dr Abendon ini dgn judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dgn ancaman Melayu. Beberapa translasi dlm bahasa lain pula mulai diterbitkan, semoga tak ada yg melewatkan sejarah usaha R.A. Kartini semasa hidupnya. Atas perjuangannya, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada R.A. Karini berdasarkan SK Presiden RI No 108 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

4. Raden Dewi Sartika – Jawa Barat

dewi sartikaRaden Dewi Sartika, adalah salah satu tokoh perintis pendidikan bagi kaum wanita. Beliau lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dr pasangan Raden Somanegara & Raden Ayu Permas.

Masa Perjuangan

Ia mengawali perjuangannya semenjak usia 18 tahun dgn mengajarkan membaca, menulis, mengolah masakan & menjahit bagi perempuan-perempuan di kotanya. Pada 16 Juli 1904, Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri atau Sakola Perempuan. Di tahun 1904, Sakola Istri dirubah namanya menjadi Sakola Keutamaan Istri & pada tahun 1929, Sakola tersebut berganti nama lagi menjadi Sakola Raden Dewi.

Selain tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sekolah Raden Dewi menyebar pula ke luar pulau Jawa. Dewi Sartika berupaya keras untuk mendidik anak-anak perempuar agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yg baik, pintar, luwes, cekatan & kelak mampu berdiri sendiri. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, Dewi Sartika berupaya mencari sumbangan dana & tambah lagi banyak pihak yg mendukung perjuangannya, utamanya suaminya yakni Raden Kanduruan Agah Suriawinata.

Nama Dewi Kartika dikenal luas oleh penduduk sebagai pendidik, terutama di kelompok perempuan. Pada tanggal 16 Januari 1939, pemerintah Hindia Belanda memperlihatkan bintang jasa pada Dewi Sartika atas jasanya telah meningkatkan pendidikan kaum perempuan.

Akhir Hayat

Dewi Sartika menghembuskan napas terakhirnya di Tasikmalaya, 11 September 1947. Atas perjuangannya dlm mencerdaskan bangsa, Ia diberikan gelar kehormatan selaku Pahlawan Nasional Indonesia, pada tanggal 1 Desember 1966.

5. Martha Christina Tiahahu – Maluku

Martha ChristinaMartha Christina Tiahalu merupakan salah satu pejuang perempuan yg lahir di Maluku, 4 Januari 1800. Christina yakni seorang putri dr Kapitan Paulus Tiahahu, yg pula turut serta dlm perang Patimura melawan Belanda pada tahun 1817.

Masa Perjuangan

Sejak kecil, Martha sering mengikuti ayahnya dlm rapat pembentukan kubu pertahanan, tatkala umur 17 tahun Martha pun sudah berani melawan para penjajah.

Martha Christina pula berperan sebagai pemimpin pejuang perempuan untuk mendampingi para pejuang laki-laki dlm misi perebutan wilayah Belanda di desa Ouw, Ulath Pulau Saparua. Richemont, seorang pimpinan peran Belanda dibunuh oleh pasukan Martha Cristina. Dengan kematian pimpinan Belanda tersebut, penjajah semakin murka & terus menyerang rakyat Maluku sehingga pasukan Maluku dikalahkan. Sebagai konsekuensinya, Ayah Martha Christina tertangkap & dijatuhi sanksi mati.

Martha Christina pun berusaha untuk membebaskan ayahnya, tetapi sayangnya ia & para pejuang Maluku sukses ditangkap oleh Belanda. Sampai karenanya, Kapitan Paulus Tiahahu pun meninggal dunia dgn hukuman mati.

Akhir hayat

Selanjutnya Martha Christina dieksekusi & diusingkan ke pulau Jawa. Sampai hasilnya pada 2 Januari 1818, Martha Christina meninggal dlm perjalanan menuju pulau Jawa & jasadnya hanya dibuang ke lautan. Atas usaha & keberaniannya dlm melawan penjajah, Martha Christina diberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, menurut SK Presiden RI No.012/Taman Kanak-kanak/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969.

6. Maria Walanda Maramis – Minahasa

Maria MaramisMaria Walanda Maramis merupakan pergerakan wanita yg lahir di Kema, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872. Sejak umur enam tahun, Maria Maramis sudah menjadi anak yatim piatu & diasuh oleh pamannya. Pendidikan Maria hanya ditempuh hingga Sekolah Dasar, lantaran gadis-gadis di Minahasa dikala itu tak diizinkan mengenyam pendidikan tinggi.

Masa Perjuangan

Maria  mampu memperluas ilmu pengetahuannya karena gemar bergaul dgn kaum-kaum terpelajar, seperti Pendeta Ten Hove. Maria kecil bertekad ingin mengembangkan kaum perempuan Minahasa dgn memperoleh pendidikan yg cukup, supaya kelak dlm mengorganisir rumah tangga & mendidik bawah umur dgn baik.

Pada tahun 1890, Maria Maramis menikah dgn Yoseph Frederik Calusung Walanda yg merupakan seorang guru. Dengan bantuan suaminya & pelajar lainnya, pada Juli 1917 Maria Walanda Maramis mendirikan sebuah organisasi yg diberi nama Percintaan Ibu pada Anak Turunannya (PIKAT), yg mengajarkan cara-cara mengontrol rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi & pekerjaan tangan.

PIKAT mendapat sambutan baik dr penduduk , dlm waktu singkat cabang-cabang PIKAT berdiri di beberapa tempat & sumbangan dana mulai mengalir. Maria Maramis menamkan rasa kebangsaan pada murid-muridnya, dgn membiasakan mereka sekolah menggunakan pakaian tempat.

Akhir Hayat

Maria Walanda Maramis wafat pada 22 April 1924 di Maumbi. Ia menerima gelar kehormatan selaku Pahlawan Nasional Indonesia atas perjuangannya dlm mencerdaskan generasi bangsa sesuai dgn SK Presiden RI No 012/K/1969 tanggal 20 Mei 1969.

7. Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan – Yogyakarta

Nyai Ahmad DahlanSiti Walidah atau biasa diketahui dgn Nyai Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta tahun 1872 merupakan keturunan dr keluarga pemuka Agama Islam & penghulu resmi Keraton, Kyai Haji Fadhil. Sejak kecil, Siti Walidah tak menerima pendidikan biasa , kecuali pendidikan agama yg ia peroleh dr orangtuanya.

  Tujuan Perjanjian Linggarjati Dalam Penerapannya di Indonesia

Siti Walidah menikah dgn sepupunya, yaitu Kiyai Haji Ahmad Dahlan & dikaruniai enam orang anak. Setelah pernikahan itu, ia diketahui dgn nama Nyi Ahmad Dahlan. Kiyai Haji Ahmad Dahlan merupakan pemuka agama dgn pedoman yg revolusioner, & sering mendapat kecaman & saingan lantaran pembahuran yg dilakukannya.

Masa Perjuangan

Nyai Ahmad Dahlan mempunyai pandangan ilmu yg luas, karena kedekatannya dgn tokoh-tokoh Muhamadiyah & tokop pemimpin bangsa lainnya sekaligus sobat seperjuangan suaminya.

Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dalam merintis kelompok pengajian perempuan Sopo Tresno. Sopo Tresno menjadi suatu organisasi kewanitaan berbasis agama Islam. Akhirnya dipilihlah nama Aisyah, selaku organisasi islam bagi kaum perempuan sempurna pada malam  Isra Mi’raj, 22 April 1917. Lima tahun kemudian, Aisyah resmi menjadi potongan dr Muhammadiyah.

Akhir Hayat

Pada 31 Mei 1946, Nyai Ahmad Dahlan meninggal dunia. Untuk menghormati segala jasa-jasanya dlm menyebarluaskan agama islam & mendidik perempuan, pemerintah menunjukkan gelar kehormatan pada Nyai Ahmad Dahlan selaku Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No 042/Taman Kanak-kanak/1971.

8. Nyi Ageng Serang – Yogyakarta

Nyi Ageng SerangPemilik nama lengkap Raden Ageng Kustiah Retno Edi ini yakni spesialis strategi perang yg lahir di Serang 1752. Meskipun kodratnya sebagai seorang perempuan, namun ia pula bisa selaku panglima perang. Ayahnya ialah Pangeran Natapraja, Bupati Serang Yogyakarta yg diketahui pula selaku Panembahan Serang. Sejak kecil, Nyi Ageng Serang mempunyai rasa nasionalisme yg tinggi untuk mengusi Belanda dri bumi pertiwi.

Masa Perjuangan

Pada abad 19, Belanda mulai menyerang tanah Jawa & mulai merendahkan martabat raja-raja Jawa serta membuat kondisi rakyat makin sengsara lantaran banyak terjadi perampasan tanah-tanah rakyat sehingga meletuslah perang Diponegoro (1825-1830) yg pula mengakibatkan Nyi Ageng Serang (usia 73 tahun) sebagai pinisepuh dlm perang tersebut.

Usia tak membatasi Nyi Ageng dlm perang tersebut, bahkan ia memimpin langsung pasukannya tatkala perang gerilya di desa Beku, kabupaten kulon progo. Strategi yg dipraktekkan oleh Nyi Ageng dlm perperangan tersebut, menciptakan Pangeran Diponegoro mengangkatnya sebagai penasehat, sejajar dgn Pangeran Mangkubumi & Pangeran Joyokusumo dlm siasat perang.

Akhir Hayat

Karena fisik yg kian melemah, risikonya Nyi Ageng mengundurkan diri dr medan pertempuran & menetap di rumah keluarga Nataprajan di Yogyakarta hingga ia wafat tahun 1828 pada usia 76 tahun karena sakit. Atas jasa-jasanya membela negara, Nyi Ageng Serang diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974, tanggal 13 Desember 1974.

9. Hj. Rangkayo Rasuna Said – Jakarta

Rasuna SaidHajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan seorang pejuang perempuan yg gigih memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki & perempuan. Sejak kecil, Rasuna Said sudah mengenyam pendidikan Islam di pesantren & kesengsem mengikuti usaha politik. Kemudian Rasuna Said membela kaumnya dgn bergabung di Sarekat Rakyat selaku sekretaris cabang. Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.

Masa Perjuangan

Rasuna Said dinilai sebagai wanita yg mempunyai cara pikir kritis, sampai menciptakan pemerintah Belanda mempenjarakannya pada tahun 1932. Selain itu ia pula tercata sebagai perempuan pertama yg terkena sanksi Speek Delict, yakni aturan dr pemerintahan Belanda bagi siapa pun yg mengatakan menentang Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia & Komite Nasional Indonesia, duduk sebagai Dewan Perwakilan Sumatera mewakili kawasan Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan & sesudah itu ia diangakat selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Pada tahun 1959, Rasuna Said sukses mencapai karir politiknya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Akhir Hayat

Rasuna Said menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai selesai hayatnya, 2 November 1965 di Jakarta dgn meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) & 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh.Ibrahim, Moh.Yusuf, Rommel Abdillah & Natasha Quratul’Ain). Atas segala jasa-jasanya, Rasuna Said diberikan gelar kehormatan selaku Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.

10.Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto – Jawa Tengah

Siti HartinahHj. RA Fatimah Siti Hartinah atau lebih dikenal dgn nama Tien Soeharto ialah istri Presiden Indonesia kedua, Jendral Purnawirawan Soeharto. Tien lahir di Desa Jaten, Surakarta, Jawa Tengah pada 23 Agustus 1923 dr pasangan KPH Soemoharjomo & RA Hatmanti Hatmohoedjo.

Sejak kecil, Tien sudah terbiasa berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya yg ditugaskan ke banyak sekali kawasan, pernah tinggal di Jumapolo Solo, Matesih Gunung lawu, kota Solo & pernah mengenyam pendidikan di Holland Indlanche School selama setahun.

Masa Perjuangan

Setelah Jepang memasuki kota Sola, Tien pun mengikuti kursus bahasa Jepang & bergabung dgn Laskar Putri Indonesia, organisasi wanita yg bermaksud untuk melayani kepentingan pasukan garis depan & belakang perjuangan.

Saat umur 23 tahum, utusan Prawirowihardjo yg merupakan orang bau tanah angkat Soeharto tiba ke tempat tinggal Tien untuk melamarnya. Tien & Soeharto menikah pada tanggal 26 Desember 1947. Soeharto yg saat itu seorang perwira militer memboyong istrinya ke Yogyakarta untuk bertugas. Pada tanggal 23 Januari 1949, Tien melahirkan putri pertamanya yg diberi nama Siti Hardiyanti Hastuti.

Seiring berjalannya waktu, Tien sebagai seorang istri senantiasa mendukung & mendampingi suaminya yg menjadi tokoh sentral dlm usaha pembubaran PKI. Pada tahu 1967, lewat sidang istimewa MPRS, Soeharto diangkat menjadi presiden, & Tien yg tadinya yaitu istri serdadu sekarang menjadi istri presiden selama lebih hingga 30 tahun.

Sebagai Ibu Presiden, Tien berupaya untuk merapikan istana negara yg dahulunya seperti peninggalan zaman Belanda, diubah menjadi lebih lembut dgn menonjolkan ciri khas Indonesia, seperti menyertakan perabot dgn ukiran jati dr Jepara, memasang lukisan-lukisan karya pelukis Indonesia hingga mengubah warna-warna bangunan menjadi lebih cerah. Salah satu kontribusi Tien hingga ketika ini senantiasa dikenang ialah ihwal gagasannya untuk membangun Taman Mini  Indonesia Indah (TMII) yg sampai saat ini menajdi ikon bagi bangsa Indonesia.

  Arti Tut Wuri Handayani Dalam Pendidikan

Akhir Hayat

Setelah kurang lebih 47 tahun mendampingi Presiden Soeharto, pada 28 April 1966 di RS Gatot Subroto, Siti Hartinah menghembuskan nafas terakhirnya karena serangan jantung. Atas segala jasanya, Tien diberikan gelar kehormatan selaku Pahlawan Nasional Indonesia.

11. Hj. Fatmawati Soekarno – Bengkulu

Fatmawati SoekarnoFatmawati yakni wanita asli pribumi yg lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 dr pasangan Hassan Din & Siti Chadijah yg mana kedua orangtuanya keturunan dr Puti Indrapura (keluarga raja dr kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat). Ayah Fatmawati merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.

Ketika usia 20 tahun, Fatmawati menikah dgn Presiden Indonesia Pertama Soekarno pada tanggal 01 Juni 1943. Yang menciptakan Fatmawati dengan-cara otomatis menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dr tahun 1945-1967. Fatmawati adalah istri ketiga dr Soekarno, yg dikaruniai lima orang anak yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri & yg terakhir Guruh Soekarnoputra.

Masa Perjuangan

Setelah menikah, Fatmawati ikut suaminya ke Jakarta untuk berperan aktif & bergabung bersama para tokoh pejuang nasional yang lain untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan Soekarno selaku pemimpin pejuang, selalu meminta pendapat & pertimbangan mengenai langkah-langkah perjuangannya pada Fatmawati.

Menjelang kemerdekaan, pada 15 Agustus 1945 Fatmawati dgn semangat reflektif sambil menggendong anak pertamanya Moh.Guntur yg masih bayi, ikut meninggalkan kota Jakarta menuju Rengasdengklok mengikuti Soekarno, Hatta & beberapa anggota PETA.

Selain itu , Fatmawati sebagai Ibu Negara Indonesia Pertama terkenal selaku perempuan yg berjasa dlm menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yg dikibarkan pada upacara pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Akhir Hayat

Pada tanggal 14 Mei 1980, di usia 57 tahun Fatmawati meninggal dunia lantaran serangan jantung di Kuala Lumpur, Malaysia. Saat ini nama Fatmawati dijadikan nama suatu Rumah Sakit di Jakarta & sebuah nama Bandara Udara di Indonesia, tepatnya di Bengkulu, koto kelahirannya. Perjuangan Ibu Fatmawati semenjak sebelum kemerdekaan & sehabis kemerdekaan, diakui oleh Pemerintah Pusat, lewat Keputusan Presiden RI No.118/Taman Kanak-kanak/2000 tanggal 4 Nopember 2000 selaku Pahlawan Nasional Indonesia.

12. Opu Daeng Risaju – Sulawesi Selatan

Opu Daeng RisadjuOpu Daen Risaju atau yg tatkala kecil erat dikenal selaku Famajjah ialah Pahlawan Nasional yg lahir di Palopo tahun 1880 dr pasangan Opu Daeng Mawellu & Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu Daen Risaju merupakan simbol kebangsawanan kerajaan Luwu, gelar yg didapatkan sesudah menikah dgn suaminya, H Muhammad Daud.

Sejak kecil, Opu Daeng Risaju tak pernah duduk di kursi sekolah formal mirip sekolah belanda. Namun sudah banyak mencar ilmu ihwal ilmu agama & budaya. Meskipun buta abjad latit, tapi ia paham perihal Al-Qur’an, Fiqh, Nahwu Sharaf & balaghah lantaran hidup di lingkungan aristokrat yg menerapkan nilai-nilai moral & tingkah laku.

Masa Perjuangan

Pada tahun 1927, Opu kepincut memasuki organisasi politik dgn menjadi anggota Partai Sarekat Islam Indonesia cabang Pare-Pare. Karena keaktifannya, ia terpilih sebagai ketua PSII Wilayah Tanah Luwu Daerah Palopo, pada 14 Januari 1930. Selama kepemimpinannya di PSII, Opu menjadikan agama selaku landasannya & menerima dukungan besar dr rakyat.

Belanda menahan Opu untuk tak melanjutkan perjuangannya di PSII, lantaran Belanda tak inginb Opu menerima sokongan rakyat yg besar. Pihak Belanda bareng dgn Controleur Afdeling Masamba menganggap bahwa Opu sudah menghasut rakyat supaya tak percaya pada pemerintah. Akhirnya, Opu diadili & dicabut gelar kebangsawanannya & dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1943.

Akhir Hayat

Pada masa Revolusi, Opi kembali aktif bersama perjaka Sulawesi Selatan untuk melawan NICA yg ingin menjajah Indonesia. Karena keberaniannya melawan NICA, Opu menjadi buronan Belanda di Sulawesi Selatan & karenanya menyiksa Opu hingga ia menjadi tuli & dijadikan tahanan luar. Opu menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Februari 1964. Atas segala jasanya, Opu Daeng Risaju diberikan gelar kehormatan selaku Pahlawan Nasional.

Wanita Hebat Asal Sumatera Barat

1. Rohana Kudus

Rohana Kudus adalah Perempuan Multitalenta yg mempelopori emansipasi kaum perempuan, mirip RA Kartini. Rohana Kudus adalah seorang guru, pendiri sekolah perempuan, penulis, wirausaha & pula pemimpin redaksi dr banyak sekali surat kabar perempuan. Rohana Kudus selain terkenal selaku perempuan yg kuat di Sumatera Barat, pula menguasai tiga bahasa ajaib yaittu bahasa Arab Latin, Arab Melayu & Belanda.

2. Rahmah El Yunusiyah

Rahmah El Yunusiyah ialah tokoh ulama perempuan yg berasal dr Sumatera Barat. Salah satu bukti perjuangannya yg tetap eksis hingga hari ini ialah Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang. Beliau pula perempuan pertama yg mendapat gelar Syaikhah dr Universitas Al-Azhar Mesir, pada tahun 1957.

3. Siti Manggopoh

Siti Manggopoh merupakan tokoh perempuan yg sungguh ditakuti pada zaman sebelum kemerdekaan. Siti Manggopoh terkenal berani melaksanakan perlawan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak duit (belasting). Peraturan belasting yg dibuat Belanda, dianggap bertentangan dgn budpekerti Minangkabau, lantaran tanah adalah kepunyaan kaum di Minangkabau. Akibat perlawanannya terjadilah Perang Belasting pada 16 Juni 1908 yg membuat Belanda kerepotan & pasukan Minangkabau berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng atas siasat yg diatur oleh Siti Manggopoh.

[accordion]

[toggle title=”Artikel Terkait”]

[/toggle]

[toggle title=”Artikel Lainnya”]

[one_half]

[/one_half]

[one_half_last]

[/one_half_last]

[/toggle]

[/accordion]